Hamas mendesak negara-negara penandatangan rencana “perdamaian” Gaza yang diprakarsai Amerika Serikat untuk turun tangan menyusul serangan Israel yang masih berlangsung di Jalur Gaza dan menewaskan 27 orang pada Kamis.
Dalam pernyataan di Telegram, juru bicara Hamas Hazem Qassem meminta pihak-pihak dalam Kesepakatan Sharm el-Sheikh—khususnya Mesir, Qatar, Turki, dan Amerika Serikat—untuk mengambil langkah menghentikan pelanggaran yang terus terjadi.
“Perilaku ini mencerminkan kurangnya penghormatan pemerintah pendudukan terhadap negara-negara mediator dan penjamin, yang gagal mencegah pendudukan melanjutkan perang pemusnahan di Jalur Gaza,” demikian isi pernyataan tersebut.
Menurut Pertahanan Sipil Gaza, serangan Rabu malam menyasar wilayah di Gaza City dan Khan Younis. Salah satu serangan menghantam sebuah gedung milik Kementerian Wakaf dan Urusan Keagamaan, menewaskan sedikitnya sepuluh orang.
Foto-foto yang beredar, termasuk dari kantor berita Turki Anadolu, memperlihatkan jenazah tiga anak Palestina yang menjadi korban.
Serangan Israel berlanjut pada Kamis dini hari di Rafah dan Khan Younis, menewaskan tiga orang di kota Bani Suheila.
RS Nasser di Khan Younis melaporkan empat korban tewas, berbeda dengan laporan awal Pertahanan Sipil yang menyebut tiga korban.
Serangan ini terjadi saat negara-negara yang terlibat dalam rencana damai Gaza Presiden AS Donald Trump terus mendorong implementasi kesepakatan tersebut, setelah Dewan Keamanan PBB mengesahkan rancangan berisi 20 poin itu.
Seorang pejabat AS mengatakan kepada i24NEWS bahwa gelombang pertama pasukan International Stabilisation Force (ISF) akan tiba di Gaza pada awal 2026.
Pasukan penjaga perdamaian ini, sebagaimana tertuang dalam rencana Trump, akan terdiri dari tentara negara-negara mayoritas Muslim. AS juga dilaporkan berupaya melibatkan sejumlah negara Eropa.
Sumber lain menyebut Indonesia dan Azerbaijan menjadi kandidat terkuat pengiriman pasukan. Pada Sidang Umum PBB September lalu, Presiden Indonesia Prabowo Subianto menyatakan kesediaan mengirim 20.000 personel ke Gaza. Azerbaijan juga menyatakan bergabung, namun menegaskan tidak akan mengerahkan pasukan sebelum operasi militer berakhir.
Turki juga menyampaikan minat untuk ikut serta, namun rencana itu ditolak keras oleh Israel.
Sementara itu, 51 negara, termasuk Turki, Inggris, Spanyol, Italia, dan China, menyatakan bahwa Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dapat berperan dalam memberikan bantuan mendesak dan jangka panjang guna meringankan situasi kemanusiaan di wilayah Palestina yang diduduki.
Kesepakatan tersebut ditandatangani dalam sidang Dewan Gubernur IAEA di Wina pada Rabu. Negara-negara itu menyampaikan keprihatinan mendalam serta menilai IAEA dapat memberikan dukungan penting bagi Otoritas Palestina untuk Gaza. Pernyataan itu juga menyoroti bahwa jumlah bantuan yang masuk ke Gaza jauh lebih sedikit dari yang disepakati dalam perjanjian gencatan senjata.
Hingga kini, perang Israel di Gaza telah menewaskan sedikitnya 69.546 orang dan melukai lebih dari 169.000, menurut data Kementerian Kesehatan Gaza.
Para pakar PBB dan lembaga hak asasi manusia terkemuka, termasuk Amnesty International, menilai Israel sedang melakukan genosida di wilayah yang diblokade tersebut.


