Tuesday, June 3, 2025
HomeBaitul MaqdisAbasan al-Kabira, desa penghasil zaitun yang diguyur peluru Israel

Abasan al-Kabira, desa penghasil zaitun yang diguyur peluru Israel

Abasan al-Kabira, sebuah desa di timur Kota Khan Younis, selatan Jalur Gaza, menyimpan kisah panjang tentang ketahanan dan perlawanan.

Warga kampung ini dikenal sebagai petani yang tekun menanam zaitun, buah-buahan, dan aneka sayuran.

Namun, mereka juga hidup di bawah bayang-bayang konflik yang tak kunjung reda—sering kali menuai bukan hanya hasil panen, tapi juga hujan peluru dan bom.

Letaknya hanya sekitar empat kilometer dari Khan Younis, dengan ketinggian 75 meter di atas permukaan laut.

Desa ini dikelilingi oleh Bani Suheila di barat, Khuza’a di timur, Abasan ash-Saghira (Abasan Kecil) di utara, dan al-Fukhari di selatan.

Iklimnya kering, khas gurun Mediterania, dengan angin timur dan tenggara yang dingin dan kering di musim dingin, serta terpaan angin timur laut yang kering saat musim panas.

Nama Abasan sendiri diyakini berasal dari keterkaitan masyarakatnya dengan suku Bani ‘Abs—bagian dari kabilah Lakhm—yang tinggal di wilayah timur Khan Younis sebelum Islam datang.

Seiring waktu, wilayah Abasan pun berkembang dan kemudian terbagi menjadi dua desa: Abasan al-Kabira (Abasan Besar) dan Abasan ash-Saghira (Abasan Kecil).

Desa pejuang

Abasan al-Kabira bukan sekadar desa pertanian. Ia juga dikenal sebagai salah satu titik penting dalam perlawanan rakyat Palestina terhadap pendudukan Israel.

Pada perang besar yang meletus 7 Oktober 2023—yang dikenal sebagai “Thaufan Al-Aqsha”—Abasan kembali mencatatkan namanya dalam sejarah perlawanan.

Dari desa inilah lahir Osama Tabash, seorang komandan di Brigade Izzuddin al-Qassam, sayap militer Hamas, yang gugur dalam serangan udara Israel.

Namanya kini dikenal luas sebagai simbol keberanian, dan menjadi bagian dari deretan panjang warga Abasan yang terlibat langsung dalam perjuangan melawan pendudukan.

Serangan demi serangan yang dilancarkan Israel ke Gaza hampir tak pernah absen menyentuh Abasan.

Kampung ini mengalami kerusakan luas dalam setiap gelombang agresi, baik melalui serangan udara, tembakan artileri, maupun invasi darat.

Penduduk

Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik Palestina, jumlah penduduk Abasan al-Kabira pada tahun 2023 mencapai sekitar 31.500 jiwa.

Angka ini menunjukkan lonjakan signifikan dibanding tahun 1967 yang hanya mencatat sekitar 3.730 jiwa, dan bahkan lebih jauh dibandingkan tahun 1945 yang hanya mencatat sekitar 2.230 jiwa.

Struktur sosial di Abasan al-Kabira sangat dipengaruhi oleh sistem kekerabatan. Desa ini dihuni oleh sejumlah besar klan (ashirah), dengan klan Qudaih sebagai salah satu yang paling besar.

Klan lainnya yang juga bermukim di desa ini antara lain Tabash, Shawaf, Abu Daqa, Tu’ayma, Abu Daraz, Abu ‘Amir, Hamad, Mutlaq, Abu Subhah, dan Abu Tair.

Asal penamaan

Nama Abasan menyimpan jejak panjang dari sejarah Arab pra-Islam. Para peneliti meyakini bahwa penyebutan “Abasan” berasal dari keterkaitan penduduk wilayah ini dengan Bani ‘Abs—salah satu sub-suku dari kabilah Lakhm—yang bermukim di sebelah timur Kota Khan Younis sebelum masuknya Islam.

Nama ini pun terus melekat seiring waktu, hingga pada abad ke-20, seiring meluasnya permukiman dan pertanian.

Kawasan ini terbagi menjadi 2 desa: Abasan al-Kabira (Abasan Besar) dan Abasan al-Jadida yang lebih dikenal sebagai Abasan ash-Saghira (Abasan Kecil).

Jejak kepahlawanan

Abasan al-Kabira tidak hanya dikenal dari asal-usul namanya. Desa ini juga mencatatkan sejarah panjang perlawanan terhadap penjajahan, mulai dari masa kekuasaan Kesultanan Utsmaniyah hingga pendudukan Israel.

Catatan tertua tentang desa ini muncul dalam dokumen pajak Kesultanan Utsmaniyah tahun 1596.

Saat itu, Abasan tercatat sebagai bagian dari nahiya Gaza dalam wilayah administratif Gaza.

Sebanyak 28 keluarga Muslim tinggal di desa ini dan membayar pajak atas hasil pertanian, pohon buah-buahan, ternak kambing, serta produksi madu dari sarang lebah.

Di masa Mandat Inggris, Abasan turut berperan dalam menentang kekuasaan kolonial. Setelahnya, desa ini kembali menjadi medan perlawanan, kali ini terhadap pendudukan militer Israel.

Beberapa peristiwa penting terjadi di Abasan, termasuk pertempuran bersenjata pada 8 Maret 2002 yang menewaskan Brigadir Jenderal Ahmad Hasan Abu Hamid dalam bentrokan dengan pasukan Israel.

Perlawanan terus berlanjut, salah satunya pada 11 November 2018, ketika unit pengintai Brigade Izzuddin al-Qassam berhasil menggagalkan upaya infiltrasi pasukan komando elit Israel dari Unit Sayeret Matkal.

Mereka berniat menanam alat penyadap pada jaringan komunikasi perlawanan di kawasan Khan Younis.

Abasan juga merupakan kampung halaman Osama Tabash, komandan militer Hamas yang gugur pada 20 Maret 2025 dalam serangan udara Israel.

Ia menjadi salah satu dari banyak warga desa ini yang turut berjuang dalam pertempuran besar seperti “Thaufan Al-Aqsha” yang meletus pada 7 Oktober 2023, dan menyulut babak baru kekerasan di Jalur Gaza.

Sejak awal serangan Israel pada Oktober 2023, Abasan al-Kabira menjadi sasaran langsung dalam agresi besar-besaran.

Serangan udara dan operasi darat menyasar rumah-rumah warga dan fasilitas sipil. Salah satu tragedi terbesar terjadi pada 9 Juli 2024, ketika jet tempur Israel menggempur Sekolah al-Awda, menyebabkan setidaknya 29 warga Palestina gugur dan banyak lainnya luka-luka.

Serangan darat pada 1 Desember 2023 memaksa warga Abasan mengungsi massal ke Rafah. Puluhan orang tewas dan sejumlah lainnya ditahan dalam operasi tersebut.

Setelah empat bulan pertempuran, pasukan Israel akhirnya menarik diri sepenuhnya dari desa ini.

Namun, penderitaan belum usai. Pada 19 Maret 2025, militer Israel kembali menyebarkan pemberitahuan evakuasi kepada warga, memerintahkan mereka untuk meninggalkan kampung halaman menuju wilayah pengungsian di barat Khan Younis. Serangkaian serangan udara menyusul, menewaskan banyak warga sipil.

Ekonomi

Meskipun berkali-kali diguncang perang dan agresi militer, Abasan al-Kabira tetap mempertahankan posisinya sebagai salah satu pusat ekonomi penting di selatan Jalur Gaza, terutama di bidang pertanian.

Dengan luas wilayah mencapai sekitar 16.000 dunum (setara 16 juta meter persegi), desa ini menjadi tulang punggung produksi pangan dan hasil bumi bagi wilayah sekitarnya.

Dari total luas wilayah tersebut, sekitar 92 dunum digunakan untuk pertanian intensif dan lahan irigasi, sementara sekitar 15.000 dunum lainnya ditanami tanaman pangan, terutama biji-bijian.

Luas wilayah permukiman dan bangunan diperkirakan hanya sekitar 69 dunum, menandakan bahwa sebagian besar tanah desa tetap dipertahankan untuk kegiatan agrikultur.

Abasan al-Kabira dikenal luas di kalangan pedagang grosir dari seluruh Gaza, yang setiap pekan datang ke pasar mingguan desa—Pasar Hari Minggu—untuk membeli aneka sayuran segar, buah-buahan, unggas, dan hewan ternak langsung dari petani lokal.

Ini bukan hanya pasar tradisional, tapi juga pusat penting distribusi hasil pertanian ke kota-kota lain.

Desa ini juga menonjol karena penerapan teknologi pertanian modern. Sistem irigasi bergantung pada 17 sumur air yang menyuplai kebutuhan air bagi sekitar 1.500 dunum lahan pertanian intensif.

Hasil panen dari lahan-lahan ini memberikan pemasukan signifikan bagi penduduk, sekaligus memperkuat ketahanan pangan lokal.

Hasil pertanian dari Abasan sebagian besar diekspor ke pasar Israel dan sebagian lainnya ke wilayah Tepi Barat.

Komoditas utama meliputi tomat, mentimun, dan bunga, yang ditanam di rumah kaca seluas lebih dari 1.000 dunum.

Selain itu, warga desa juga menanam pohon jeruk dan zaitun—dua komoditas yang kerap menjadi sasaran penghancuran oleh pasukan pendudukan Israel dalam berbagai agresi.

Sektor industri di Abasan al-Kabira masih tergolong terbatas dan berskala kecil. Industri yang ada umumnya berupa bengkel produksi pintu dan jendela, perabot rumah tangga dan kantor, serta unit-unit usaha pembuatan bata beton untuk kebutuhan konstruksi.

Desa ini juga memiliki beberapa pabrik pemotongan marmer, yang digunakan dalam pembangunan lokal maupun dijual ke wilayah lain.

Meski hidup dalam situasi yang kerap tidak stabil, masyarakat Abasan al-Kabira terus berusaha menjaga roda ekonomi tetap berputar.

Dengan tanah yang subur, inovasi pertanian, dan semangat berdikari, desa ini menjadi simbol ketahanan ekonomi di tengah konflik berkepanjangan.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular