Sedikitnya 51 orang tewas di Jalur Gaza sejak dimulainya gencatan senjata yang dimediasi Amerika Serikat lebih dari sepekan lalu. Demikian disampaikan sejumlah sumber medis kepada Al Jazeera, Minggu (19/10/2025).
Gencatan senjata tersebut sejatinya bertujuan menghentikan eskalasi kekerasan antara militer Israel dan kelompok Hamas. Namun, data dari otoritas kesehatan setempat menunjukkan bahwa perjanjian tersebut belum sepenuhnya mampu mencegah jatuhnya korban. Selain korban jiwa, sekitar 150 orang lainnya dilaporkan mengalami luka-luka akibat tembakan pasukan Israel sejak gencatan diberlakukan.
Kelompok Hamas telah mengeluarkan sejumlah pernyataan yang mengecam serangan terbaru dari pihak Israel, termasuk insiden penembakan tank yang menewaskan 11 anggota satu keluarga. Hamas menyebut serangan itu sebagai “kejahatan yang dilakukan dengan sengaja” dan menuduh Israel menargetkan warga sipil yang tidak bersenjata.
“Serangan ini mencerminkan agresi berkelanjutan dan pengabaian terhadap kehidupan manusia,” ujar Hamas dalam pernyataan tertulis. Mereka menambahkan bahwa tindakan semacam ini merupakan bagian dari pola pelanggaran yang telah lama terjadi, termasuk serangan terhadap perempuan dan anak-anak.
Hamas juga menyerukan kepada para mediator internasional, termasuk Presiden Amerika Serikat Donald Trump, untuk segera turun tangan dan memastikan bahwa Israel mematuhi kesepakatan gencatan senjata. Selain itu, mereka meminta masyarakat internasional serta lembaga kemanusiaan dan hak asasi manusia untuk ikut bertindak, menekan Israel agar menghentikan serangannya, serta meminta pertanggungjawaban para pemimpin Israel atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan.
