Kelompok Palestina Hamas mengecam keputusan Kazakhstan untuk bergabung dalam Abraham Accords, kesepakatan normalisasi hubungan dengan Israel yang diprakarsai Amerika Serikat.
Dalam pernyataan resminya, Hamas menilai langkah tersebut sebagai “upaya memutihkan kejahatan genosida yang dilakukan oleh pendudukan Israel terhadap rakyat kami di Jalur Gaza, pada saat entitas itu dan para pemimpinnya menghadapi isolasi internasional yang meningkat serta menjadi buronan Mahkamah Pidana Internasional (ICC).”
Hamas menyerukan kepada seluruh negara, khususnya negara-negara Arab dan Islam, untuk “memutus seluruh bentuk hubungan dengan entitas Zionis yang kriminal dan menolak segala proyek normalisasi yang melibatkan Israel.”
Kelompok tersebut juga meminta dukungan internasional guna “memperkuat keteguhan rakyat Palestina serta mendukung perjuangan sah mereka untuk meraih kebebasan, kemerdekaan, dan pendirian negara Palestina merdeka dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya.”
Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Kamis mengumumkan bahwa Kazakhstan sepakat secara resmi bergabung dalam kesepakatan normalisasi yang dirintis pemerintahannya antara Israel dan sejumlah negara berpenduduk mayoritas Muslim.
Abraham Accords merupakan serangkaian perjanjian yang disponsori AS untuk menormalisasi hubungan antara Israel dan beberapa negara Muslim selama masa jabatan pertama Trump. Sebelum Kazakhstan, empat negara telah menandatangani kesepakatan tersebut, yakni Uni Emirat Arab, Bahrain, Maroko, dan Sudan.
Belum jelas apa dampak langsung dari bergabungnya Kazakhstan ke dalam Abraham Accords. Berbeda dengan negara-negara lain yang baru menjalin hubungan, Kazakhstan telah lama memiliki hubungan diplomatik dengan Israel dan mengakui negara tersebut sejak 1992, tidak lama setelah runtuhnya Uni Soviet.
Menanggapi hal itu, Wakil Presiden AS JD Vance mengatakan bahwa bergabungnya Kazakhstan “memberikan dorongan besar bagi momentum Abraham Accords.”

