Thursday, March 6, 2025
HomeBeritaEXPLAINER: Apa saja aturan kunci dalam konstitusi baru Suriah

EXPLAINER: Apa saja aturan kunci dalam konstitusi baru Suriah

Presiden interim Suriah, Ahmed al-Sharaa, baru-baru ini mengumumkan pembentukan sebuah komite yang terdiri dari tujuh anggota untuk menyusun deklarasi konstitusi yang akan mengatur transisi negara tersebut. Langkah ini memicu berbagai pertanyaan mengenai bentuk negara yang akan muncul di era pasca-Assad.

Dalam pernyataan yang dirilis pada Ahad, pihak kepresidenan mengungkapkan bahwa “pembentukan komite para ahli” ini bertujuan untuk menyusun “deklarasi konstitusi yang mengatur fase transisi” di Suriah.

Komite tujuh orang tersebut akan “menyampaikan usulan mereka kepada presiden”, meski tidak ada batas waktu yang jelas untuk penyelesaiannya.

Pemerintah baru Suriah kini tengah fokus pada upaya membangun kembali negara dan institusinya setelah 13 tahun konflik brutal, serta berakhirnya kekuasaan rezim Assad yang telah berlangsung selama 50 tahun dengan tangan besi.

Mengingat sifat revolusi yang menggulingkan rezim Assad, penyusunan konstitusi baru menjadi hal yang tak terhindarkan.

Konstitusi yang Menentukan Masa Depan Suriah

Isi dari konstitusi baru ini diperkirakan akan sangat menentukan arah masa depan Suriah, terutama mengingat adanya keraguan mengenai niat al-Sharaa, mengingat hubungan masa lalunya dengan kelompok al-Qaeda.

Berikut adalah ringkasan dari The New Arab terkait apa yang diketahui sejauh ini mengenai konstitusi Suriah.

Presiden Muslim

Pekan lalu, The New Arab melaporkan bahwa sebuah konferensi dialog nasional di Damaskus telah menggariskan jalur potensial menuju Suriah baru. Sebuah pernyataan yang dirilis setelah konferensi satu hari tersebut – yang diadakan mendadak dan hanya memberi waktu singkat bagi peserta untuk mempersiapkan diri – membuka jalan bagi pembentukan komite tujuh orang untuk menyusun deklarasi konstitusi transisi.

Pernyataan tersebut menekankan pentingnya kebebasan berpendapat dan hak asasi manusia. Menurut kantor berita negara SANA, konferensi tersebut mengeluarkan beberapa deklarasi, termasuk pembentukan dewan legislatif, komitmen terhadap keadilan transisi, hak asasi manusia, dan jaminan kebebasan berekspresi. Namun, rincian resmi lebih lanjut tidak diungkapkan, meninggalkan banyak pertanyaan mengenai bentuk konstitusi yang akan diterapkan.

Al Jazeera Arab melaporkan pada Ahad bahwa deklarasi konstitusi mencakup ketentuan bahwa presiden Suriah harus seorang Muslim.

Pluralisme Politik

Menurut laporan media Arab, presiden Suriah nantinya diwajibkan untuk menunjuk Majelis Rakyat dalam waktu 60 hari setelah deklarasi konstitusi diterbitkan. Majelis tersebut akan terdiri dari 100 anggota, dengan tujuan menjamin “representasi yang adil dari berbagai kelompok dan efisiensi”.

Dalam deklarasi konstitusi ini, presiden juga akan menunjuk anggota majelis melalui keputusan dekrit untuk masa jabatan dua tahun. Era pasca-Assad juga kemungkinan besar akan memungkinkan pembentukan partai politik, yang akan diizinkan berdasar prinsip-prinsip nasional dalam undang-undang yang akan datang.

Selain itu, deklarasi konstitusi menyebutkan bahwa pemimpin Suriah akan menjabat sebagai panglima tertinggi tentara dan angkatan bersenjata.

Kekhawatiran Warga Suriah

Warga Suriah terus mengungkapkan kekhawatiran terkait kurangnya inklusivitas meski klaim dari kepemimpinan baru menekankan pentingnya hal tersebut.

The New Arab sebelumnya melaporkan bahwa warga Suriah mengingatkan soal beberapa masalah yang terungkap setelah konferensi dialog nasional, di mana komite persiapan lebih banyak didominasi oleh kelompok yang memiliki kedekatan dengan pemerintahan transisi, yang banyak diisi oleh mantan anggota Hayat Tahrir al-Sham (HTS), kelompok pemberontak Islamis yang berperan penting dalam menggulingkan rezim Assad pada 8 Desember.

Bassam Alahmad, CEO dari Syrians for Truth and Justice, menyoroti beberapa aspek yang dinilai eksklusif dalam wawancaranya dengan The New Arab, antara lain undangan kepada individu-individu, bukan perwakilan dari organisasi masyarakat sipil, penghapusan Hassakeh dan Raqqa dari survei online untuk peserta, serta pengecualian kelompok seperti administrasi yang dipimpin Kurdi (AANES) di timur laut negara tersebut.

Pengecualian separatis PKK

Pihak separatis PKK juga tercatat tidak terlibat dalam komite konstitusi yang ditugaskan untuk menyiapkan draf konstitusi permanen Suriah. Pemerintah Suriah baru-baru ini melakukan pembicaraan dengan Pasukan Demokratik Suriah (SDF), kelompok yang dipimpin oleh tokoh Kurdi dan menguasai sebagian besar wilayah timur laut Suriah.

SDF yang didukung AS enggan untuk menyerahkan senjata mereka dan menyuarakan keinginan untuk memperoleh otonomi di wilayah yang mereka kuasai, yang ditolak oleh pemerintah Suriah.

Namun, pada bulan Februari, SDF dan Dewan Demokratik Suriah (SDC) sepakat untuk mengintegrasikan pasukan militer mereka ke dalam tentara pemerintahan Suriah yang baru. Kesepakatan ini juga diyakini melibatkan Administrasi Otonom Suriah Utara dan Timur (Rojava), yang merupakan otoritas sipil yang mengatur wilayah yang dikuasai SDF.

Pemerintah baru Suriah menekankan komitmennya untuk menjembatani perbedaan sektarian dengan menyatakan perlindungan terhadap kelompok minoritas dan menyerukan persatuan nasional.

Pada bulan Desember, sebuah pemerintahan sementara ditunjuk untuk memimpin negara tersebut hingga 1 Maret, ketika pemerintah baru dijadwalkan terbentuk, setelah dimulainya konflik Suriah pada 2011.

Konflik ini bermula setelah Assad menanggapi dengan keras protes anti-pemerintah, yang kemudian berkembang menjadi perang saudara yang menewaskan lebih dari 500.000 orang, mengungsi jutaan orang baik di dalam maupun luar negeri, serta merusak ekonomi, infrastruktur, dan industri negara.

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Pengajar HI Universitas Al Azhar Indonesia, Mahasiswa PhD Hubungan Antarbangsa Universitas Sains Malaysia.
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular