Gerakan Fatah Palestina memperingatkan bahwa penjajah Israel berupaya untuk “menghabisi” pemimpin Palestina, Marwan Barghouti, setelah ia dilaporkan kembali diserang oleh petugas penjara.
Barghouti, tokoh populer di kalangan rakyat Palestina, telah dipenjara di Israel sejak 2002 setelah pengadilan Israel memvonisnya atas tuduhan pembunuhan, mengklaim bahwa ia berada di balik serangan-serangan di Israel.
Barghouti dijatuhi hukuman lima kali penjara seumur hidup.
Saat ini, Barghouti ditahan di Penjara Megiddo, Israel Utara, di mana ia mengalami serangan terbaru tersebut.
Menurut seorang pengacara dari Komisi Urusan Tahanan dan Mantan Tahanan Palestina, Barghouti diserang bersama sejumlah tahanan lainnya pada awal bulan lalu, namun insiden tersebut baru terungkap.
“Sebuah unit pasukan penindas penjara menyerang Barghouti secara brutal dalam ruang isolasi pada 9 September,” jelas pengacara tersebut seperti dilansir New Arab pada Senin (28/10).
Ia menambahkan bahwa Barghouti mengalami cedera pada tulang rusuk, anggota tubuh, punggung, lengan kanan, serta mengalami pendarahan di telinga kanannya.
Barghouti telah berada dalam sel isolasi sejak perang Gaza pecah pada Oktober 2023. Sebelumnya, ia juga dilaporkan mengalami pemukulan pada Desember 2023 dan Maret 2024.
“Apa yang dialami Komandan Marwan Barghouti… adalah upaya untuk menghabisi dirinya melalui keputusan dari pemerintah pendudukan ekstrem,” demikian pernyataan Komite Sentral Fatah.
Fatah mengecam “serangan brutal yang berulang terhadap para tahanan… yang terus menerus menghadapi serangan dan kekejaman yang sangat berat, termasuk isolasi, pemukulan, serta perampasan total terhadap hak-hak dasar yang diatur dalam konvensi internasional.”
Fatah memperingatkan bahwa nyawa Barghouti dan tahanan lainnya berada dalam bahaya. Fatah juga mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan kelompok-kelompok hak asasi manusia untuk segera campur tangan, serta meminta Komite Palang Merah Internasional dan PBB menekan Israel agar mengizinkan kunjungan kepada Barghouti dan tahanan Palestina lainnya yang berada dalam penahanan.
Barghouti, yang kini berusia enam puluhan tahun, dikenal sebagai pemimpin cabang bersenjata Fatah, Tanzim, selama Intifada Kedua yang dimulai pada tahun 2000, setelah perundingan Israel-Palestina yang ditengahi oleh Amerika Serikat di Camp David mengalami kegagalan.
Perannya dalam perlawanan Palestina serta penahanannya telah membuatnya dibandingkan dengan Nelson Mandela dari Afrika Selatan. Seni dan grafiti yang menggambarkan Barghouti dapat ditemukan di dinding-dinding pemisah dan pos pemeriksaan di Tepi Barat.
Seperti banyak tahanan Palestina lainnya, Barghouti telah berulang kali menghadapi penyiksaan di penjara Israel.
Penjara Megiddo mencuat pada bulan September ketika Haaretz mempublikasikan foto dan video yang menunjukkan para tahanan disiksa oleh petugas penjara. Saat itu, Layanan Penjara Israel menyebut tindakan tersebut sebagai “latihan rutin.”