Militer Israel tengah mempertimbangkan rencana untuk merekrut pemuda Yahudi dari diaspora, sebagai solusi atas krisis kekurangan personel yang kini dihadapi, demikian dilaporkan Army Radio pada Senin (18/8/2025).
Menurut laporan tersebut, tentara Israel mengalami kekurangan antara 10.000 hingga 12.000 personel aktif, sebagian besar disebabkan oleh penolakan wajib militer dari komunitas ultra-Ortodoks (Haredi).
Haredim, yang mencakup sekitar 13 persen dari total populasi Israel yang berjumlah 10 juta jiwa, menolak dinas militer dengan alasan bahwa mereka mendedikasikan hidupnya untuk belajar Taurat dan menyatakan bahwa keterlibatan dalam masyarakat sekuler dapat mengancam identitas keagamaan mereka.
Rencana Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk mengesahkan undang-undang yang memberikan pembebasan total bagi Haredim dari wajib militer memicu perdebatan sengit, bahkan dari kalangan dalam koalisi pemerintah. Para kritikus menyebut kebijakan itu sebagai bentuk diskriminasi.
Army Radio menyebut bahwa militer berencana menyasar komunitas Yahudi besar di luar negeri, terutama di Amerika Serikat dan Prancis, dengan target merekrut sekitar 700 orang per tahun.
Kekurangan personel ini terjadi di tengah tekanan besar terhadap sistem cadangan militer Israel, yang telah dikerahkan selama berbulan-bulan dalam operasi militer di Gaza. Banyak tentara cadangan melaporkan mengalami trauma psikologis dan kelelahan akibat intensitas pertempuran.
Pada Juli lalu, harian Israel Maariv mengungkapkan bahwa untuk pertama kalinya, komandan senior mengakui skala krisis sumber daya manusia. Diperkirakan terdapat kekurangan sekitar 7.500 tentara aktif, dengan sejumlah pimpinan batalion bahkan menyatakan niat untuk pensiun dini karena beban kerja yang berat.
Di saat yang sama, kelompok perlawanan Palestina di Jalur Gaza, yang dipimpin oleh Sayap Militer Hamas, Brigade Al-Qassam, terus merilis rekaman operasi harian yang menargetkan pasukan Israel dalam pertempuran darat yang berlangsung sejak Oktober 2023.
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, lebih dari 61.900 warga Palestina telah tewas sejak dimulainya serangan militer Israel. Wilayah Gaza kini mengalami kehancuran besar-besaran, dengan kondisi kemanusiaan yang memburuk, termasuk kelaparan luas.
Pada November 2024, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant, atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga tengah menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) akibat operasi militernya di wilayah tersebut.