Monday, March 10, 2025
HomeBeritaFilm dokumenter ungkap kengerian pelanggaran di sekolah agama Israel

Film dokumenter ungkap kengerian pelanggaran di sekolah agama Israel

Surat kabar Haaretz menerbitkan laporan tentang film dokumenter oleh seorang produser dan sutradara yang mengungkap berbagai penyiksaan, pelanggaran fisik, dan bahkan pelecehan seksual yang dialami anak-anak kecil.

Pelanggaran itu dilakukan di tangan para rabi dan guru di sekolah-sekolah keagamaan yang berafiliasi dengan kelompok Yahudi Ultra-Ortodoks Haredi di Israel.

Dalam laporan yang ditulis oleh koresponden surat kabar Ido David Cohen, disebutkan bahwa para guru di sekolah-sekolah keagamaan Haredi tersebut menggunakan hampir segala sesuatu sebagai alat hukuman.

Baik itu ikat pinggang, palu, selang plastik, tongkat, atau penggaris, untuk mengajarkan hukum Yahudi. Hal itu sebagaimana tertulis dalam Taurat dan Talmud kepada murid-murid laki-laki yang masih kecil.

Produser dan sutradara Israel, Meni Philip, dalam film dokumenter barunya berjudul “No Child Survived” mengungkap pengalaman pribadinya di sekolah-sekolah tersebut ketika dia masih kecil. Beberapa di antaranya masih terekam jelas dalam ingatannya.

Dia hadir di sekolah-sekolah Haredi, tepatnya di permukiman Petah Tikva, timur laut Tel Aviv pada tahun 1970-an.

Meskipun dia tidak ingat persis bentuk kekerasan yang dilakukan terhadapnya, ia menyadari bekas luka yang ditinggalkan oleh pelecehan tersebut dalam dirinya.

Philip ingat bahwa dia adalah anak yang paling lemah secara fisik di kelasnya. Ia mengalami banyak pukulan dan penghinaan sampai-sampai dia kehilangan ingatannya untuk sementara, kecuali beberapa kilasan di sana-sini selama 8 tahun.

Dalam film itu, Philip mengajukan dakwaan keras terhadap kekerasan sistematis dalam masyarakat Haredi yang konservatif.

Dalam film tersebut, dia dibantu oleh 11 korban yang ingatannya masih menyimpan pengalaman serupa yang lebih baik darinya.

Menurut koresponden Cohen, mereka juga mewakili banyak anak yang telah dibungkam selama beberapa dekade.

Para korban dalam film tersebut—termasuk mantan anggota komunitas Haredi, Yahudi religius, dan ekstremis lainnya—mengenang pengalaman pribadi yang memberikan gambaran lebih besar di mana pelanggaran dan perlakuan kejam terjadi setiap hari.

Di antara para korban ini adalah 2 bersaudara, Nathan (11 tahun) dan Maor Kolberg (16 tahun).

Maor mengatakan bahwa gurunya biasa memasukkan cabai pedas ke mulutnya dan menutupnya dengan lakban agar dia tidak bisa meludah. Ia juga diikat tangannya di belakang punggungnya.

Sementara Nathan mengatakan bahwa mereka mengikat tangannya dengan kabel dan membiarkannya tergantung di atas kursi selama waktu istirahat.

Philip menunjukkan bahwa pemukulan, pelecehan, dan penghinaan sepenuhnya menghancurkan kemandirian anak.

Selain itu juga menambah ketakutan dan ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan masyarakat.

Secara ilmiah itu dikenal sebagai penarikan emosional, merupakan hal terbesar yang dia alami dalam hidupnya. Hal itu menyebabkan perasaan kesepian yang luar biasa.

Menurut Haaretz, ide film tersebut—yang ditayangkan di Festival Film Haifa tahun ini dan festival lain di Israel—muncul dari postingan yang ditulis oleh salah satu saudara Philip di situs yang didedikasikan untuk mantan anggota Haredi di platform Facebook.

Cohen dalam laporan tersebut mengatakan bahwa Philip adalah penyanyi Haredi yang sukses sebelum dikeluarkan dari komunitas konservatif tersebut.

“No Child Survived” bukanlah satu-satunya film Philip. Setelah menyelesaikan studi film di Institut Seni Masar di Tel Aviv, dia merilis film pendek berjudul “The Sinner”.

Film itu tentang seorang anak laki-laki berusia 13 tahun yang mengalami pelecehan seksual oleh salah satu anggota staf pengajar di sekolah keagamaan tempat dia belajar.

Film tersebut memenangkan penghargaan Film Pendek Eropa Terbaik di Festival Film Venesia 2009.

Philip mengatakan bahwa beberapa adegan dalam film itu terjadi padanya ketika dia menjadi murid di salah satu sekolah keagamaan Yahudi.

Koresponden surat kabar mencatat bahwa dia berbicara dengan Philip, yang telah tinggal di kota pesisir Santa Barbara, California, AS, selama dekade terakhir.

Saat itu dia bekerja untuk perusahaan yang menerbitkan kembali film-film Hollywood lama di pasar setelah direstorasi.

Meski demikian, banyak orang tua dalam komunitas Yahudi ekstremis masih puas dengan sistem pendidikan di sekolah-sekolah keagamaan tanpa perlawanan.

Baik karena mereka setuju atau karena tidak ada pilihan lain.

Film tersebut juga mengungkap kecenderungan di sekolah-sekolah Ashkenazi (Yahudi Barat dan Eropa) untuk melecehkan anak-anak Sephardim (Yahudi Timur).

Suatu kecenderungan yang tidak mengejutkan koresponden Haaretz, yang menunjukkan besarnya perpecahan dalam masyarakat Israel yang lebih luas.

Meskipun film tersebut tidak menampilkan adegan kekerasan seksual di sekolah-sekolah tersebut, sutradara Philip mengakui bahwa ketiadaannya adegan tersebut menimbulkan masalah.

Ia juga mengklaim bahwa ia takut jika dia menyertakannya, itu akan memberikan alasan untuk mengabaikan kekerasan fisik yang sistematis.

Philip percaya bahwa pengalaman kolektif di sekolah-sekolah dasar keagamaan konservatif khusus tersebut membentuk seluruh masyarakat.

Sementara anggotanya tidak dapat melihat orang lain karena mereka masih hidup dengan trauma emosional tersebut.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular