Faksi-faksi perlawanan Palestina dengan tegas mengecam mekanisme distribusi bantuan kemanusiaan melalui perusahaan keamanan swasta asal Amerika Serikat yang didukung oleh militer Israel.
Dalam pernyataan bersama yang dirilis pada Selasa (28/5), faksi-faksi tersebut menyebut langkah ini sebagai “penghinaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan” dan bagian dari rencana sistematis untuk mengubah Gaza menjadi “kamp-kamp penahanan”.
“Distribusi bantuan melalui perusahaan Amerika bukanlah langkah kemanusiaan, melainkan upaya untuk menghinakan rakyat kami dan mengubah Gaza menjadi kanton-kanton terisolasi,” demikian isi pernyataan itu.
Mereka juga menyebut tujuan dari mekanisme ini sebagai upaya mengosongkan wilayah utara dan tengah Gaza dari penduduknya, guna memuluskan rencana pemindahan paksa ala Zionis.
Menurut faksi-faksi tersebut, militerisasi dalam proses distribusi bantuan merupakan bagian dari strategi Israel untuk melemahkan peran lembaga-lembaga kemanusiaan internasional, terutama badan-badan di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Menanggapi kondisi tersebut, faksi-faksi perlawanan menyerukan agar distribusi bantuan dikembalikan ke jalur yang adil, manusiawi, dan bebas dari intervensi militer.
“Kami menolak segala bentuk politisasi atau pengamanan militer terhadap bantuan. UNRWA memiliki kapasitas, pengalaman, data, dan mandat internasional yang jelas untuk menangani distribusi bantuan secara bermartabat dan sesuai hukum internasional,” tegas mereka.
UNRWA—Badan PBB untuk Pengungsi Palestina—selama ini menjadi aktor utama dalam penyediaan layanan dasar dan bantuan kemanusiaan di Gaza, meskipun belakangan menghadapi tekanan politik dan pemotongan dana dari sejumlah negara Barat.
Ketua Jaringan Lembaga Swadaya Masyarakat Palestina di Gaza, dalam wawancara dengan Al Jazeera, menyebut langkah Israel sebagai manipulasi terang-terangan terhadap opini internasional.
Ia menegaskan bahwa rakyat Gaza dipaksa menempuh jalur-jalur yang sulit dan berbahaya demi mendapatkan bantuan.
Ia juga menambahkan bahwa mekanisme distribusi yang baru tidak memenuhi prinsip-prinsip dasar kerja kemanusiaan.
“Ini adalah sistem yang mengabaikan martabat manusia,” katanya.
Ia juga menyebut bahwa semua komponen masyarakat sipil Palestina menolak mekanisme distribusi baru tersebut.
Ketegangan meningkat pada hari Selasa, ketika perusahaan keamanan Amerika yang bertugas mengelola pusat distribusi bantuan di Rafah, selatan Jalur Gaza, kehilangan kendali atas lokasi tersebut.
Ribuan warga yang kelaparan memadati pusat distribusi, menyebabkan kericuhan.
Menurut laporan harian Israel al-Yaoum, tentara Israel melepaskan tembakan peringatan ke udara dan mengerahkan helikopter untuk mengevakuasi personel perusahaan tersebut.
Pasukan Israel kemudian berhasil mengevakuasi sebagian dari kompleks distribusi bantuan, namun sejumlah warga tetap masuk melalui celah di pagar pembatas.
Sementara itu, lembaga penyiaran Israel melaporkan bahwa para penjaga bersenjata dari perusahaan keamanan kehilangan kendali penuh atas situasi dan bahwa beberapa peralatan milik perusahaan berhasil diambil alih oleh warga yang memadati lokasi.