Pemerintah Israel pada Senin (18/8/2025) membatalkan visa sejumlah perwakilan resmi Australia untuk Otoritas Palestina. Kebijakan ini merupakan respons atas keputusan Australia yang mengakui Negara Palestina serta menolak pemberian visa kepada beberapa tokoh politik sayap kanan Israel.
Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Saar, melalui platform media sosial X, menyatakan bahwa pembatalan visa tersebut dilakukan menyusul keputusan Australia yang dinilai “tidak beralasan”, termasuk penolakan visa terhadap mantan Menteri Dalam Negeri Israel Ayelet Shaked dan Ketua Komite Konstitusi, Hukum, dan Peradilan Parlemen Israel, Simcha Rothman.
Pemerintah Australia membatalkan visa Rothman dan melarangnya memasuki negara itu selama tiga tahun. Rothman dikenal terbuka mendukung pengusiran warga Palestina dari Jalur Gaza, serta pernah menyebut anak-anak Palestina sebagai “musuh Israel.” Sebelumnya, pada November 2024, Ayelet Shaked juga ditolak visanya karena dukungannya terhadap pembangunan permukiman ilegal di Tepi Barat.
“Saya juga telah menginstruksikan Kedutaan Besar Israel di Canberra untuk meninjau dengan cermat setiap permohonan visa resmi dari pemerintah Australia yang ingin masuk ke Israel,” ujar Saar.
Langkah Israel ini langsung menuai kecaman dari Kementerian Luar Negeri Palestina. Dalam pernyataan resminya, Palestina menyebut keputusan Israel sebagai “langkah sewenang-wenang” yang “melanggar hukum internasional, Konvensi Jenewa, dan resolusi PBB.”
“Negara Palestina tidak mengakui keputusan ini dan akan tetap memperlakukan diplomat Australia sebagai perwakilan resmi yang sah,” bunyi pernyataan tersebut.
Kementerian menilai langkah Israel mencerminkan “kesombongan politik dan ketidakseimbangan,” serta justru akan mendorong negara-negara lain untuk semakin teguh mendukung hukum internasional, solusi dua negara, dan pengakuan terhadap Negara Palestina sebagai jalan menuju perdamaian.
Australia dijadwalkan secara resmi mengakui Negara Palestina dalam Sidang Majelis Umum PBB bulan depan. Beberapa negara lain, seperti Prancis, Inggris, Malta, Kanada, dan Portugal juga menyatakan niat yang sama dalam pertemuan PBB di New York pada September mendatang.
Pengakuan ini terjadi di tengah berlanjutnya serangan militer Israel ke Jalur Gaza sejak Oktober 2023, yang telah menewaskan lebih dari 62.000 orang.
Pada November tahun lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel saat ini juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas tindakannya dalam konflik di wilayah tersebut.