Saturday, November 22, 2025
HomeBeritaDulu saling serang, kini Trump beri sambutan hangat untuk Mamdani

Dulu saling serang, kini Trump beri sambutan hangat untuk Mamdani

Presiden Amerika Serikat Donald Trump memberikan sambutan yang mungkin paling hangat sejauh ini kepada seorang tokoh politik yang berseberangan dengan dirinya. Trump sebelumnya pernah menyebut wali kota terpilih New York City, Zohran Mamdani, sebagai “komunis”, “jihadis”, dan “pembenci Yahudi”.

Mamdani pun pernah melabeli Trump sebagai “despot” dan “fasis”.

Namun dalam pertemuan perdana mereka di Gedung Putih, Jumat waktu setempat, suasana justru berbalik hangat. Pertemuan berlangsung sekitar 40 menit, dan Trump secara mengejutkan melontarkan pujian kepada Mamdani.

“Saya akan mendukungnya,” ujar Trump kepada para wartawan sambil duduk di belakang meja kerjanya, dengan Mamdani berdiri di sampingnya. “Beberapa pandangan saya berubah setelah berdiskusi—saya tak akan menjelaskan yang mana—tetapi saya yakin ia bisa bekerja dengan baik. Ia bahkan bisa mengejutkan sebagian kalangan konservatif.”

Ketika ditanya apakah ia masih menganggap Mamdani seorang “komunis”, Trump menjawab, “Kita semua berubah,” seraya menambahkan bahwa ia tidak lagi melihat Mamdani sebagai “jihadis”.

Saat Mamdani ditanya apakah ia masih menganggap Trump sebagai “despot” atau “fasis”, Trump menanggapi dengan senyum dan candaan bahwa ia sudah pernah dipanggil jauh lebih buruk dari itu. Mamdani hanya membalas dengan senyum dan anggukan.

Fokus pada isu affordability

Mamdani tetap konsisten dengan pesan kampanyenya tentang keterjangkauan biaya hidup. Ia menyatakan bahwa pertemuan dengan Trump difokuskan pada tujuan bersama dalam melayani warga New York, bukan pada perbedaan pandangan yang besar di antara keduanya.

“Ini menyangkut kehidupan delapan setengah juta warga yang tengah menghadapi krisis biaya hidup, dengan satu dari empat hidup dalam kemiskinan,” ujarnya.

Ketika ditanya apakah “New York mencintai Trump”, Mamdani menjaga pesan kampanyenya: “New York mencintai masa depan yang terjangkau.”

Wali kota terpilih kelahiran Uganda yang akan dilantik pada 1 Januari itu juga mengungkapkan adanya irisan pemilih antara dirinya dan Trump di beberapa wilayah Queens. Menurutnya, banyak warga—termasuk pemilih Trump—menyuarakan kelelahan melihat pajak mereka mengalir ke perang yang tak berujung.

Terkait tuduhan bahwa ia pernah menyebut AS terlibat dalam genosida di Gaza, Mamdani menegaskan bahwa kritiknya diarahkan pada pemerintah Israel, sementara pemerintah AS disebutnya mendanai tindakan tersebut. Ia menyampaikan kekhawatirannya itu dalam pertemuan dengan Trump.

Trump, yang tengah mengampanyekan penurunan harga kebutuhan pokok dan “perdamaian di Timur Tengah”, mengaku senang menemukan kesamaan basis pemilih dengan Mamdani. Hal ini ia sampaikan meski beberapa wartawan menyoroti perbedaan mencolok di antara keduanya.

Dalam satu kesempatan, Mamdani menolak pernyataan aktivis sayap kanan yang menuding bahwa rencana kenaikan pajaknya akan “menyasar orang kulit putih”. Ia menegaskan bahwa kebijakan pajak yang akan diperjuangkannya adalah sistem yang adil dan dapat dipertanggungjawabkan.

Menanggapi pertanyaan apakah ia merasa nyaman tinggal di New York di bawah kepemimpinan Mamdani, Trump menjawab, “Tentu. Kami sepakat dalam hal yang lebih banyak dari yang saya kira.”

Trump juga menyebut bahwa ia kini lebih berniat membantu, bukan mengancam pemotongan anggaran, seperti pernyataannya sebelumnya.

Populisme yang saling bersinggungan

Kesediaan Trump untuk bertemu Mamdani dinilai menandai upaya merangkul sebagian sentimen populis yang turut mendorong kemenangan Mamdani. Trump mengaku kagum bahwa Mamdani mampu melonjak dari elektabilitas satu digit menjadi wali kota New York.

Dalam wawancara sebelumnya dengan program 60 Minutes, ketika ditanya mengenai kemiripan dirinya dengan Mamdani, Trump sempat bercanda bahwa ia “jauh lebih tampan”. Namun ia tetap menyebut bahwa jika seorang “komunis” memimpin New York, dana federal yang dikirim ke kota itu akan sia-sia.

Gedung Putih melalui sekretaris pers Karoline Leavitt bahkan menyebut kunjungan Mamdani sebagai gambaran arah baru Partai Demokrat yang semakin ke kiri. Namun ia juga menyatakan bahwa Presiden Trump bersedia bertemu siapa pun demi kepentingan rakyat Amerika, apa pun latar belakang politik mereka.

Sementara itu, situs resmi Democratic Socialists of America (DSA), organisasi tempat Mamdani bernaung, menegaskan dukungan terhadap sistem yang memberi suara kuat bagi warga dalam ekonomi dan kehidupan sosial, termasuk kepemilikan kolektif atas sektor-sektor ekonomi penting.

Dalam wawancara dengan jurnalis Mehdi Hassan awal pekan ini, Mamdani menilai bahwa kemenangan dirinya dan kemenangan Trump sama-sama menunjukkan melemahnya relevansi Demokrat arus utama. Ia menyebut kelompok pemilih muda, pemilih Asia, dan pemilih laki-laki muda—yang sebelumnya diasumsikan menjauh dari partai—justru dapat menjadi basis kemenangan bila didekati dengan pesan yang tepat.

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Kandidat PhD bidang Hubungan Internasional Universitas Sains Malaysia. Peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terpopuler