Hamas mengumumkan pada Selasa bahwa pihaknya tidak akan melanjutkan tahap kedua kesepakatan gencatan senjata kecuali Israel menghentikan pelanggaran dan serangan terhadap Jalur Gaza.
Husam Badran, anggota biro politik Hamas, menyerukan kepada mediator Qatar, AS, dan Mesir untuk menekan Israel agar menghormati ketentuan tahap pertama gencatan senjata.
Menurut Badran, “tahap berikutnya tidak dapat dimulai selama pendudukan terus melanggar kesepakatan dan menghindari komitmennya.”
Sejak gencatan senjata berlaku pada 10 Oktober, Israel dilaporkan telah melakukan pelanggaran setidaknya 738 kali. Tahap pertama kesepakatan mengatur penghentian permusuhan, pembebasan tawanan Israel sebagai pertukaran tahanan Palestina, dan peningkatan bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Badran menegaskan kesepakatan mengharuskan “masuknya antara 400 hingga 600 truk setiap hari dan dibukanya perlintasan Rafah untuk orang, barang, dan bantuan.” Namun, hingga kini Israel belum membuka perlintasan untuk lalu lintas kedua arah. Direktur kantor media pemerintah Gaza kepada Al Jazeera menyatakan, “Ada 6.000 truk bantuan yang terjebak di perlintasan.”
Pada Rabu, setelah tekanan AS, Israel membuka kembali Perlintasan Jembatan Allenby, yang dikenal di Yordania sebagai Jembatan Raja Hussein, untuk lalu lintas komersial. Perlintasan ini sempat ditutup sejak September setelah seorang sopir truk Yordania menembak dua tentara Israel hingga tewas. Lalu lintas penumpang dibuka satu minggu kemudian, tetapi pengiriman bantuan kemanusiaan tetap tertahan. Lebih dari 20 persen bantuan ke Gaza bergantung pada perlintasan ini. Menurut AFP, Israel menyatakan “truk bantuan yang menuju Jalur Gaza akan melanjutkan perjalanan dengan pengawalan dan pemeriksaan keamanan menyeluruh.”
Sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata, Gaza dibagi menjadi Zona Hijau dan Zona Merah yang dipisahkan oleh Garis Kuning. Pasukan Israel tetap berada di Zona Hijau, yang mengelilingi Zona Merah.
Minggu lalu, Kepala Staf Angkatan Darat Israel Eyal Zamir menyatakan Israel akan mempertahankan kendali atas Zona Hijau, sehingga menguasai sebagian besar lahan pertanian Gaza, perlintasan Rafah, dan lebih dari 50 persen wilayah Jalur Gaza.
Badran mengecam pernyataan tersebut, menyebutnya “menunjukkan dengan jelas kurangnya komitmen pendudukan Israel terhadap kesepakatan gencatan senjata.” Zamir menambahkan bahwa Garis Kuning merupakan “garis pertahanan maju bagi komunitas kami dan garis aktivitas operasional.”
PBB segera mengecam klaim Israel dan menyerukan pemulihan perbatasan Gaza sebelumnya. Juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Stephane Dujarric menilai pembagian Gaza “bertentangan dengan semangat dan isi rencana perdamaian Trump.” Ia menegaskan, “Kami menentang keras perubahan perbatasan Gaza dan Israel.”
Rencana 20 poin yang diajukan Trump pada Oktober lalu mengharuskan pasukan Israel secara bertahap menarik diri dari wilayah tersebut. Namun pernyataan Israel menunjukkan arah yang berbeda.
Israel juga melakukan beberapa pelanggaran di sepanjang Garis Kuning. Pada 29 November, militer menewaskan dua anak Palestina berusia 8 dan 10 tahun yang sedang mengumpulkan kayu bakar di perbatasan. Israel menyatakan mereka “dua tersangka yang menyeberangi Garis Kuning, melakukan aktivitas mencurigakan, dan mendekati pasukan IDF yang beroperasi di selatan Gaza, sehingga menimbulkan ancaman langsung.”
Badran menyatakan Israel terus menghancurkan rumah warga Palestina di Zona Hijau, memperpanjang operasi militer yang seharusnya berakhir sejak awal kesepakatan. Media lokal melaporkan militer Israel pada Selasa melakukan pembongkaran di Beit Lahia.
Tahap kedua kesepakatan mencakup penarikan pasukan Israel dari Gaza, pelucutan senjata Hamas, dan penempatan pasukan stabilisasi internasional dengan dewan perdamaian yang dipimpin Donald Trump. Dewan perdamaian ini semula akan melibatkan Tony Blair, namun rencana tersebut dibatalkan setelah mendapat keberatan dari pemimpin Arab dan Muslim.
Hamas menyatakan siap menyerahkan senjatanya kepada pemerintah Palestina teknokratis yang netral sesuai rencana 20 poin, dengan syarat pendudukan Israel berakhir.
Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza menyebut sejak gencatan senjata Oktober lalu, Israel telah menewaskan lebih dari 380 orang dan melukai 987 lainnya.


