Seorang ahli bedah asal Inggris yang bekerja di Gaza selama sebulan menyatakan bahwa ia menyaksikan sejumlah anak yang mengalami luka tembak di kepala setelah mereka “secara sengaja menjadi sasaran” penembak jitu Israel.
“Itu tidak masalah siapa Anda di Gaza. Jika Anda orang Palestina, Anda adalah sasaran,” kata Nizam Mamode dalam sebuah sesi Komite Pembangunan Internasional di Parlemen Inggris yang membahas situasi kemanusiaan di Gaza, Selasa (12/11).
Mamode, yang bekerja di Rumah Sakit Nasser di Gaza dari pertengahan Agustus hingga pertengahan September, menjelaskan bahwa 60% hingga 70% dari pasien yang mereka rawat adalah perempuan dan anak-anak.
Menanggapi pertanyaan tentang pengalamannya merawat perempuan dan anak yang terluka, Mamode menyebutkan luka tembak di kepala akibat sniper Israel.
“Kami melihat sejumlah anak yang terluka di kepala oleh sniper, satu tembakan tepat di kepala. Tidak ada luka lain. Jadi jelas, mereka memang sengaja dijadikan sasaran oleh sniper Israel, dan itu terjadi setiap hari,” ujarnya.
Mamode, yang sebelumnya pernah bekerja di beberapa zona konflik berbahaya, menekankan bahwa ia belum pernah menyaksikan kekerasan sebesar yang ia lihat di Gaza.
“Saya pernah bekerja di berbagai zona konflik di seluruh dunia. Saya berada di Rwanda saat genosida terjadi. Tapi saya belum pernah melihat hal sebesar ini sebelumnya,” katanya.
“Saya juga belum pernah berada di area konflik di mana bantuan medis dibatasi seperti ini… Tidak ada pasokan yang diperbolehkan masuk, fasilitas kesehatan dibom, ambulans diserang, dan tenaga medis dibunuh.”
“Jika semua itu tidak terjadi, maka puluhan ribu nyawa bisa diselamatkan,” tambahnya.
Mamode menegaskan bahwa setiap tentara yang terlibat dalam perang memiliki tanggung jawab terhadap populasi sipil di kedua belah pihak, namun ia mengatakan yang ia lihat di Gaza adalah kebalikan dari itu.
Sulit Temukan kata lain selain genosida
Ketika ditanya apakah ia menganggap apa yang ia lihat di Gaza sebagai genosida, Mamode menjawab, “Sulit untuk menemukan kata lain untuk itu, mengingat apa yang kami saksikan. Dan saya yakin bahwa orang Palestina merasa seperti itulah yang sedang terjadi pada mereka, ada rasa pasrah bahwa mereka hanya menunggu untuk mati tanpa kesempatan untuk melarikan diri. Jadi, dalam satu kata, ya.”
Ia kemudian ditanya tentang klaim tentara Israel yang mengatakan bahwa mereka menjatuhkan selebaran untuk memperingatkan orang-orang agar berpindah ke area lain sebelum menargetkan lokasi tersebut.
Mamode menjawab bahwa sebagian besar korban yang mereka tangani berasal dari Zona Hijau, yang seharusnya tidak menjadi sasaran, dan banyak dari mereka tidak mendapat peringatan atau kesempatan untuk dievakuasi.
“Kami pernah mengalami kendaraan yang dihancurkan hanya lima meter dari ruang gawat darurat di jalan utama. Kami tentu saja tidak mendapat peringatan apapun. Jika saya sedang menyeberang jalan untuk membeli sesuatu, itu akan jadi akhir bagi saya,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa penginapan yang semula dijadikan tempat aman juga menjadi sasaran serangan Israel di Gaza.
“Tujuan dari serangan ini adalah untuk menghalangi para pekerja bantuan datang, dan saya rasa itu serupa dengan penembakan konvoi-konvoi PBB, serta serangan terhadap rumah sakit dan ambulans,” ujar Mamode.
Ia menambahkan bahwa apa yang terjadi di Gaza “tidak bisa disebut selain sebagai hukuman kolektif,” sebuah upaya berkelanjutan untuk memberantas sebagian besar populasi.
Sesi tersebut berlangsung menjelang batas waktu bagi Israel untuk memastikan bantuan lebih banyak dapat masuk ke Gaza, atau menghadapi potensi pemotongan bantuan militer dari AS.
Inggris perlu tanggapi serius
Setelah sesi tersebut, Sarah Champion, ketua komite, menyebutkan bahwa contoh-contoh yang diberikan Mamode adalah “sangat mendalam dan sangat mengerikan.”
“Melihat bukti ini, Inggris perlu serius mempertimbangkan kemungkinan bahwa hukum kemanusiaan internasional telah dilanggar secara terang-terangan di Gaza,” tambahnya.
Mengenai kesaksian Mamode tentang anak-anak yang ditembak oleh pesawat tanpa awak, Champion juga mengingatkan bahwa Mamode mengetahui ada lima konvoi PBB yang dilindungi kendaraan lapis baja yang diserang oleh pasukan Israel.
“Tapi dampak langsung dari konflik ini terhadap penduduk hanya merupakan puncak dari gunung es,” lanjutnya.
“Komite ini akan melakukan segala yang kami bisa untuk menindaklanjuti kesaksian luar biasa dari Profesor Mamode dan memastikan bahwa pengalamannya didengar dengan jelas. Jika para pemimpin belum mendengarkan, mereka seharusnya sudah mendengarnya sekarang,” tegas Champion.
Israel telah melanjutkan serangan yang menghancurkan di Gaza sejak serangan kelompok perlawanan Palestina, Hamas, pada Oktober 2023, meskipun Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang meminta gencatan senjata segera.
Hampir 43.700 orang tewas di Gaza, sebagian besar perempuan dan anak-anak, dan lebih dari 103.000 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan Palestina.
Israel juga menghadapi kasus genosida di Pengadilan Internasional atas perang mematikan mereka di Gaza.