Pemerintah Inggris, Kanada, dan Australia secara resmi mengumumkan pengakuan terhadap Negara Palestina, dalam langkah bersejarah yang dilakukan menjelang Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, yang akan dimulai pada Senin pekan depan, lansir Middle East Eye.
Pengakuan ini dipandang sebagai upaya untuk mendorong kembali solusi dua negara dan membuka jalan menuju perdamaian antara Palestina dan Israel.
“Untuk menghidupkan kembali harapan akan perdamaian bagi rakyat Palestina dan Israel, serta mewujudkan solusi dua negara, hari ini Inggris secara resmi mengakui Negara Palestina,” ujar Perdana Menteri Inggris Keir Starmer melalui akun media sosial X.
Langkah ini diperkirakan akan memperburuk hubungan Inggris dan Israel, yang selama ini dikenal sebagai sekutu dekat secara historis.
Respons Israel
Pemerintah Israel mengecam keputusan tersebut dan menuding negara-negara yang mengakui Palestina—termasuk Kanada dan Australia—sebagai “berpihak pada Hamas”. Saat ini, Israel tengah melanjutkan operasi militer besar-besaran di Gaza, termasuk invasi darat ke Gaza City, serta menyatakan rencana untuk menganeksasi wilayah Tepi Barat.
Pengakuan dari Inggris juga mengikuti janji yang telah disampaikan oleh pemerintahan Partai Buruh pada musim panas lalu.
Saat itu, pemerintah Inggris menyatakan akan mengakui Negara Palestina bersama Prancis, apabila Israel gagal memenuhi sejumlah syarat, termasuk kesediaan untuk menghentikan agresi militer dan menolak aneksasi Tepi Barat.
Mantan Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy, pada akhir Juli lalu, menyoroti Deklarasi Balfour tahun 1917 sebagai titik awal ketidakadilan sejarah terhadap rakyat Palestina.
“Janji bahwa tidak akan ada tindakan yang merugikan hak sipil dan keagamaan rakyat Palestina dalam deklarasi tersebut tidak pernah ditepati, dan ini adalah ketidakadilan sejarah yang terus berlangsung,” kata Lammy.
Dokumen Kesepahaman dengan Palestina
Sebulan lalu, Inggris menerbitkan nota kesepahaman (MoU) dengan Otoritas Palestina (PA) yang menegaskan dukungan terhadap solusi dua negara berdasarkan perbatasan 1967, serta tidak mengakui wilayah Palestina yang diduduki—termasuk Yerusalem Timur—sebagai bagian dari Israel.
Dalam dokumen tersebut, Inggris menegaskan bahwa rakyat Palestina memiliki “hak yang tidak dapat dicabut atas penentuan nasib sendiri, termasuk untuk memiliki negara merdeka.”
MoU itu juga menyatakan bahwa Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dan Gaza harus dipersatukan kembali di bawah kewenangan tunggal Otoritas Palestina.
Lebih lanjut, Inggris mendukung peran sentral Otoritas Palestina dalam fase selanjutnya di Gaza, mencakup urusan pemerintahan, keamanan, dan pemulihan awal pascaperang.
Kritik Terhadap Kebijakan Senjata
Meski telah mengakui Negara Palestina dan mengecam tindakan militer Israel, Inggris hingga kini baru menangguhkan 30 dari total 250 lisensi ekspor senjata ke Israel. Inggris juga masih memasok komponen untuk jet tempur F-35, yang merupakan bagian penting dari kekuatan udara Israel.
Sejak awal ofensif militer di Gaza, lebih dari 64.000 warga Palestina dilaporkan tewas, dan sebagian besar wilayah Gaza kini berada dalam kondisi hancur total.