Para analis politik dan dokter memperingatkan bahaya terus berlanjutnya sikap diam dunia Arab dan internasional terhadap kebijakan pembunuhan, kelaparan, dan genosida yang dilakukan oleh Israel terhadap warga Palestina di Jalur Gaza.
Hal it disampaikan saat wawancara mereka dengan program “Masar Al-Ahdath”. Mereka menekankan pentingnya masyarakat, intelektual, dan semua kelompok sosial untuk terus bergerak guna menekan rezim-rezim pemerintahan.
Sebelumnya, juru bicara Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan di Gaza, Olga Cherevko, meminta organisasi kemanusiaan internasional untuk bertindak sebelum terjadi bencana kemanusiaan di Gaza.
Dalam wawancaranya dengan Al Jazeera, ia memperingatkan dampak serius dari apa yang disebutnya sebagai periode terlama dalam penghentian masuknya barang ke wilayah tersebut.
Dr. Othman Al-Samadi, seorang aktivis kemanusiaan yang baru saja kembali dari Gaza, menggambarkan situasi di sana sebagai sangat tragis.
Ia mengatakan bahwa anak-anak mencari makanan tetapi tidak menemukannya. Mereka gugur dalam keadaan lapar, dan bahwa apa yang dilakukan Israel saat ini adalah penghancuran total kehidupan Palestina.
Ia menegaskan bahwa warga Gaza telah memasuki tahap kelaparan ekstrem. Masyarakat tidak menemukan apa yang bisa dibeli. Bahkan bawang dan tomat menjadi barang impian, sementara makanan kaleng sudah tidak tersedia.
Israel juga telah melarang benih sayuran selama 10 bulan terakhir dengan dalih bahwa itu dianggap sebagai “senjata nuklir.”
Selain itu, dokter asal Yordania tersebut juga mengungkapkan bahwa situasi medis dan kesehatan tidak mengalami perubahan selama 40 hari masa gencatan senjata terakhir.
Ia menyatakan bahwa sekitar 60 hingga 70 persen pasokan medis tidak tersedia di Gaza.
Ia juga menunjukkan bahwa Israel secara sengaja menargetkan anak-anak Palestina dalam serangannya karena mereka ingin menghancurkan masa depan Palestina.
Genosida dan ketidakpedulian dunia Arab
Sekretaris Jenderal Inisiatif Nasional Palestina, Dr. Mustafa Barghouti, mengatakan bahwa tragedi Gaza belum pernah terjadi sebelumnya di dunia Arab.
Ia menjelaskan bahwa penduduk Gaza menghadapi kelaparan, pengepungan, pemboman, pembersihan etnis, dan upaya pengusiran paksa dari tanah mereka.
Hal itu bersamaan dengan kehancuran besar, serangan militer, dan penangkapan yang terus berlangsung.
Dr. Barghouti mengungkapkan keterkejutannya atas diamnya negara-negara Arab dan Islam terhadap pembantaian dan kelaparan yang terjadi di Gaza serta pelanggaran terhadap warga Tepi Barat.
Ia menyoroti bahwa beberapa negara masih melanjutkan normalisasi hubungan dengan para penjahat perang Israel, melakukan investasi bersama mereka.
Bahkan, katanya, beberpa negara juga memberikan hak istimewa bagi orang-orang Israel di negara-negara yang telah menandatangani kesepakatan normalisasi.
Ia juga menuduh negara-negara Arab dan Islam gagal memenuhi tanggung jawab mereka terhadap rakyat Palestina.
“Jika mereka mengambil keputusan bersama untuk menjatuhkan sanksi terhadap Israel atau bahkan hanya mengancam untuk melakukannya serta mengusir para duta besarnya, maka Israel akan mundur dari agresinya,” katanya.
Barghouti juga memperingatkan bahwa Israel tidak hanya membunuh dan membombardir Gaza. Tetapi juga menyerang Lebanon dan Suriah serta mengancam untuk memperluas agresinya ke negara-negara lain di kawasan.
Sementara itu, peneliti dalam isu-isu dunia Arab dan Islam, Salah Al-Qadri, menyerukan agar dunia Arab meninggalkan “bahasa resmi” yang tidak bermakna. Ia menyebut kejahatan yang terjadi di Gaza sebagaimana adanya.
Ia menegaskan bahwa negara-negara Arab yang berbatasan dengan Gaza telah beralih dari sekadar diam menjadi kemitraan dalam kejahatan terhadap kemanusiaan.
Ia menambahkan bahwa posisi negara-negara ini, bersama dengan dukungan negara-negara Barat terhadap Israel, bertujuan untuk melenyapkan hak-hak Palestina.
Oleh karena itu, ia menyerukan kepada para intelektual Arab, partai politik, masyarakat, dan semua kekuatan yang ada. Tujuannya, untuk bergerak cepat dan mengambil sikap tegas dalam membantu rakyat Gaza yang telah ditinggalkan oleh dunia.
Menurutnya, hukum internasional dan hak asasi manusia kini tidak lagi memiliki arti karena tidak ada tindakan nyata untuk menghentikan genosida yang sedang berlangsung.
Sejak Israel kembali melanjutkan perang pemusnahan pada 18 Maret lalu, sebanyak 730 warga Palestina telah gugur dan 1.367 lainnya terluka. Sebagian besar di antaranya adalah anak-anak dan perempuan, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.
PBB juga melaporkan bahwa sekitar 124.000 orang telah mengungsi lagi setelah Israel kembali melancarkan serangannya terhadap Jalur Gaza.