Thursday, October 16, 2025
HomeBeritaANALISIS - Apa yang didapatkan Sharaa dalam kunjungannya ke Rusia?

ANALISIS – Apa yang didapatkan Sharaa dalam kunjungannya ke Rusia?

Presiden Suriah Ahmad al-Sharaa melakukan kunjungan resmi ke Moskwa, Rabu (15/10/2025), dalam lawatan pertamanya sejak penggulingan Bashar al-Assad, sekutu lama Kremlin. Kunjungan ini dipandang sebagai langkah penting dalam membangun kembali hubungan antara Damaskus dan Moskwa, serta upaya menyeimbangkan posisi Suriah di tengah dinamika kekuatan global.

Dalam konferensi pers bersama Presiden Rusia Vladimir Putin, al-Sharaa menyampaikan komitmennya untuk membangun hubungan “baru yang menjamin keselamatan, persatuan, dan kedaulatan Suriah”. Sementara itu, Putin menegaskan bahwa hubungan antara Rusia dan rakyat Suriah “sangat dalam”.

Menurut sejumlah laporan, pertemuan kedua pemimpin akan membahas masa depan pangkalan militer Rusia di Hmeimim dan Latakia, serta isu-isu sensitif lainnya. Sumber diplomatik yang dikutip AFP menyebut bahwa Presiden al-Sharaa bahkan berencana meminta Putin menyerahkan para pelaku kejahatan perang yang berada di Rusia, termasuk mantan presiden Bashar al-Assad.

Pengamat memandang kunjungan ini sebagai sinyal kuat keinginan kedua negara untuk memperbarui hubungan atas dasar kepentingan strategis, terutama di bidang ekonomi dan keamanan.

Direktur Jenderal Dewan Urusan Internasional Rusia, Ivan Timofeev, menyebut kunjungan tersebut sebagai “indikasi positif” bahwa perubahan politik di Suriah tidak menghambat peluang rekonstruksi hubungan bilateral. Ia menambahkan, Rusia masih berperan penting dalam proses rekonstruksi dan rehabilitasi sektor energi Suriah pasca konflik.

Sejak pasukan oposisi menggulingkan Assad akhir tahun lalu, pemerintah baru Suriah berupaya menyusun ulang arah kebijakan luar negeri. Langkah ke Moskwa ini, menurut analis politik Suriah Moayyad Ghazlan Qablawi, mencerminkan kebutuhan Damaskus untuk menjaga keseimbangan diplomatik, khususnya dalam menghadapi serangan berulang Israel yang belum ditanggapi tegas oleh Amerika Serikat.

Kunjungan ini juga dipandang sebagai kelanjutan dari sikap terbuka Moskwa terhadap pemerintahan baru. Rusia sebelumnya menyampaikan ucapan selamat atas terpilihnya al-Sharaa dan membuka ruang komunikasi bilateral.

Menurut Dr. Liqa’ Maki dari Al Jazeera Center for Political Studies, pertemuan antara al-Sharaa dan Putin mencerminkan pragmatisme politik kedua pemimpin. Al-Sharaa dinilai berusaha mengurangi jumlah lawan politiknya dengan membuka saluran komunikasi dengan semua pihak, termasuk bekas sekutu Assad.

Rusia sendiri, yang selama bertahun-tahun menjadi pelindung Assad, kini menunjukkan perubahan sikap. Saat pemberontakan yang menjatuhkan Assad terjadi, Moskwa tidak menghalanginya seperti yang dilakukan di masa lalu, termasuk dengan intervensi udara.

Meskipun demikian, menurut Timofeev dan Maki, hubungan baru ini tidak serta-merta mengarah pada penyerahan Assad ke pemerintah Suriah saat ini. Rusia kemungkinan akan mempertahankan pangkalan militernya di Suriah, namun dengan peran yang direvisi — seperti dukungan kontra-terorisme, mediasi konflik, atau bantuan kemanusiaan — bukan sebagai pelindung personal.

Meski hubungan Suriah-Rusia memasuki babak baru, proses rekonsiliasi dan normalisasi diprediksi berlangsung bertahap. Analis menilai, di tengah ketegangan global antara Rusia, Barat, dan Iran, diperlukan pendekatan yang hati-hati dan berbasis kepentingan bersama.

Qablawi menyebut bahwa Suriah mungkin akan tetap mengandalkan pasokan senjata dari Rusia, terutama karena sanksi ekonomi dari Barat seperti Caesar Act masih berlaku dan belum menunjukkan pelonggaran. Namun, ia juga menegaskan bahwa Rusia memiliki tanggung jawab moral dan historis untuk menebus kerusakan besar yang ditimbulkan selama mendukung Assad.

Kendati tuntutan tersebut belum realistis dalam waktu dekat, banyak pihak melihat bahwa pertemuan ini menjadi titik awal penting dalam membentuk ulang tatanan hubungan Suriah-Rusia di masa pasca-Assad.

 

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Kandidat PhD bidang Hubungan Internasional Universitas Sains Malaysia. Peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terpopuler