Friday, June 6, 2025
HomeBeritaGempuran Israel menyasar kamp pengungsi di Gaza, distribusi bantuan dihentikan sementara

Gempuran Israel menyasar kamp pengungsi di Gaza, distribusi bantuan dihentikan sementara

Serangan udara Israel kembali menewaskan warga sipil Palestina di Jalur Gaza, Rabu (4/6) dini hari, termasuk di kamp-kamp pengungsi yang selama ini menjadi tempat berlindung ribuan warga yang terusir dari rumahnya.

Sementara itu, militer Israel mengumumkan pelarangan akses sementara ke “zona bantuan” di tengah kecaman internasional terhadap kekerasan yang berulang di sekitar lokasi distribusi tersebut.

Sumber medis di Kota Gaza mengonfirmasi sedikitnya tujuh warga Palestina tewas dan sejumlah lainnya terluka akibat serangan udara yang menyasar tenda pengungsi di kawasan pelabuhan Gaza. Para korban segera dilarikan ke Rumah Sakit Syifa.

Di lokasi berbeda, satu warga Palestina dilaporkan gugur dan beberapa lainnya luka-luka akibat serangan drone Israel yang menghantam tenda pengungsi di sebelah barat Kota Khan Younis, wilayah selatan Gaza.

Serangan udara dan tembakan artileri juga menghantam wilayah Bani Suheila dan Abasan al-Kabira, di sebelah timur Khan Younis.

Di saat bersamaan, pasukan Israel menembaki sejumlah warga di dekat Bundaran Nablusi, bagian barat Kota Gaza, menyebabkan beberapa korban luka.

Sehari sebelumnya, Rumah Sakit Syifa mencatat delapan korban jiwa akibat serangan udara yang menargetkan kerumunan pengungsi di lingkungan Rimal, kawasan yang menampung ribuan warga dari Gaza utara dan pusat kota.

Zona pertempuran

Di tengah serangkaian serangan tersebut, militer Israel pada Selasa malam mengumumkan bahwa akses menuju pusat-pusat distribusi bantuan akan ditutup sementara.

“Mulai besok, dilarang melewati jalan-jalan menuju pusat distribusi yang kini diklasifikasikan sebagai zona pertempuran. Masuk ke area itu sepenuhnya dilarang,” berikut pernyataan juru bicara militer yang dipublikasikan melalui platform X.

Langkah ini disebut sebagai bagian dari “proses penyesuaian, penataan ulang, dan peningkatan efisiensi.”

Pihak Humanitarian Foundation for Gaza, lembaga yang didukung Israel dan AS yang bertanggung jawab atas distribusi bantuan, menyatakan bahwa distribusi akan dihentikan sementara waktu sambil berkonsultasi dengan militer Israel untuk meningkatkan keamanan di sekitar pusat-pusat bantuan.

Keputusan ini diambil setelah rentetan serangan berdarah yang terjadi di dekat lokasi bantuan, termasuk insiden mematikan di Rafah, Selasa lalu, yang menewaskan 27 orang dan melukai puluhan lainnya. Tragedi itu menuai kecaman luas dari PBB dan Uni Eropa.

Militer Israel mengakui telah melepaskan tembakan dalam insiden di Rafah, namun berdalih bahwa peluru itu merupakan “tembakan peringatan” ke arah orang-orang yang dianggap membahayakan keselamatan pasukan.

Perangkap masal

Pemerintah Gaza menyebut insiden ini sebagai “kejahatan mengerikan” dan menyatakan bahwa total korban sejak pusat-pusat bantuan itu mulai beroperasi pada 27 Mei 2025 di Rafah dan Wadi Gaza telah mencapai 102 orang tewas dan 490 terluka.

Dalam pernyataan resminya, kantor media pemerintah Gaza menyebut bahwa pusat-pusat bantuan yang dibangun di wilayah terbuka dan berbahaya di bawah kendali militer Israel kini berubah menjadi “perangkap darah massal.”

Warga yang kelaparan dan terkepung dibujuk untuk mendatangi lokasi bantuan, lalu ditembaki secara sengaja dan sistematis.

Krisis kemanusiaan kian memburuk seiring runtuhnya sistem kesehatan. Direktur regional Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa tak ada lagi rumah sakit yang berfungsi di wilayah utara Gaza.

WHO terpaksa memindahkan 39 pasien dari Rumah Sakit Indonesia ke Rumah Sakit Syifa di Gaza karena situasi keamanan yang tak memungkinkan. Wilayah sekitar rumah sakit tersebut disebut sudah “hancur total.”

Sejak dimulainya invasi Israel ke Gaza pada Oktober 2023, lebih dari 54 ribu warga Palestina dikabarkan gugur dan sekitar 125 ribu lainnya terluka.

Hampir seluruh penduduk Gaza mengungsi, sementara infrastruktur wilayah itu luluh lantak dalam skala yang digambarkan para pakar internasional sebagai kehancuran terburuk sejak Perang Dunia II.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular