Monday, September 29, 2025
HomeBeritaHamas tolak keterlibatan Tony Blair dalam proyek Gaza

Hamas tolak keterlibatan Tony Blair dalam proyek Gaza

Kelompok perlawanan Palestina, Hamas, menolak kemungkinan keterlibatan mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair, dalam upaya membentuk pemerintahan sementara di Jalur Gaza.

Hamas juga menegaskan belum menerima proposal resmi terkait gencatan senjata dari pihak mediator mana pun.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh anggota Biro Politik Hamas, Husam Badran, melalui saluran resmi grup di Telegram, Minggu (28/9/2025), menanggapi laporan media Israel Haaretz yang menyebutkan bahwa pemerintahan Amerika Serikat tengah mempertimbangkan Tony Blair untuk memimpin pemerintahan sementara di Gaza.

“Menautkan nama Blair dengan rencana apa pun adalah pertanda buruk bagi rakyat Palestina,” ujar Badran. Ia menyebut Blair sebagai “sosok negatif” yang “layak diadili di pengadilan internasional atas perannya dalam perang Irak.”

Badran bahkan menyebut Blair sebagai “saudara iblis” dan menilai mantan PM Inggris itu tidak pernah memberikan kontribusi positif bagi Palestina, dunia Arab, maupun umat Muslim.

Menurut Badran, pengelolaan urusan di Gaza maupun Tepi Barat adalah persoalan internal Palestina yang harus diselesaikan melalui konsensus nasional, bukan melalui penunjukan pihak asing.

“Rakyat Palestina mampu mengatur diri mereka sendiri. Kami memiliki sumber daya dan keahlian untuk mengelola urusan domestik serta menjalin hubungan dengan kawasan dan dunia,” ucapnya.

Badran juga mengungkapkan bahwa sejak Desember 2023, pimpinan Hamas telah memutuskan untuk tidak melanjutkan pemerintahan tunggal atas Gaza. Keputusan ini telah disampaikan kepada faksi Palestina lainnya dan negara-negara sahabat, bahkan sebelum eskalasi kekerasan dan kehancuran di Gaza.

Terkait isu gencatan senjata, Badran menyatakan bahwa pihaknya “belum menerima proposal resmi melalui mediator,” yang menurutnya selalu menjadi saluran komunikasi utama untuk inisiatif semacam itu.

“Semua yang beredar sejauh ini hanya berasal dari media, baik dikaitkan dengan Presiden AS Donald Trump maupun tokoh lainnya,” katanya.

Hamas sebelumnya menyebut bahwa pembicaraan gencatan senjata telah terhenti sejak upaya pembunuhan terhadap para pemimpinnya di Doha, Qatar, pada 9 September lalu. Lima anggota Hamas tewas dalam serangan udara tersebut.

Pada 25 September lalu, Presiden AS Donald Trump dikabarkan telah mempresentasikan rencana damai 21 poin kepada para pemimpin Arab dan Muslim di sela-sela Sidang Umum PBB ke-80 di New York. Rencana itu mencakup:

  • Gencatan senjata permanen,
  • Pembebasan seluruh sandera Israel,
  • Pemerintahan Gaza tanpa Hamas,
  • Penarikan bertahap pasukan Israel dari wilayah tersebut.

Meski beberapa pemimpin Arab mendukung poin-poin utama, mereka mengusulkan penambahan klausul, termasuk jaminan tidak adanya aneksasi Tepi Barat, menjaga status quo Yerusalem, serta peningkatan bantuan kemanusiaan.

Menurut laporan, Hamas sebelumnya telah menerima proposal mediator pada 18 Agustus untuk gencatan senjata parsial dan pertukaran tahanan. Namun, Israel tidak memberikan respons, meskipun isi proposal tersebut sejalan dengan rencana yang pernah diajukan utusan AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff.

Pemerintah Israel sendiri menghadapi tekanan domestik. Oposisi dan keluarga para sandera menuding Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sengaja menghambat kesepakatan demi mempertahankan kekuasaan politiknya. Netanyahu saat ini menghadapi dakwaan korupsi di dalam negeri serta surat perintah penangkapan dari Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Sejak Oktober 2023, serangan militer Israel telah menewaskan lebih dari 66.000 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak. Wilayah Gaza kini nyaris tidak layak huni akibat serangan tanpa henti, kelaparan, serta wabah penyakit, dan hampir seluruh penduduknya terpaksa mengungsi.

 

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Kandidat PhD bidang Hubungan Internasional Universitas Sains Malaysia. Peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terpopuler