Delegasi Indonesia mendapat kesempatan berkunjung ke rumah mendiang Ismail Haniyah, pemimpin biro politik Hamas, pada Sabtu, (3/8) sehari setelah dimakamkannya jenazah di Doha, Qatar.
Delegasi dipimpin Ustadz Bachtiar Nasir dan diikuti sejumlah perwakilan organisasi seperti pendiri International Networking for Humanitarian (INH) Muhammad Husein, dan tim Gaza Media.
Pihak keluarga Haniyah beserta sejumlah anggota senior Hamas menyambut delegasi Indonesia dengan ramah, dengan suguhan kopi Arab dan kurma manis.
Mewakili keluarga Haniyah adalah Muhammad Nassir, anggota biro politik Hamas yang membersamai Abul Abed (sapaan akrab Haniyah) di kediaman yang sama saat terjadi serangan yang menewaskan Haniyah dan pengawalnya, Wisam Abu Sya’ban pada dini hari Rabu 31/7 itu.
“Saat itu saya di tempat yang sama dengan Abul Abed, di lantai empat tetapi di kamar yang berbeda,” kata Abu Umar, nama kunyah dari Muhammad Nassir.
Berikut penuturan Abu Umar tentang sosok Abul Abed Ismail Haniyah:
“Sebagai sosok pemimpin, Abul Abed adalah sosok yang diterima kalangan luas. Beliau keluar dari Gaza (pada 2019), karena memang sangat diperlukan untuk menjalin hubungan dengan dunia internasional untuk kemaslahatan Palestina.”
“Hal inilah yang ditakutkan oleh musuh (Israel). Karena dia bisa menyatukan dan menyemangati umat.”
“Beliau adalah sosok yang pemberani, mempunyai pandangan, dia tahu apa yang dia inginkan dan tahu bagaimana mewujudkan apa yang dia inginkan.”
Adapun Abul Abed sebagai sosok manusia, kata Abu Umar, adalah sosok lemah lembut kepada semua orang dan tidak pemarah. Abul Abed juga sangat dekat dengan rakyatnya. Kata dia, setiap orang yang pernah ke Gaza tahu akan hal ini.
“Saya ingat saat perang 2012 berakhir, tapi saat itu asap bekas ledakan masih terlihat di langit. Kami turun dari mobil berjalan kaki berkeliling bertemu warga. Warga menyapa dan bersalaman dengan dia, berbincang-bincang, dan minum kopi bersama.”
Abu Umar mengatakan, seolah-olah tercermin pada dirinya: “Asyiddaa u ‘alal kuffari ruhamaa u bainahum.” ( Surat Al-Fath ayat 29) artinya terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.
Abu Umar mengingatkan, bahwa Abul Abed hakikatnya tidak mati. Dia mengutip dan menjelaskan ayat:
وَلَا تَحْسَبَنَّ ٱلَّذِينَ قُتِلُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمْوَٰتًۢا ۚ بَلْ أَحْيَآءٌ عِندَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
Artinya: Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.
Abu Umar menjelaskan, dari kata walaa tahsabannaa (jangan kamu mengira) bermakna larangan untuk sekedar menyangka atau berpikiran bahwa orang-orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati.
“Bahkan mereka hidup di sisi Tuhan mereka dan diberi rizki,” kata Abu Umar.
Abu Umar mengatakan, syahidnya Abul Abed dari segi politik adalah kerugian yang besar bagi umat ini.
“Tapi kita bersangka baik kepada Allah, darahnya akan menjadi laknat bagi Israel. Taufan Al Aqsa jadi permulaan dari kehancuran Israel,” katanya.
Saat-saat terakhir bersama
Abu Umar menceritakan, dia bersama Abul Abed pada jam-jam terakhir. Mereka duduk bersama di atas kursi panjang mengikuti berita serangan Israel di Beirut, Lebanon yang menewaskan komandan Hizbullah Fuad Shukr.
“Saat itu sekitar pukul 11 malam (Selasa 30 Juli),” kata Abu Umar menuturkan.
Kata dia, kita tidak pernah mengetahui hal apa yang telah menanti kami dua jam kemudian. “Ini adalah takdir kami sebagai rakyat (Palestina). Tetapi Alhamdulillah.”
Saat ditanya sumber ledakan berasal dari apa, dia menjawab, “dari roket”.
Abu Umar mengatakan, wasiat Abul Abed adalah untuk menyatukan ummat ini dan mengerahkan semua potensi ummat untuk membebaskan Palestina dan Al-Quds.
“Terima kasih atas takziyah kalian dari Indonesia. Haniyah bukan hanya milik kami, tapi milik ummat. Milik rakyat Palestina, bangsa Arab dan umat Islam.”
“Abul Abed milik ummat, bukan milik Hamas,” kata Abu Umar menegaskan.
Pada akhir kunjungan, istri dari Abul Abed, Amal Haniyah menyempatkan menyapa delegasi Indonesia dan menguncapkan terima kasih atas kunjungan dan bela sungkawa untuk Abul Abed. “Sebagai negeri Muslim kalian memang harus bersama Gaza dan Palestina. Harus itu.”
“Semoga Allah meridai kalian, menjaga rakyat kalian dan menjaga negeri kalian,” ujar Amal, yang juga akrab disapa dengan Ummul Abed.