Pemerintah Suriah yang dipimpin oleh Presiden sementara Ahmed al-Sharaa telah mencapai kesepakatan dengan kelompok SDF (Pasukan Demokratik Suriah), yang didominasi oleh cabang Suriah dari YPG, yang merupakan sayap teroris dari PKK.
Kesepakatan ini mencakup gencatan senjata dan penggabungan pasukan SDF dengan tentara Suriah.
Kesepakatan tersebut ditandatangani pada hari Senin oleh Presiden sementara al-Sharaa dan Ferhat Abdi Şahin yang dikenal dengan nama kode “Mazloum Kobani”. Ia merupakan pemimpin buronan SDF, demikian diumumkan oleh kantor kepresidenan Suriah.
Langkah ini menandai terobosan besar yang dapat membawa sebagian besar wilayah Suriah kini berada di bawah kendali pemerintah.
Saat ini, SDF yang didukung oleh AS menguasai sepertiga wilayah Suriah, termasuk sebagian besar ladang minyak dan gas negara tersebut. YPG menggunakan nama SDF untuk memberikan kesan sah pada kelompoknya.
Kelompok ini, yang merupakan cabang Suriah dari kelompok teroris PKK, sebelumnya menolak untuk bergabung dengan Kementerian Pertahanan Suriah yang baru setelah jatuhnya rezim Assad di Suriah.
Kesepakatan yang akan diterapkan pada akhir tahun ini mencakup pengalihan kontrol atas semua pos lintas batas dengan Irak dan Turki di timur laut, bandara, serta ladang minyak ke pemerintah pusat.
Dalam kesepakatan ini, masyarakat Kurdi Suriah akan mendapatkan hak-hak mereka, termasuk pengajaran dan penggunaan bahasa mereka, yang sebelumnya dilarang selama puluhan tahun di bawah rezim Assad.
Kesepakatan ini juga mengatur integrasi lembaga-lembaga Suriah dan menegaskan kesatuan teritorial, serta menolak segala bentuk pemecahan negara.
Dalam pernyataannya, kantor kepresidenan juga menekankan jaminan partisipasi dan perwakilan warga Suriah dalam proses politik dan institusi negara berdasarkan prestasi, tanpa memandang latar belakang agama dan etnis.
Pernyataan tersebut juga menekankan bahwa komunitas Kurdi adalah komponen integral dari negara Suriah. Negara Suriah menjamin hak kewarganegaraan serta semua hak konstitusional.
Poin penting lain dalam kesepakatan ini antara lain: “Menjamin gencatan senjata di seluruh wilayah Suriah, integrasi semua institusi sipil dan militer di Suriah bagian timur laut, termasuk pos lintas batas, bandara, dan ladang minyak dan gas, ke dalam pemerintahan negara Suriah, mendukung perjuangan negara Suriah melawan sisa-sisa rezim Assad dan semua elemen yang mengancam keamanan serta kesatuan negara, menolak seruan untuk pemecahan negara, ujaran kebencian, dan upaya yang dapat memicu perpecahan di antara seluruh komponen masyarakat Suriah, serta pembentukan komite eksekutif untuk memastikan pelaksanaan kesepakatan ini sebelum akhir tahun.”
Sejak 2015, PKK/YPG telah menguasai beberapa provinsi Suriah, termasuk Deir el-Zour yang mayoritas penduduknya Arab, sebuah wilayah kaya sumber daya yang berbatasan dengan Irak, terbagi oleh Sungai Eufrat, dan menjadi rumah bagi banyak suku.
Kelompok teroris ini telah memaksa banyak warga setempat untuk mengungsi, mengganti struktur demografis dengan membawa anggotanya, melakukan penangkapan sewenang-wenang, menculik anak-anak dari suku-suku setempat untuk direkrut secara paksa, dan membunuh pemimpin suku untuk menundukkan kelompok-kelompok lokal.
Selain itu, kelompok ini juga merebut sumur-sumur minyak terbesar di Suriah dan menyelundupkan minyak ke rezim Suriah meskipun ada sanksi AS, untuk menghasilkan pendapatan bagi aktivitas mereka.
Pasukan AS di Suriah telah melatih ribuan teroris YPG/PKK di pangkalan militer mereka di wilayah tersebut dengan dalih memerangi terorisme. AS juga telah menyediakan persenjataan dan peralatan tempur dalam jumlah besar kepada teroris YPG/PKK.
Turki, yang memiliki pasukan di Suriah, dan kelompok oposisi yang didukung Turki di barat laut Suriah rutin terlibat bentrokan dengan PKK/YPG, yang berusaha membentuk koridor teror di sepanjang perbatasan negara tersebut.