Tuesday, August 5, 2025
HomeAnalisis dan OpiniANALISIS - Ancaman pendudukan Gaza: Strategi tekan Hamas atau gimik politik Netanyahu?

ANALISIS – Ancaman pendudukan Gaza: Strategi tekan Hamas atau gimik politik Netanyahu?

Di tengah kebuntuan perundingan gencatan senjata dan memburuknya krisis kelaparan akibat blokade ketat Israel, sejumlah pejabat tinggi Israel—termasuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu—melontarkan ancaman untuk menduduki seluruh wilayah Jalur Gaza. Langkah tersebut memicu pertanyaan dari sejumlah analis mengenai kemungkinan realisasinya.

Media Israel melaporkan bahwa kabinet keamanan Israel dijadwalkan menggelar pertemuan pada Selasa malam (5/8) guna membahas perluasan operasi militer di Gaza.

Laporan menyebutkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, telah memberikan lampu hijau kepada Netanyahu untuk melanjutkan langkah tersebut, meskipun mendapat penolakan dari kalangan militer.

Menurut harian Israel Israel Hayom, belum ada keputusan final dari Netanyahu untuk memerintahkan serangan darat penuh. Namun, kecenderungan ke arah opsi tersebut semakin menguat.

Sementara itu, sejumlah sumber menyebutkan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel, Letjen Eyal Zamir, mempertimbangkan pengunduran diri apabila rencana pendudukan penuh terhadap Gaza benar-benar dijalankan.

Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben Gvir, pada Selasa mendesak Zamir untuk menyatakan kesediaannya patuh pada keputusan pemerintah, termasuk jika Netanyahu memutuskan mengokupasi Gaza sepenuhnya.

Pendapat analis

Akademisi dan pakar urusan Israel, Muhannad Mustafa, menyatakan bahwa ancaman pendudukan Gaza dapat berfungsi sebagai tekanan politik terhadap Hamas, lansir Al Jazeera.

Menurutnya, Israel bersedia menerima perjanjian sementara jika Hamas menyetujui syarat-syarat gencatan senjata. Namun, jika tidak, maka ancaman akan berubah menjadi tindakan nyata.

Sebaliknya, analis militer dan keamanan Usama Khalid menilai Netanyahu serius mempertimbangkan opsi pendudukan penuh, mengingat jalan buntu dalam diplomasi dan tekanan internasional akibat krisis kemanusiaan di Gaza.

Ia menilai Netanyahu ingin menciptakan situasi baru yang mengeliminasi kekuatan bersenjata Hamas dan mengakhiri kendali politik kelompok tersebut atas Gaza.

Sementara itu, analis politik Ibrahim al-Madhun menilai Netanyahu tidak berupaya mengakhiri konflik, melainkan memanfaatkannya untuk kepentingan politik domestik. Ia juga menilai proses negosiasi kini berada dalam kondisi stagnan, dengan tanggapan Israel yang tidak mengandung komitmen konkret.

Keraguan militer dan risiko pendudukan

Terkait kemungkinan pendudukan penuh, Mustafa menyebutkan sejumlah hambatan besar, termasuk kelelahan pasukan Israel, potensi korban tinggi, dan hilangnya legitimasi publik untuk melanjutkan perang. Selain itu, risiko militer harus menerapkan pemerintahan militer di Gaza dianggap sebagai skenario terburuk oleh pihak militer.

Al-Madhun juga menggarisbawahi risiko perlawanan sengit di wilayah padat penduduk seperti Kota Gaza dan kamp pengungsi, yang dapat memperburuk citra Israel di dunia internasional.

Tekanan dari keluarga sandera

Terkait nasib warga Israel yang disandera di Gaza, Al-Madhun menilai tekanan dari keluarga para sandera mulai meningkat, namun pemerintah dianggap tidak memberikan prioritas terhadap isu tersebut. Mustafa menambahkan bahwa korban dari kalangan tentara atau sandera bisa memicu gejolak publik yang lebih besar.

Namun menurut Khalid, tekanan publik dari keluarga sandera saat ini tidak lagi seefektif sebelumnya, karena Netanyahu telah menemukan berbagai cara untuk mengalihkan atau meredam protes tersebut.

 

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Kandidat PhD bidang Hubungan Internasional Universitas Sains Malaysia. Peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular