Wednesday, August 13, 2025
HomeBeritaAljazair larang aksi solidaritas Gaza, berdalih picu gejolak politik

Aljazair larang aksi solidaritas Gaza, berdalih picu gejolak politik

Pemerintah Aljazair menolak permintaan sejumlah partai politik untuk menggelar pawai besar mendukung rakyat Palestina di Jalur Gaza.

Larangan tersebut dituangkan dalam dokumen resmi yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Aljazair, Mahmoud Djamaa, dan kini beredar luas di media sosial.

Aksi yang semula dijadwalkan pada 7 atau 8 Agustus itu mengusung slogan “Aljazair bersama Palestina, menentang kelaparan dan pengusiran”, dan digagas oleh beberapa partai, seperti Rally for Hope for Algeria, Partai Buruh, serta Movement of Society for Peace (MSP).

Tujuannya adalah menunjukkan dukungan luas rakyat Aljazair terhadap perjuangan Palestina.

Namun, pihak kementerian meminta para penggagas untuk membatasi kegiatan dalam bentuk “pertemuan solidaritas” di ruang tertutup.

Hal itu merujuk pada undang-undang yang mengatur rapat umum dan demonstrasi publik.

“Pemerintah Aljazair menolak izin demonstrasi jalanan karena khawatir akan muncul kembali gerakan Hirak,” ujar jurnalis Aljazair, Ali Boukhlef, kepada Middle East Eye.

Ia merujuk pada gelombang protes besar tahun 2019 yang menggulingkan Presiden Abdelaziz Bouteflika.

Setelah masa singkat reformasi pasca-Hirak, ruang politik di Aljazair kembali diperketat, dan kebebasan berekspresi dibatasi di bawah pemerintahan Presiden Abdelmadjid Tebboune.

“Pihak berwenang khawatir partai oposisi atau kelompok non-organik akan memanfaatkan demonstrasi solidaritas Palestina untuk mengarahkan tuntutan terhadap rezim,” kata Boukhlef.

Pemerintah Aljazair berdalih bahwa upaya diplomatik negara sudah cukup untuk menunjukkan dukungan pada Palestina, sehingga demonstrasi dianggap tidak perlu.

Risiko bumerang

Meski secara resmi Aljazair dikenal konsisten mendukung perjuangan Palestina—termasuk melalui forum internasional seperti PBB—namun demonstrasi pro-Palestina di dalam negeri tetap sangat terbatas dan diawasi ketat.

Setelah pandemi COVID-19 dan pembubaran paksa aksi peringatan 2 tahun gerakan Hirak pada 2021, protes jalanan nyaris tak terdengar.

Aksi pro-Palestina pertama yang diizinkan pemerintah terjadi pada 19 Oktober 2023, beberapa hari setelah perang di Gaza meletus. Saat itu, ribuan orang berkumpul di Aljir dan sejumlah kota lainnya.

Demonstrasi kedua baru terjadi pada April lalu, di depan kantor pusat Movement of Society for Peace di ibu kota, dan hanya diikuti sekitar 1.000 orang.

Menurut Boukhlef, strategi pemerintah yang membatasi ruang ekspresi rakyat justru bisa menjadi bumerang. “Kenyataannya, kemarahan publik belum padam. Api Hirak 2019 masih membara,” ujarnya.

Di sisi lain, larangan ini menjadi bahan kritik dari pihak luar, terutama Maroko, yang justru kerap menjadi lokasi demonstrasi besar pro-Palestina, meskipun negara itu menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.

Beberapa media dan pengamat Maroko memanfaatkan momen ini untuk menyudutkan pemerintah Aljazair.

Hubungan diplomatik antara kedua negara tetangga di Afrika Utara itu memang sudah terputus sejak empat tahun lalu, salah satunya karena normalisasi hubungan Maroko dengan Israel.

“Dengan menolak pawai untuk Palestina, otoritas Aljazair menunjukkan ketakutan tersembunyi: bahwa solidaritas rakyat bisa berubah menjadi protes terhadap rezim. Di balik retorika penuh semangat soal dukungan terhadap perjuangan yang adil, tersembunyi strategi penguncian politik domestik. Setiap mobilisasi publik dilihat sebagai ancaman potensial. Langkah pencegahan semacam ini menunjukkan bahwa prioritas utama rezim saat ini adalah menjaga kekuasaan, meski harus mengorbankan prinsip yang mereka agung-agungkan di panggung internasional,” tulis salah satu media Maroko.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular