Utusan khusus Amerika Serikat untuk Suriah, Tom Barrack, menyatakan bahwa kekerasan terhadap komunitas Druze di Suriah selatan kemungkinan dilakukan oleh milisi ISIS, bukan oleh pasukan pemerintah Suriah.
Dalam wawancara dengan kantor berita Reuters di Beirut, Selasa (22/7/2025), Barrack mengatakan bahwa kelompok bersenjata yang melakukan kekejaman mungkin menyamar menggunakan seragam militer pemerintah Suriah.
“Pasukan Suriah tidak masuk ke kota tersebut. Kekejaman yang terjadi tidak dilakukan oleh pasukan Suriah. Mereka bahkan tidak berada di kota, karena sebelumnya telah menyepakati dengan Israel untuk tidak masuk,” ujar Barrack.
Provinsi Sweida di Suriah selatan menjadi lokasi bentrokan sektarian antara komunitas mayoritas Druze dan suku Badui Sunni. Sekitar 1.000 orang dilaporkan tewas dalam konflik yang memicu kecaman internasional, terutama setelah beredar rekaman video yang memperlihatkan dugaan eksekusi terhadap warga Druze oleh pasukan yang disebut pro-pemerintah.
Barrack meragukan keaslian video tersebut, dengan menyebut bahwa video itu “sangat mungkin telah dimanipulasi secara digital”.
Intervensi Israel dan reaksi Washington
Konflik di Sweida juga menarik perhatian Israel, yang melancarkan serangan udara terhadap posisi militer Suriah dengan alasan melindungi komunitas Druze. Israel diketahui memiliki populasi Druze sekitar 150.000 orang.
Namun, intervensi Israel justru mengejutkan pemerintahan Presiden Donald Trump. Gedung Putih menyatakan bahwa Trump “terkejut” dengan langkah militer Israel, yang juga dinilai mengganggu diplomasi AS dan negara-negara Teluk di Suriah.
Menurut sumber diplomatik, Arab Saudi bahkan telah mendesak agar pasukan pemerintah Suriah dikerahkan ke Sweida, meski Israel menentangnya.
Dukungan Barrack untuk Pemerintahan Sharaa
Barrack, yang juga menjabat Duta Besar AS untuk Turki, tengah memimpin upaya pencabutan sanksi terhadap Suriah serta mendorong keterlibatan negara-negara Teluk dalam rekonstruksi pascaperang. Ia dikenal berupaya menjaga keseimbangan antara perlindungan terhadap kelompok minoritas dan dukungan terhadap pemerintah pusat di Damaskus.
Dalam konferensi pers di Beirut, Barrack menyampaikan bahwa Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa perlu meninjau kembali pendekatan pemerintahannya, terutama setelah konflik berdarah di Sweida.
“Sharaa perlu beradaptasi dengan cepat, karena jika tidak, ia akan kehilangan dukungan yang semula berada di belakangnya,” katanya. Ia menambahkan bahwa tema kepemimpinan Sharaa “tidak berjalan sebagaimana mestinya”.
Barrack juga menyarankan agar Sharaa mengurangi pengaruh kelompok Islamis dalam tubuh militer dan meningkatkan kerja sama keamanan dengan negara-negara kawasan.