Monday, June 30, 2025
HomeBeritaArsitek 'Taufan al-Aqsha' yang gugur di Gaza: Siapa Abu Umar al-Suri?

Arsitek ‘Taufan al-Aqsha’ yang gugur di Gaza: Siapa Abu Umar al-Suri?

Pasukan Israel, Sabtu (28/6), mengumumkan keberhasilan mereka menargetkan dan membunuh tokoh penting militer Hamas dalam sebuah serangan udara di Kota Gaza.

Sosok tersebut adalah Hakam Al-Issa, lebih dikenal dengan nama samaran “Abu Umar Al-Suri”, yang dituding memegang peranan sentral dalam sistem pelatihan dan pengembangan militer sayap bersenjata Hamas, Brigade Izzuddin Al-Qassam.

Lahir di Kuwait pada tahun 1967 dari keluarga asal Desa Ramin di kawasan Tulkarm, Tepi Barat, Al-Issa menempuh pendidikan tinggi di Bhopal, negara bagian Madhya Pradesh, India.

Dari sanalah awal perjalanan panjang jihadnya dimulai—berlanjut ke Khuzestan (Iran), Chechnya, Suriah, Lebanon, hingga akhirnya menetap di Jalur Gaza setelah Israel menarik diri dari wilayah tersebut pada 2005.

Arsitek pelatihan militer

Setiba di Gaza, Al-Issa langsung bergabung dengan Brigade Al-Qassam dan terlibat dalam pengembangan berbagai lokasi pelatihan militer.

Perannya yang menonjol dalam pendirian akademi militer menjadikannya dikenal di kalangan pejuang sebagai “Abu Al-Mawaqi'”—Sang Tuan Lokasi.

Sepanjang kiprahnya, ia menghindari sorotan media dan tidak pernah tampil di muka publik. Namanya jarang terdengar, namun jejaknya mendalam.

Ia dikenal dengan banyak nama samaran seperti Abu Mahmud, Abu Imad, dan Abu Umar, sebuah bentuk kehati-hatian dalam situasi keamanan yang rentan.

Menurut sumber internal di Al-Qassam, sejak memasuki Gaza sekitar dua dekade silam, Al-Issa membawa serta ilmu militer yang luas dan pemikiran strategis yang matang.

Komandan tertinggi Al-Qassam, Muhammad Adh-Dhaif, serta jajaran dewan militer kala itu, menaruh perhatian besar padanya dan memutuskan untuk memanfaatkan keahliannya untuk mengembangkan berbagai spesialisasi dalam sistem kerja militer.

Al-Issa dipercaya untuk menangani sejumlah posisi penting dalam struktur militer Hamas. Ia menjadi:

  • Komandan Direktorat Pusat Pelatihan dan Persiapan Militer di seluruh Gaza.
  • Pendiri dan pemimpin unit pertahanan udara.
  • Penanggung jawab bidang spesialisasi senjata.
  • Anggota komite pusat untuk strategi pertahanan dan konfrontasi.

Pasca perang besar pada musim panas 2014—dikenal sebagai “Operasi Protective Edge” oleh Israel dan “A’saf Al-Ma’kul” oleh Palestina—Abu Umar mendapat mandat untuk memimpin bidang intelijen dan operasi, lalu diangkat menjadi kepala divisi pelatihan militer dan anggota tetap dalam Dewan Militer Umum Hamas.

Ia dikenal sebagai inisiator penerapan mekanisme pengambilan keputusan militer yang berbasis kepemimpinan profesional dan metodis.

Tak hanya meningkatkan kesiapsiagaan dalam aspek pertahanan maupun serangan, ia juga turut menyusun strategi pusat dalam berbagai pertempuran, termasuk Perang “Pedang Al-Quds” pada tahun 2021.

Merancang “Thaufan Al-Aqsha”

Dedikasinya tidak hanya tercermin dalam struktur organisasi. Abu Umar secara langsung melatih para pelatih dan mengawasi peningkatan kapasitas tempur mereka.

Ia terlibat dalam pengembangan teknis berbagai jenis senjata, termasuk artileri, rekayasa tempur, pertahanan udara, kendaraan lapis baja, dan kemampuan sniper.

Namun, di balik semua itu, ia menjalani hidup dalam kesederhanaan. Ia tinggal di ruang-ruang kecil bersama keluarganya dan menolak meninggalkan Gaza sejak pertama kali datang ke wilayah itu.

Ia dikenal dengan kalimat ikonik yang disampaikan kepada rekan-rekannya:

“Aku tidak akan keluar dari Gaza setelah masuk bersama istri dan anak-anakku yang masih kecil, kecuali menuju Tepi Barat yang merdeka sebagai pembebas, atau ke surga tertinggi sebagai syahid.”

Kontribusinya mencapai puncak dalam merancang serangan 7 Oktober 2023—operasi militer Hamas yang dikenal dengan nama “Thaufan Al-Aqsha” (Badai Al-Aqsa)—yang mengguncang perhitungan militer dan politik Israel.

Selama agresi darat Israel yang terus berlangsung sejak Oktober 2023, Abu Umar tidak meninggalkan Gaza.

Ia terus menyusun strategi dan merancang jebakan-jebakan medan tempur untuk menghadang pasukan Israel, meski hidup dalam situasi pengepungan, kekurangan makanan, dan penderitaan yang meluas di wilayah utara Gaza.

Pada Sabtu malam, 28 Juni 2025, pesawat tempur Israel menggempur tempat tinggalnya.

Serangan itu menewaskan Abu Umar pada usia 58 tahun, bersama istrinya dan seorang cucunya.

Kepergiannya meninggalkan lubang besar dalam struktur militer Hamas, namun juga memperkuat citranya sebagai sosok pejuang bayangan yang hidup untuk satu misi.

Yaitu mempersiapkan generasi perlawanan yang terlatih, terorganisir, dan tak gentar menghadapi pendudukan.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular