Pengamat Timur Tengah meminta public tidak gampang percaya dengan janji presiden terpilih AS Donald Trump yang mengklaim peran akan selesai jika dia menjadi pemimpin.
Menurut Omar Rahman, peneliti di Middle East Council on Global Affairs, tidak ada alasan untuk percaya hal itu akan terjadi.
“Tidak ada alasan untuk menganggap itu akan terjadi,” kata Rahman dalam wawancara dengan Al Jazeera pada Rabu (6/11).
“Mungkin Trump ingin menampilkan dirinya sebagai pembawa perdamaian dan menyatakan bahwa perang-perang ini tidak akan pernah terjadi jika dia yang memimpin, dan bahwa perang-perang ini akan berakhir ketika dia kembali menjabat.”
Rahman menambahkan yang dapat mengakhiri perang ini hanya tekanan nyata pada Israel untuk menghentikan genosida di Gaza, menghentikan perang di Lebanon, dan meredakan ketegangan dengan Iran.
Namun, menurutnya, apakah Trump akan mengambil langkah tersebut sangatlah tidak pasti.
“Apakah Trump bersedia mengambil langkah seperti itu? Itu masih sangat tidak jelas,” ujarnya.
Rekor Trump selama masa jabatannya yang pertama mungkin memberikan beberapa petunjuk mengenai sikapnya terhadap kawasan ini. Pada masa pemerintahannya, Trump mengakui aneksasi Israel atas Dataran Tinggi Golan yang terjajah dan memindahkan Kedutaan Besar AS ke Yerusalem, yang secara efektif mengakui kota tersebut sebagai ibu kota Israel.
“Pada waktu itu, dia adalah pendukung Israel yang sangat keras. Dia memberikan segala yang mereka inginkan tanpa meminta imbalan apapun, dan menekan Palestina dengan sangat kuat,” kata Rahman.
Meski begitu, ia menambahkan, Trump juga memiliki hubungan yang baik dengan negara-negara Teluk dan negara-negara Arab lainnya. Ada kemungkinan bahwa Trump tidak akan mengulangi kebijakan yang sama persis seperti delapan tahun yang lalu.