Setelah kelompok revolusi Suriah menggulingkan rezim Presiden Bashar Al-Assad, Israel segera memanfaatkan situasi dengan menginvasi wilayah selatan Suriah.
Israel menduduki kawasan strategis Gunung Hermon dan sekitarnya, serta meluncurkan serangan udara terbesar ke Suriah dalam sejarahnya, yang menghancurkan berbagai fasilitas militer Suriah.
Menurut Radio Militer Israel, lebih dari 500 serangan udara dilakukan untuk menghancurkan pesawat tempur, kapal perang, pangkalan militer, sistem pertahanan udara, fasilitas produksi senjata, serta gudang senjata dan rudal strategis.
Israel beralasan, aksi itu bertujuan mencegah kelompok oposisi menguasai persenjataan tersebut setelah jatuhnya rezim Assad.
Berikut rangkuman fakta penting dari serangan yang dirangkum Aljazeera Arabic.
1. Sasaran Militer
Serangan udara Israel terutama menyasar pangkalan militer dan gudang senjata di selatan Suriah, seperti Damaskus, Pinggiran Dimaskus, Daraa, dan Quneitra. Fasilitas penelitian militer, bandara, dan pangkalan di wilayah tengah (Hama, Tartus, dan Latakia) juga menjadi target, termasuk Bandara Al-Mezzeh di Damaskus dan Bandara Deir ez-Zor di timur laut Suriah.
2. Persenjataan
Laporan menunjukkan kehancuran besar pada arsenal Suriah, yang sebelumnya mencakup:
- 330 pesawat tempur Rusia, seperti MiG-29 dan Su-24.
- Sistem pertahanan udara Rusia, seperti S-200 dan S-300.
- Rudal balistik seperti Scud-S (jangkauan 300 km) dan Scud-D (jangkauan 700 km).
- Angkatan laut Suriah, termasuk kapal selam, fregat, dan kapal rudal.
3. Dugaan Senjata Kimia
Meski tidak ada bukti resmi, sejumlah ahli menduga senjata kimia Suriah yang disimpan di fasilitas militer Hama dan Aleppo turut menjadi target serangan.
4. Ancaman Strategis bagi Israel
Fasilitas produksi senjata, rudal balistik, dan pesawat tempur Suriah menjadi ancaman serius bagi Israel. Kawasan ini berpotensi meluncurkan serangan ke Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel.
5. Pelanggaran Hukum Internasional
Invasi Israel ke wilayah selatan Suriah melanggar hukum internasional dan perjanjian disengagement 1974 yang disepakati kedua belah pihak setelah Perang Yom Kippur. Langkah ini juga melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB No. 338 tahun 1973.
6. Masa Depan Militer Suriah
Meski pemerintah baru Suriah bisa membangun kembali kekuatan militernya, hal ini memerlukan waktu dan dukungan internasional. Relasi dengan negara-negara seperti Rusia, China, dan Turki menjadi kunci untuk mendapatkan kembali persenjataan modern.
Invasi ini menunjukkan eskalasi serius di wilayah Timur Tengah, menambah kerumitan konflik yang telah menghancurkan Suriah selama lebih dari satu dekade. Sementara dunia menyaksikan, nasib jutaan warga Suriah tetap terombang-ambing dalam ketidakpastian.
7. Sumber Persenjataan Baru untuk Suriah
Menurut pakar militer dan politik, jika pemerintah baru Suriah mendapatkan pengakuan internasional, mereka dapat dengan mudah membeli persenjataan canggih dari berbagai negara seperti Amerika Serikat, Prancis, Jerman, Italia, dan Korea Selatan. Hal ini akan tergantung pada tingkat hubungan diplomatik yang dibangun.
Jika Amerika Serikat menolak memberikan pengakuan, Suriah masih dapat mencari alternatif dari negara-negara seperti Rusia, China, Turki, Serbia, atau Pakistan. Selain itu, kelompok oposisi Suriah juga telah mengembangkan industri pertahanan dalam negeri, termasuk produksi drone Shahin, roket jarak pendek, artileri, dan kendaraan lapis baja.
Dengan demikian, pembangunan kembali kekuatan militer Suriah sangat bergantung pada dinamika politik dan dukungan internasional yang akan diperoleh pemerintah baru pasca-rezim Assad.