Thursday, April 24, 2025
HomeBeritaDi bawah tekanan dunia, Israel pertimbangkan buka akses bantuan Gaza

Di bawah tekanan dunia, Israel pertimbangkan buka akses bantuan Gaza

Upaya internasional menekan Israel agar membuka akses bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza kian menguat.

Setelah lebih dari 18 bulan agresi militer yang menewaskan puluhan ribu warga dan menghancurkan infrastruktur sipil, tekanan dunia internasional terhadap Tel Aviv kini berfokus pada senjata baru yang digunakan Israel: kelaparan massal.

Stasiun televisi Israel, Channel 12, melaporkan bahwa Dewan Kabinet Keamanan Israel (kabinét) dijadwalkan menggelar pertemuan penting.

Perdana Menteri Benjamin Netanyahu meminta militer menyusun rencana distribusi bantuan ke Gaza—sebuah langkah yang menandai pergeseran dalam sikap resmi Israel.

Menurut Dr. Muhannad Mustafa, akademisi dan pakar isu-isu Israel, penggunaan kelaparan sebagai alat tekanan terhadap warga sipil Gaza telah memicu kecaman keras dari komunitas internasional.

Ketika tindakan tersebut berlangsung tanpa batas waktu yang jelas, dunia mulai bergerak.

Dalam pernyataan bersama, Menteri Luar Negeri Jerman, Prancis, dan Inggris menegaskan bahwa Israel memiliki kewajiban hukum internasional untuk mengizinkan masuknya bantuan.

“Kami mendesak Israel segera membuka akses bantuan kemanusiaan ke Gaza tanpa hambatan,” demikian bunyi pernyataan mereka.

Namun, masalah mendasar bukan sekadar teknis distribusi. Mustafa menilai bahwa perdebatan di internal Israel bukan mengenai logistik, melainkan arah politik dari operasi militer itu sendiri.

“Tidak ada visi politik yang jelas di balik agresi ke Gaza. Bagi militer, pendudukan hanyalah alat, bukan tujuan akhir,” ujarnya.

Kegagalan dan tersandung

Kondisi di tubuh militer Israel sendiri juga tidak solid. Kepala Staf Umum baru, Eyal Zamir, sebelumnya menetapkan tenggat empat hingga lima pekan untuk menyelesaikan operasi militer di Gaza.

Namun, rencana itu kandas akibat masalah logistik, lemahnya cadangan militer, serta perpecahan di kalangan pasukan.

Keretakan internal ini tergambar dalam pertemuan kabinet keamanan kemarin. Channel 12 mengungkap terjadinya pertengkaran sengit, saat Menteri Keuangan Bezalel Smotrich menyerang Kepala Staf Eyal Zamir dan Kepala Dinas Keamanan Dalam Negeri (Shin Bet) Ronen Bar atas pengelolaan perang yang dinilai gagal.

Sementara itu, menurut peneliti hubungan internasional Hossam Shaker, kepemimpinan militer baru Israel—termasuk Menteri Pertahanan Israel Katz—tidak mampu meraih pencapaian strategis baik di medan tempur maupun dalam negosiasi.

“Kekejaman mereka telah mencapai titik tertinggi, tetapi nihil hasil,” katanya.

Menanggapi posisi negara-negara Eropa, Shaker menyatakan bahwa meskipun pernyataan mereka menunjukkan ketidaknyamanan.

Hal itu belum cukup kuat untuk disebut sebagai tekanan nyata.

“Tanpa sikap kolektif dari negara-negara Arab, tekanan itu tidak berarti banyak,” tegasnya.

Sementara itu, Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Urusan Kemanusiaan menyampaikan peringatan keras: Gaza kini dalam kondisi tercekik.

Menurut mereka, warga Gaza secara sengaja dibiarkan tanpa akses ke kebutuhan dasar untuk bertahan hidup.

Laporan terbaru dari UNRWA (Badan PBB untuk Pengungsi Palestina) pun mempertegas krisis yang terjadi.

Selama 7 minggu terakhir, Israel disebut secara sistematis menolak masuknya bantuan medis, logistik, vaksin anak-anak, bahan bakar, dan bahan makanan ke Gaza.

Dalam konteks inilah, pembicaraan tentang bantuan kemanusiaan tidak dapat dipisahkan dari tekanan geopolitik yang lebih luas.

Selama belum ada titik temu antara kekuatan militer Israel dan desakan komunitas internasional, maka harapan akan aliran bantuan tetap bergantung pada dinamika politik yang terus berubah.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular