Tuesday, July 15, 2025
HomeBeritaIsrael akan ajukan peta penarikan baru dalam perundingan gencatan senjata di Qatar

Israel akan ajukan peta penarikan baru dalam perundingan gencatan senjata di Qatar

Israel dikabarkan akan mengajukan peta penarikan pasukan baru dalam perundingan gencatan senjata di Qatar, menyusul mandeknya negosiasi akibat keinginan Israel mempertahankan kendali atas sebagian besar wilayah di sepanjang Jalur Gaza. Hal ini dilaporkan oleh sejumlah media pada Sabtu (13/7/2025).

Kanal televisi Israel, Channel 12, melaporkan bahwa para mediator saat ini menunggu peta baru yang akan diajukan oleh pihak Israel. Sebelumnya, kelompok Hamas menyatakan kesediaannya menerima keberadaan zona penyangga selebar 0,7 hingga 1 kilometer. Namun, usulan terakhir dari Israel disebut-sebut mencakup zona pendudukan selebar hingga 3 kilometer, yang memicu kebuntuan dalam perundingan.

Meski posisi kedua pihak masih jauh dari titik temu, peta baru tersebut diharapkan dapat menjadi upaya menjembatani perbedaan yang ada.

Menurut harian Haaretz, yang mengutip sumber diplomatik Arab, negara-negara mediator tetap melanjutkan upaya meski menghadapi sejumlah perbedaan tajam. Sumber itu menyebutkan bahwa mereka berusaha menyeimbangkan posisi Hamas—yang menolak usulan peta sebelumnya—dengan tekanan dari kalangan sayap kanan dalam pemerintahan Israel yang menentang kompromi lebih realistis.

Di sisi lain, Amerika Serikat disebut tidak puas dengan usulan yang diajukan Israel dan telah menyampaikan keberatan mereka kepada mediator dari Qatar dan Mesir.

Sementara itu, penyiar nasional Israel, KAN, melaporkan bahwa pihak-pihak dekat dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memperkirakan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir, yang berasal dari kelompok sayap kanan ekstrem, akan mengundurkan diri jika kesepakatan gencatan senjata benar-benar tercapai.

Netanyahu juga dijadwalkan bertemu dengan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, yang juga dari kelompok sayap kanan, guna meredam potensi penolakan dari dalam kabinetnya sendiri terhadap kesepakatan damai.

Menurut The Times of Israel, usulan yang ditolak sebelumnya menunjukkan bahwa Israel berniat mempertahankan kendali atas sekitar sepertiga wilayah Gaza. Wilayah itu mencakup antara lain Rafah di bagian selatan, di mana Israel disebut berencana mendirikan “kota bantuan kemanusiaan” yang kemungkinan besar akan difungsikan sebagai tempat penampungan warga Palestina sebelum dideportasi ke negara ketiga.

Fokus perundingan di Doha

Presiden Amerika Serikat sebelumnya menyatakan bahwa Israel telah menerima syarat-syarat yang diperlukan untuk gencatan senjata selama 60 hari di Gaza. Usulan tersebut kemudian disampaikan kepada Hamas oleh mediator dari Qatar dan Mesir.

Hamas menanggapi secara positif dan menyatakan kesiapan untuk melanjutkan negosiasi demi pelaksanaan kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran sandera.

Meski Israel menyebutkan bahwa sejumlah amandemen yang diajukan Hamas tidak dapat diterima, delegasi Israel tetap berangkat ke Doha untuk melanjutkan pembicaraan.

Perundingan di Doha difokuskan pada kesepakatan gencatan senjata sementara selama 60 hari, pembebasan 10 sandera hidup dan 18 jenazah, serta pembahasan gencatan senjata permanen. Namun, perbedaan tajam tetap terjadi, terutama terkait keinginan Israel mempertahankan kehadiran militer di sekitar wilayah Gaza.

Kendati gencatan senjata bisa saja tercapai, Israel tetap menyatakan rencana untuk mempertahankan kehadiran di Rafah dan membangun “kamp pengumpulan” sebagai bagian dari rencana deportasi warga Palestina ke negara lain.

Situasi di Tepi Barat dan tuntutan hukum internasional

Pada 11 Juli lalu, warga Israel yang menduduki lahan milik Palestina dilaporkan memukuli dan menembak mati seorang warga Palestina di Sinjil, Ramallah Utara.

Sejak dimulainya perang di Jalur Gaza pada Oktober 2023, sedikitnya 998 warga Palestina tewas dan lebih dari 7.000 lainnya terluka akibat serangan pasukan Israel dan pemukim ilegal di Tepi Barat, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.

Di Jalur Gaza sendiri, Israel dilaporkan telah menewaskan hampir 58.000 warga Palestina, mayoritas perempuan dan anak-anak.

Bulan Juli tahun lalu, Mahkamah Internasional (ICJ) menyatakan bahwa pendudukan Israel atas wilayah Palestina selama beberapa dekade adalah ilegal, dan menyerukan pengosongan semua permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

Pada November lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Israel juga tengah menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional terkait agresinya di wilayah kantong tersebut.

 

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Kandidat PhD bidang Hubungan Internasional Universitas Sains Malaysia. Peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular