Tuesday, August 12, 2025
HomeBeritaANALISIS - Renggang dengan sekutu, apakah Smotrich percepat runtuhnya pemerintahan Netanyahu?

ANALISIS – Renggang dengan sekutu, apakah Smotrich percepat runtuhnya pemerintahan Netanyahu?

Rencana Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, untuk menguasai Kota Gaza memicu pertikaian serius di tubuh koalisi sayap kanan yang dipimpinnya.

Dua sekutu terdekatnya—Menteri Keuangan Bezalel Smotrich dan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir—menilai kebijakan itu tidak sejalan dengan tujuan mereka untuk menguasai seluruh Jalur Gaza, memindahkan penduduknya, dan menghidupkan kembali permukiman Yahudi.

Netanyahu, yang kini menjadi buronan Mahkamah Pidana Internasional, berupaya mencegah kedua menterinya itu mengguncang stabilitas pemerintah.

Namun, pengamat politik Israel, Yoav Stern, menilai perbedaan pandangan tersebut justru membuat pemerintahan Netanyahu berada di ujung tanduk.

“Pemerintah ini menjalani hari-hari terakhirnya,” ujar Stern dalam program Masar al-Ahdath, seraya menyebut kritik keras dari kubu kanan terhadap Netanyahu.

Menurut Stern, Netanyahu telah kehilangan kepercayaan publik Israel, sementara Smotrich dan Ben-Gvir mulai sadar bahwa kemenangan mutlak di Gaza sulit dicapai.

Netanyahu, katanya, kini hanya berupaya membeli waktu, menutup perang melalui jalur diplomasi dan negosiasi dengan Hamas.

Stern memperkirakan, pemerintahan sayap kanan ini tidak akan bertahan lama dan Netanyahu bisa membubarkannya untuk memicu pemilu baru—dengan agenda politik yang tak lagi berfokus pada perang maupun isu sandera.

Netanyahu membela rencananya menguasai Kota Gaza sebagai “cara terbaik mengakhiri perang” secara cepat.

Ia juga menegaskan tujuan Israel adalah “membebaskan Gaza dari Hamas” tanpa menduduki seluruh wilayah.

Ia juga menyatakan ingin menerapkan kendali keamanan penuh di Gaza, dengan target waktu yang relatif singkat agar perang tidak berlarut.

Pengamat politik Israel, Eli Nissan, menilai perpecahan tak hanya terjadi di dalam pemerintahan, tetapi juga antara pimpinan politik dan militer.

Radio militer Israel mengutip pernyataan Smotrich yang mendesak Netanyahu menggelar rapat kabinet lagi untuk menyetujui aneksasi wilayah luas di Gaza dan mendorong “migrasi sukarela” penduduknya.

Smotrich secara terbuka menuduh Netanyahu menipu publik dan mengancam akan keluar dari koalisi untuk menjatuhkan pemerintahan.

Menurut Nissan, Smotrich justru mendorong pemilu dini jika perang di Gaza dihentikan.

Survei menunjukkan Netanyahu kemungkinan gagal membentuk pemerintahan baru karena tekanan keamanan dan ekonomi yang memburuk.

Kondisi itu membuat partai-partai kanan ekstrem perlu berhitung matang. Pemilu berikutnya sebenarnya dijadwalkan pada Oktober 2026, tetapi ancaman kehilangan kekuasaan semakin nyata jika krisis internal berlanjut.

Krisis politik dan citra

Pakar politik Israel, Mohannad Mustafa, menilai Netanyahu kini terjepit di level politik, militer, dan diplomatik.

Dalam konferensi pers terakhirnya, ia dinilai gagal meyakinkan dunia terhadap narasi Israel mengenai situasi di Gaza, termasuk tuduhan genosida dan kelaparan massal.

“Tidak ada yang lagi percaya pada Netanyahu,” kata Mustafa.

Sementara itu, mantan pejabat komunikasi Gedung Putih, Mark Pfeifle, menilai Netanyahu masih bertekad “mengalahkan Hamas, melucuti senjatanya, dan memulangkan para sandera”—meski menghadapi kritik dari Washington dan berbagai ibu kota dunia.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular