Thursday, November 7, 2024
HomeAnalisis dan OpiniANALISIS: Manuver lobi pro Israel AIPAC dalam pengaruhi pemilu AS

ANALISIS: Manuver lobi pro Israel AIPAC dalam pengaruhi pemilu AS

Pada awal 1950-an, American Israel Public Affairs Committee (AIPAC) didirikan dengan tujuan untuk menghadapi reaksi internasional pasca pembantaian warga Palestina di desa Qibya, serta memastikan agar pendanaan dari AS kepada Israel tetap berjalan lancar.

Kini, beberapa dekade kemudian, ketika Israel sedang menjalankan genosida di Jalur Gaza, AIPAC tetap memiliki pengaruh besar dalam politik AS, memimpin kampanye untuk membungkam suara-suara pro-Palestina dan mempromosikan kepentingan Israel.

Walter Hixson, seorang profesor sejarah pensiunan dan penulis buku mengatakan bahwa AIPAC mendukung kandidat mana pun yang pro-Israel di Kongres, dan menargetkan serta menghukum kandidat yang kritis terhadap Israel.

AIPAC, yang memiliki pengaruh luas di seluruh sektor politik AS, belakangan ini kembali mencuat menjelang pemilu AS.

Sebuah laporan dari The Intercept mengungkapkan bahwa AIPAC telah menghabiskan dana untuk lebih dari 80% dari semua kontestasi pemilu yang ada.

“Tidak ada yang seperti AIPAC dalam politik Amerika untuk negara manapun. Ini bukan hanya lobi paling kuat yang mewakili negara asing, tetapi juga salah satu lobi yang paling berkuasa, secara umum,” ujar Hixson seperti dikutip Anadolu pada Senin (4/11).

Meski ada ratusan organisasi yang membentuk lobi pro-Israel di AS, AIPAC berbeda karena fokus utamanya adalah Kongres dan telah terbukti sangat sukses.

AIPAC mengandalkan sejumlah kecil donatur super-kaya, yang menurut Hixson, memiliki kemampuan untuk secara dramatis mempengaruhi pemilu di AS.

Didominasi Yahudi Ortodoks

Sebagian besar anggota AIPAC berasal dari kalangan Yahudi konservatif, banyak di antaranya adalah Yahudi Ortodoks.

“Mereka memiliki hubungan finansial yang kuat dengan elit kaya, tetapi mereka bukan figur politik. Anggota AIPAC bukanlah orang yang pernah menjabat di kantor politik, mereka adalah pelobi profesional dan pengumpul dana,” jelas Hixson.

AIPAC bermula dengan tujuan untuk memastikan pendanaan reguler untuk Israel, terutama setelah Perang Dunia II, bahkan sebelum pendirian negara Israel.

Hixson menjelaskan bahwa pada masa itu, AIPAC bertujuan untuk mendapatkan dana dari Kongres guna menampung kembali para pengungsi Yahudi dari Jerman Nazi dan Eropa yang dilanda kekacauan. Keberhasilannya kemudian mendorong mereka untuk terlibat dalam setiap siklus pemilu dan memastikan aliran dana terus mengalir untuk Israel.

Sejak 1948, Israel telah menerima lebih dari USD150 miliar bantuan dari AS, lebih banyak dibandingkan negara lain mana pun.

Kecenderungan Politik AIPAC: Dekat dengan Partai Republik

Meski AIPAC menargetkan dukungan dari kedua partai politik utama di AS, Hixson mencatat bahwa kali ini AIPAC cenderung lebih mendukung Partai Republik, khususnya Donald Trump, yang dinilai memberikan segala sesuatu yang diinginkan Israel tanpa banyak pertanyaan.

“AIPAC lebih terafiliasi dengan Partai Republik, terutama dengan Trump, karena dia memberi Israel segala yang mereka inginkan tanpa syarat,” kata Hixson.

Meskipun demikian, AIPAC selalu menegaskan diri sebagai organisasi yang tidak berpihak, mendukung kandidat mana pun yang pro-Israel, tetapi jelas mereka lebih mendukung Trump jika dibandingkan dengan kandidat lainnya.

Kendali atas Kongres AS

Hixson mengungkapkan bahwa AIPAC pada dasarnya mengendalikan Kongres AS. Setiap anggota Kongres tahu bahwa lobi Israel, dengan AIPAC sebagai ujung tombaknya, selalu siap menargetkan mereka dengan kampanye pemilu bernilai miliaran dolar jika mereka mengkritik Israel.

Hixson mencontohkan beberapa kasus terbaru di mana AIPAC menggelontorkan sekitar USD23 juta untuk memperkuat lawan-lawan kandidat Demokrat yang kritis terhadap kebijakan Israel, seperti anggota Kongres Jamal Bowman dan Corey Bush.

“AIPAC akan menargetkan siapa pun yang kritis terhadap kebijakan Israel atau mendukung Palestina,” tambahnya.

Namun, meskipun AIPAC memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi (sekitar 90%), masih ada beberapa politisi yang berhasil bertahan.

“Mereka tidak bisa mengusir Ilhan Omar, atau Bernie Sanders dari Senat. Ada beberapa politisi yang bisa bertahan dari serangan AIPAC, tetapi kebanyakan menyerah dan mendukung posisi pro-Israel,” ujarnya.

Visi menghapus perjuangan Pro-Palestina

Rami Khouri, seorang akademisi dan analis Timur Tengah, menyebutkan bahwa AIPAC berupaya untuk menghilangkan advokasi pro-Palestina di AS, serta mengalahkan calon legislatif yang mendukung gencatan senjata atau solusi dua negara.

“Mereka berusaha menjadikan kritik terhadap Israel sebagai pelanggaran hukum di AS,” katanya.

Meski AIPAC beberapa kali berhasil, namun mereka juga menghadapi perlawanan dan kalah dalam beberapa kasus di pengadilan.

Apakah opini publik bisa kurangi kekuatan AIPAC?

Khouri berpendapat bahwa opini publik dan kesadaran bisa memainkan peran dalam membatasi kekuatan AIPAC.

“Hal ini akan terjadi secara perlahan, dengan beberapa orang yang bergerak maju. Sekarang sudah ada sekitar 70 atau 80 anggota Kongres yang mendukung hak yang setara untuk Israel dan Palestina,” ujarnya.

“Dulunya hanya nol atau dua orang dalam 50 tahun terakhir, dan terus berkembang karena orang-orang mulai melihat genosida yang dilakukan Israel dan sistem apartheid yang mereka jalankan.”

Meskipun masih berjalan lambat, Khouri menyebutkan bahwa perubahan ini merupakan “retakan di tembok.”

“Beberapa politisi kini tidak lagi takut mengkritik kebijakan Israel atau menantang pemerintah AS,” katanya.

Kesadaran publik sudah meningkat

Khouri menambahkan, meskipun sebagian besar warga AS umumnya tidak peduli dengan isu Palestina atau Israel, genosida yang sedang berlangsung di Gaza telah mengubah pandangan tersebut.

“Pemilih Amerika sekarang peduli jika pemerintah mereka mendanai dan membiarkan genosida terjadi. Mereka tidak ingin terlibat dalam genosida, dan mereka mulai berbicara menentangnya,” katanya.

Dengan perubahan opini ini, AIPAC mungkin menghadapi tantangan lebih besar dalam mempengaruhi kebijakan AS di masa depan, meskipun dampaknya mungkin tidak langsung terasa dalam pemilu-pemilu mendatang.

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Pengajar HI Universitas Al Azhar Indonesia, Mahasiswa PhD Hubungan Antarbangsa Universitas Sains Malaysia.
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular