Wednesday, March 12, 2025
HomeBeritaIntelijen asing dan propaganda terorganisir: Siapa yang diuntungkan dari destabilisasi Suriah?

Intelijen asing dan propaganda terorganisir: Siapa yang diuntungkan dari destabilisasi Suriah?

Sejak serangan kelompok sisa rezim mantan Presiden Suriah, Bashar al-Assad, di wilayah pesisir terhadap pasukan keamanan, media sosial dipenuhi dengan kampanye terorganisir.

Menurut warganet, kampanye itu yang bertujuan mengganggu keamanan dan stabilitas di Suriah.

Berdasarkan unggahan banyak warga Suriah, kampanye ini didalangi oleh badan intelijen asing yang bertujuan merusak kohesi sosial Suriah.

Pengguna media sosial menekankan perlunya melawan serangan ini. Mereka menyatakan bahwa negara-negara yang mendukung rezim lama dan para pengikutnya tidak menginginkan stabilitas Suriah. Melainkan, ingin menyebarkan kekacauan dan menyeret negara ini ke dalam perang saudara dan sektarianisme.

Aktivis di media sosial menilai bahwa serangan terhadap pasukan keamanan publik—yang merupakan pilar stabilitas sosial dan persatuan nasional—hanyalah upaya untuk memperdalam perpecahan.

Mereka juga menyoroti bahwa kampanye ini sangat terorganisir, yang menunjukkan adanya dukungan dari pihak luar.

Beberapa warganet menyatakan bahwa sisa-sisa rezim Assad tidak memiliki pengalaman dalam koordinasi digital untuk menyebarkan propaganda mereka secara global.

Assad juga tidak memiliki cukup aktivis untuk menyebarkan narasi menyesatkan mereka. Mereka mempertanyakan siapa yang diuntungkan dari ketidakstabilan di Suriah.

Untuk menghadapi kampanye terorganisir ini, para aktivis dan jurnalis menyerukan tindakan di tiga tingkat utama.

Pertama adalah peran media, baik swasta maupun pemerintah yang berpihak pada stabilitas Suriah. Mereka harus berperan dalam membongkar kebohongan yang disebarkan oleh kampanye anti-pemerintah serta mengungkap pihak-pihak di baliknya.

Kedua, dukungan terhadap pemerintah. Harus menyoroti langkah-langkah pemerintah. Termasuk pidato Presiden Ahmad Al-Sharaa yang menekankan akuntabilitas terhadap pelanggar hukum dan pembentukan komite sosial untuk menangani krisis.

Ketiga, eksposur fakta. Meningkatkan liputan berita tentang pembantaian dan serangan yang dilakukan oleh kelompok sisa rezim Assad terhadap pasukan keamanan dan warga sipil di wilayah pesisir untuk mengungkap realitas yang sebenarnya.

Para aktivis juga menekankan perlunya Suriah bekerja sama dengan tim digital professional. Baik dari pemerintah negara sahabat maupun kelompok revolusioner Suriah, untuk melawan kampanye propaganda dan berita palsu.

Sebagai respons terhadap situasi ini, sejumlah warga Suriah mengumumkan pembentukan “Tentara Siber Suriah” untuk melindungi stabilitas negara.

Dengan melawan narasi yang salah, serta mengungkap akun-akun yang menyebarkan provokasi sektarian.

Menghadapi berita palsu

Para ahli memberikan beberapa tips bagi pengguna media sosial dalam menghadapi informasi palsu dan menyesatkan:

  1. Bersikap Rasional: Sebelum membagikan informasi, evaluasilah dengan bijak, karena menyebarkan berita di masa-masa kritis memiliki tanggung jawab besar.
  2. Memverifikasi Fakta: Jangan langsung percaya pada informasi tanpa mengecek keakuratannya, terutama di era di mana berita menyebar sangat cepat tanpa pengawasan.
  3. Menghindari Interaksi Negatif: Jangan berinteraksi dengan unggahan yang berisi informasi palsu, karena interaksi justru memperluas jangkauannya. Sebaliknya, tanggapi dengan cara yang rasional dan objektif untuk meluruskan kesalahpahaman.
  4. Meningkatkan Kesadaran Publik: Edukasi masyarakat tentang pentingnya verifikasi informasi sebelum menyebarkannya, karena kata-kata yang salah dapat membawa konsekuensi besar, termasuk ancaman terhadap nyawa manusia atau ketidakstabilan sosial.

Contoh berita palsu

Salah satu contoh berita palsu yang disorot oleh para aktivis adalah unggahan yang mengklaim bahwa pemerintah Suriah melakukan pembantaian terhadap komunitas Kristen.

Miliarder Elon Musk menanggapi unggahan tersebut dengan bertanya.

“Berapa banyak orang yang terbunuh?”. Unggahan itu viral dan ditonton lebih dari 78 juta kali.

Namun, seorang pendeta Ortodoks bernama Spyridon Tanous membantah klaim tersebut.

“Halo Elon, saya seorang pendeta Ortodoks dan perwakilan gereja kami di Suriah. Kami memiliki jemaat di Suriah. Semua yang dikatakan dalam unggahan ini sepenuhnya tidak benar. Tidak ada serangan terhadap komunitas Kristen di Suriah. Jika Anda membutuhkan informasi akurat, silakan hubungi kami,” tulisnya.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular