Presiden Suriah, Ahmad Al-Sharaa, menyambut keputusan pencabutan sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Suriah sebagai sebuah “keputusan bersejarah dan berani”.
Langkah ini, menurutnya, menjadi awal dari akhir penderitaan panjang rakyat Suriah dan membuka jalan bagi masa depan yang lebih baik.
Pernyataan tersebut disampaikan Al-Sharaa di Damaskus, Rabu (15/5), setelah kembali dari Riyadh, Arab Saudi, usai bertemu dengan Presiden AS, Donald Trump.
Pertemuan ini berlangsung di sela-sela KTT Teluk-Amerika yang digelar di ibu kota Saudi, dan menjadi pertemuan pertama antara presiden Suriah dan presiden AS dalam kurun waktu 25 tahun terakhir.
Al-Sharaa menegaskan bahwa pencabutan sanksi tidak hanya berarti pembebasan ekonomi, tetapi juga menjadi simbol kebangkitan perasaan solidaritas antarbangsa di kawasan.
“Hari ini kita tidak hanya merayakan keputusan itu, tetapi juga kembalinya semangat kebersamaan dan cinta yang telah lama hilang,” ujarnya.
Presiden Trump sebelumnya mengumumkan pencabutan sanksi dalam Forum Investasi Saudi-Amerika di Riyadh pada Selasa (14/5) malam.
Dalam pidatonya, Trump menyebut bahwa sanksi terhadap Suriah selama ini bersifat “kejam dan menghambat” serta menyatakan saatnya telah tiba bagi Suriah untuk bangkit.
Ia mengungkapkan bahwa keputusan itu diambil setelah berdiskusi dengan Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman, dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Trump juga mengatakan bahwa AS tengah mengeksplorasi kemungkinan normalisasi hubungan diplomatik dengan Suriah, menyusul pertemuan langsungnya dengan Al-Sharaa.
“Sebuah halaman telah ditutup”
Dalam pidatonya di hadapan publik Suriah pada Rabu malam, Al-Sharaa menyatakan bahwa negaranya telah “menutup satu halaman kelam dalam sejarah modernnya”, merujuk pada masa kekuasaan rezim sebelumnya.
Ia menyebut bahwa rasa memiliki terhadap tanah air mulai tumbuh kembali, dan bahwa secercah harapan kini terbuka di tengah luka masa lalu yang belum sepenuhnya sembuh.
“Kita telah merdeka. Kegembiraan ini tidak hanya milik rakyat Suriah, tetapi juga dirasakan oleh saudara-saudara kita di dunia Arab dan internasional,” ujar Al-Sharaa.
Ia menambahkan bahwa pengorbanan rakyat Suriah dan kesatuan nasional menjadi faktor utama dalam mengubah pandangan dunia terhadap negaranya.
Al-Sharaa juga menyampaikan komitmen pemerintahannya untuk menciptakan iklim yang mendukung investasi dan keterbukaan ekonomi.
Ia menyatakan bahwa Suriah telah berhasil membuka pintu-pintu yang sebelumnya tertutup. Ia tengah mempersiapkan landasan bagi hubungan strategis baru, baik dengan negara-negara Arab maupun Barat.
“Dunia mencintai Suriah karena posisinya yang mulia,” tegasnya.
Ia menekankan pula bahwa Suriah tidak akan lagi menjadi ajang perebutan pengaruh kekuatan asing, serta menolak segala upaya pembagian wilayah atau kebangkitan narasi masa lalu.
“Suriah adalah milik semua warga Suriah,” kata Al-Sharaa.
Ia menggarisbawahi bahwa prioritas pemerintah saat ini adalah menangani dampak sosial dan ekonomi dari krisis panjang yang telah melanda negara tersebut.
Al-Sharaa menutup pidatonya dengan menyatakan bahwa penderitaan yang dialami selama bertahun-tahun telah mengajarkan rakyat Suriah satu hal penting: bahwa kekuatan mereka terletak pada persatuan.