Monday, April 28, 2025
HomeBeritaAnalis: Serangan intensif Hamas respons ketidakseriusan Israel dalam gencatan senjata

Analis: Serangan intensif Hamas respons ketidakseriusan Israel dalam gencatan senjata

Ketegangan di Jalur Gaza kembali meningkat seiring intensifikasi serangan yang dilancarkan kelompok perlawanan Palestina dalam beberapa hari terakhir.

Situasi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan petinggi militer Israel, yang memperingatkan kemungkinan eskalasi oleh Hamas dalam bentuk serangan guerilla.

Pada Kamis malam, militer Israel mengumumkan tewasnya seorang komandan tank dari Batalyon 79 dalam pertempuran di utara Gaza.

Selain itu, seorang anggota pasukan elite Yahalom serta seorang prajurit lainnya dari batalyon yang sama dilaporkan mengalami luka berat.

Menurut laporan The Times of Israel, tentara yang gugur tersebut tertembak oleh sniper di daerah Beit Hanoun, tak jauh dari zona militer Israel di perbatasan.

Pengamat politik Palestina, Iyad Al-Qarra, menyebut bahwa operasi militer yang dilakukan perlawanan Palestina memiliki resonansi penting di kalangan masyarakat Gaza.

Hal itu dianggap sebagai respons terhadap tindakan genosida yang dilakukan oleh militer Israel, terutama melalui penggunaan taktik “sabuk api” di wilayah utara dan selatan Jalur Gaza.

“Perlawanan menepati janjinya untuk tidak membiarkan pasukan pendudukan bergerak sesuka hati,” ujar Al-Qarra dalam program Masar Al-Ahdats.

Ia menilai bahwa intensifikasi operasi perlawanan muncul dari keyakinan bahwa Israel tidak serius menginginkan kesepakatan dan justru ingin melanjutkan perang.

Meski menunjukkan fleksibilitas dalam isu sandera dan perlawanan, Al-Qarra menilai Hamas tetap memiliki pembenaran untuk melanjutkan serangan demi mempertahankan posisi tawarnya.

Ia juga menyebut bahwa keberhasilan operasi ini akan memperlihatkan kegagalan strategi militer Israel, yang kemungkinan besar enggan memperluas serangan darat karena risiko korban jiwa yang tinggi.

Situs berita Walla mengutip sumber militer Israel yang menyatakan bahwa pasukan Israel telah memperkuat pertahanan di wilayah perbatasan.

Aksi itu sebagai antisipasi terhadap kemungkinan eskalasi dari Hamas yang diyakini tengah mempersiapkan serangan dengan pola perang gerilya.

Pergeseran strategi militer

Pengamat militer asal Yordania, Mayor Jenderal Purnawirawan Fayez Al-Duwairi, menyebut bahwa dinamika di Gaza saat ini mengalami pergeseran.

Operasi militer kini terkonsentrasi di wilayah zona penyangga yang dijaga oleh pasukan Israel dalam posisi defensif dan bukan dalam konfrontasi langsung.

Ia memprediksi bahwa Kepala Staf Militer Israel, Herzi Halevi, akan mempertimbangkan peralihan dari strategi pertahanan aktif menuju manuver ofensif terbatas, tergantung pada pemetaan kekuatan kelompok perlawanan di Gaza.

Dalam kunjungan peninjauannya ke dalam wilayah Gaza baru-baru ini, Halevi menegaskan bahwa tekanan militer terhadap Hamas akan terus dilanjutkan, sembari membuka kemungkinan memperluas operasi jika tidak ada kemajuan dalam proses negosiasi pembebasan sandera.

Sementara itu, pengamat urusan Israel, Mohannad Mustafa, memandang bahwa operasi militer di Gaza cenderung akan berlangsung dalam tempo lambat, guna menghindari kerugian besar.

Ia menilai bahwa setiap perluasan serangan akan menimbulkan beban politik dan sosial tambahan di tengah tantangan mobilisasi cadangan militer Israel yang kian rumit.

“Publik Israel semakin lelah dengan pemerintahan Netanyahu dan perang terpanjang dalam sejarah negara itu,” ujar Mustafa.

Ia menambahkan bahwa masyarakat telah bertahan dalam situasi sulit demi harapan akan ‘kemenangan mutlak’ yang dijanjikan oleh Perdana Menteri.

Menuju jalur politik?

Menurut Al-Duwairi, lebih dari 70 persen wilayah Jalur Gaza kini tidak berada di bawah kendali militer Israel.

Ia memperkirakan bahwa keberhasilan operasi perlawanan justru dapat mempercepat langkah para pemimpin politik dan militer Israel untuk mempertimbangkan opsi penyelesaian politik, meski dilakukan secara bertahap.

Senada, Mustafa memandang bahwa kemungkinan Israel akan berupaya merumuskan kesepakatan sementara dengan Hamas.

Hal ini tercermin dari retorika Netanyahu selama hampir setahun terakhir yang terus menegaskan bahwa Israel akan menghancurkan Hamas.

Namun, Mustafa menilai bahwa langkah terbaru Israel—mengirim Kepala Badan Intelijen Mossad, David Barnea, ke Doha—mengisyaratkan perubahan pendekatan.

Pengiriman Barnea, dan bukan Menteri Urusan Strategis Ron Dermer, dinilai sebagai indikasi positif bahwa Israel tengah mencari jalan keluar dari kebuntuan.

Situasi ini terjadi tak lama setelah kunjungan Perdana Menteri Qatar ke Washington dan meningkatnya tekanan internasional terhadap Israel terkait akses bantuan kemanusiaan ke Gaza, serta keterbatasan Israel dalam memperluas operasinya di wilayah tersebut.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular