Hamas menolak usulan gencatan senjata yang mencakup pembebasan sejumlah kecil warga Israel yang ditahan serta penghentian permusuhan selama 30 hari, tetapi tanpa penarikan pasukan Israel dari Jalur Gaza.
Sumber yang dekat dengan kelompok Palestina ini menyampaikan kepada Middle East Eye bahwa mereka secara resmi menolak proposal yang diajukan oleh Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat, meskipun media Israel melaporkan bahwa usulan tersebut masih dipertimbangkan.
Hamas telah menegaskan bahwa setiap kesepakatan gencatan senjata harus mengarah pada penarikan total pasukan Israel dari Jalur Gaza.
Selama beberapa bulan terakhir, Mesir dan Qatar berperan sebagai mediator antara Israel dan Hamas. Pada bulan November, kesepakatan pertukaran tahanan telah menghasilkan pembebasan sekitar 100 warga Israel dengan imbalan sekitar 240 tahanan Palestina.
Fase pertama dari usulan baru ini akan melibatkan pembebasan antara 11 hingga 14 warga Israel, termasuk perempuan dan lansia, dengan imbalan sejumlah tahanan Palestina serta gencatan senjata selama 30 hari.
Meskipun proposal saat ini tampaknya tidak akan dilanjutkan, pejabat Israel menyebutkan bahwa pihak Amerika yang terlibat dalam perundingan berharap kesepakatan gencatan senjata dapat tercapai sebelum pemilihan AS pada 5 November mendatang.
Pada 5 Oktober, militer Israel melancarkan ofensif baru di Gaza utara. Langkah ini mengikuti “Rencana Jenderal” yang menuai kontroversi, di mana pemerintah Israel berencana mengosongkan wilayah utara Gaza untuk dijadikan “zona militer tertutup.” Kelompok hak asasi menyebut tindakan ini bisa termasuk dalam kategori pembersihan etnis.
Menurut rencana tersebut, siapa pun yang tetap tinggal di wilayah itu akan dilabeli sebagai anggota Hamas dan dapat dibunuh. Badan PBB untuk Pengungsi Palestina, UNRWA, memperkirakan sekitar 400.000 orang masih berada di Gaza utara, termasuk Kota Gaza.
Sejak perang Israel di Gaza dimulai sekitar 13 bulan lalu, lebih dari 43.000 warga Palestina tewas dan lebih dari 100.000 terluka akibat serangan Israel. Lebih dari 10.000 orang hilang dan diduga tewas di bawah puing-puing bangunan yang hancur.
Data dari kantor media pemerintah di Gaza menyebutkan bahwa di antara korban tewas terdapat setidaknya 17.000 anak-anak dan hampir 12.000 perempuan.