Kota Bethlehem di Tepi Barat mempersiapkan Natal tanpa suasana meriah untuk tahun kedua berturut-turut akibat perang Israel di Gaza, lansir Anadolu.
Tahun ini, kota ini, termasuk Gereja Kelahiran yang dipercaya dibangun di atas gua tempat Yesus Kristus lahir, tidak memiliki suasana perayaan Natal.
Sebagai gantinya, doa untuk perdamaian dan seruan agar perang Israel di Gaza berakhir menggantikan perayaan yang biasa ada.
Pada umumnya, Bethlehem dihiasi dengan dekorasi Natal, dan pohon Natal besar biasanya didirikan di Alun-alun Manger, menarik wisatawan dari seluruh dunia.
Namun, akibat perang yang terus berlangsung di Gaza, sukacita yang biasanya ada di kota ini selama liburan Natal tidak terasa. Perayaan Natal tahun ini terbatas pada ritual keagamaan dan kunjungan keluarga.
Doa untuk Perdamaian
Pada Selasa, umat Kristen di Bethlehem, bersama puluhan peziarah asing, berdoa di Gereja Kelahiran.
Gereja yang biasanya penuh dengan umat pada Malam Natal kali ini tampak hampir kosong, sementara alun-alun yang biasanya ramai dengan wisatawan dan jemaat dari seluruh dunia kini sunyi.
Issa Thaljieh, pendeta komunitas Ortodoks Yunani di Bethlehem, menggambarkan kota ini sebagai “sedih dan suram” akibat perang yang sedang berlangsung.
Meskipun demikian, ia menyampaikan pesan perdamaian dan harapan.
“Pesan kami kepada dunia, meskipun ada rasa sakit, kesulitan, dan perang, adalah bahwa Kristus Palestina mengangkat doa di Natal ini untuk perdamaian, cinta, dan kasih sayang yang menyebar,” kata Thaljieh. “Dari Bethlehem, pesan cinta dan perdamaian disebarkan ke seluruh dunia.”
Thaljieh juga mengimbau umat Kristen Palestina untuk tetap teguh di tanah suci mereka. Ia menekankan bahwa tanah ini adalah tempat yang sangat suci, yang kini menjadi perhatian dunia, terutama di masa-masa sulit seperti ini.
Gambaran Suram
Wali Kota Bethlehem, Anton Salman, menggambarkan suasana Natal tahun ini sebagai “suram” karena perang yang terus berlangsung di Gaza. “Pesan Natal tidak berubah sejak Kristus lahir, yaitu pesan cinta,” kata Salman.
Salman menjelaskan bahwa Bethlehem memilih untuk merayakan Natal tahun ini tanpa dekorasi atau perayaan besar, hanya dengan doa, ritual keagamaan, dan permohonan agar penderitaan dan ketidakadilan terhadap rakyat Palestina segera berakhir.
Ia berharap dunia bisa melihat kenyataan yang dihadapi Palestina melalui ketidakhadiran dekorasi dan acara Natal, sebagai cara untuk membangkitkan kesadaran dunia agar bekerja untuk mengakhiri penderitaan rakyat Palestina, mengakhiri pendudukan, dan mencapai perdamaian yang adil.
Kerugian Ekonomi
Jeries Qumsieh, juru bicara Kementerian Pariwisata Palestina, mengatakan bahwa perayaan Natal tahun ini sangat suram, dengan perayaan yang terbatas pada ritual keagamaan saja. “Tahun ini tidak ada delegasi turis atau peziarah karena perang yang menghancurkan yang dilakukan Israel terhadap rakyat kami,” kata Qumsieh.
Bethlehem juga mengalami penurunan ekonomi yang signifikan, dengan tingkat pemesanan hotel hanya mencapai 3 persen tahun ini. Qumsieh memperkirakan kerugian harian Bethlehem akibat perang Israel antara $1 juta hingga $1,5 juta.
Sejak perang Israel di Gaza dimulai pada 7 Oktober 2023, total kerugian ekonomi Bethlehem diperkirakan mencapai sekitar $1 miliar.