Serangan bertubi-tubi yang dilancarkan kelompok perlawanan terhadap pasukan Israel di wilayah Gaza utara menunjukkan kegagalan Israel menguasai wilayah tersebut.
Hal itu diutarakan ahli strategi militer Kolonel Hatem Al-Falahi kepada Aljazeera Arabic pada Senin (23/12).
Kemarin, sayap militer Hamas, Brigade Al-Qassam, melaporkan telah membunuh pasukan Israel yang bersembunyi di dalam sebuah bangunan di Beit Lahia, Gaza utara.
Sebelumnya, tiga tentara yang menjaga bangunan tersebut lebih dulu tewas akibat serangan dengan senjata tajam.
Serangan terhadap pasukan Israel dengan senjata tajam semakin sering terjadi dalam beberapa hari terakhir.
Para pengamat menyebut, aksi ini mencerminkan keberanian dan keunggulan fisik maupun taktik para pejuang perlawanan dibandingkan pasukan Israel.
Strategi Perlawanan
Menurut Kolonel Al-Falahi, taktik gerilya yang digunakan oleh kelompok perlawanan bervariasi tergantung pada target dan cara mencapainya.
Beberapa sasaran tidak bisa diserang menggunakan senjata api, sehingga taktik alternatif seperti senjata tajam menjadi pilihan.
“Operasi ini menunjukkan pemahaman mendalam para pejuang perlawanan terhadap kondisi medan serta kemampuan mereka memanfaatkannya secara maksimal,” ujar Al-Falahi.
Ia menambahkan, kelompok perlawanan telah mencapai tingkat keberanian di mana metode perlawanan tidak lagi menjadi masalah, entah itu dengan pisau atau tombak sekalipun.
Al-Falahi menilai peningkatan intensitas serangan ini dipicu oleh upaya pasukan Israel memperluas operasi militer mereka ke wilayah Syujaiyah dan Beit Lahia. Namun, ia memperingatkan bahwa langkah tersebut bukanlah perkara mudah.
“Kelompok perlawanan telah membuktikan bahwa mereka mampu mencapai lokasi-lokasi yang tidak diperkirakan oleh Israel,” kata Al-Falahi.
Taktik Gerilya yang Efektif
Dalam situasi seperti ini, menurutnya, pasukan Israel menjadi target yang mudah bagi kelompok perlawanan.
Dengan taktik menggunakan kelompok kecil untuk menghindari bentrokan langsung, mereka dapat melawan kekuatan besar dengan cara yang efisien.
Sementara itu, militer Israel mengonfirmasi bahwa tiga tentaranya yang tewas di Gaza utara berasal dari Brigade Kfir, salah satunya adalah seorang perwira.
Berdasarkan laporan Israel Broadcasting Authority, sebanyak 38 tentara Israel telah tewas di Gaza utara sejak operasi militer dimulai pada 5 Oktober 2023.
Namun, juru bicara Brigade Al-Qassam, Abu Ubaida, mengatakan bahwa jumlah korban di pihak Israel jauh lebih besar daripada yang diumumkan.
Ia juga menggambarkan kondisi pasukan Israel di Gaza utara sebagai “sangat buruk.”
Baca juga: Mesir deportasi warga Suriah yang rayakan kejatuhan Assad
Baca juga: OPINI: Apa arti kejatuhan Assad bagi rezim Sisi di Mesir?