Pemerintah Israel menyetujui pendirian 22 permukiman baru khusus bagi warga Yahudi di wilayah pendudukan Tepi Barat, demikian disampaikan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich pada Kamis (30/5/2025), seperti dikutip dari Reuters.
Smotrich, tokoh sayap kanan yang dikenal sebagai pendukung kedaulatan penuh Israel atas wilayah Palestina yang diduduki, mengumumkan langkah tersebut melalui media sosial X (sebelumnya Twitter). Ia menyebut permukiman baru akan dibangun di wilayah utara Tepi Barat, namun tidak merinci lokasi pastinya.
Media lokal Israel melaporkan bahwa Kementerian Pertahanan mengonfirmasi keputusan ini mencakup legalisasi pos-pos permukiman yang sebelumnya dibangun tanpa izin resmi, serta pendirian permukiman baru.
Saat ini, sekitar 700.000 pemukim Israel tinggal di Tepi Barat dan Yerusalem Timur—wilayah yang diduduki Israel sejak perang 1967. Meski Israel telah mencaplok Yerusalem Timur—langkah yang tidak diakui secara luas oleh komunitas internasional—Israel belum secara resmi menerapkan kedaulatan atas seluruh Tepi Barat.
Pihak Palestina dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan bahwa ekspansi permukiman menjadi hambatan besar bagi tercapainya solusi dua negara, termasuk pembentukan negara Palestina merdeka yang mencakup Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur.
Permukiman-permukiman ini membatasi mobilitas warga Palestina untuk berpindah antar kota maupun mengakses lahan pertanian mereka sendiri. Sekitar 2,7 juta warga Palestina di Tepi Barat hidup di kota-kota dan desa-desa yang semakin terisolasi, dikelilingi permukiman Yahudi dan jalan-jalan yang hanya dapat digunakan oleh para pemukim.
Sementara itu, sejumlah negara Eropa semakin vokal menuntut Israel mengakhiri perang di Gaza, yang kini memasuki bulan ke-20. Inggris, Prancis, dan Kanada bahkan memperingatkan kemungkinan sanksi terhadap Israel jika pembangunan permukiman terus dilanjutkan.
Sebagian besar komunitas internasional menganggap permukiman Israel di Tepi Barat sebagai ilegal berdasarkan hukum internasional. Namun, Pemerintah Israel berpegang pada hukum domestik yang menganggap sebagian besar permukiman itu sah, meski beberapa di antaranya dibangun secara tidak resmi dan belakangan dilegalkan.
Aktivitas pembangunan permukiman dilaporkan meningkat pesat sejak dimulainya perang di Gaza, bersamaan dengan meningkatnya serangan militer Israel dan aksi kekerasan oleh pemukim terhadap warga Palestina.
Juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Nabil Abu Rudeineh, menyebut langkah Israel ini sebagai “eskalasi berbahaya” dan menuduh pemerintahan Israel saat ini sengaja menyeret kawasan ke dalam lingkaran kekerasan dan ketidakstabilan.
“Pemerintah Israel yang ekstrem ini berusaha mencegah terbentuknya negara Palestina merdeka dengan segala cara,” ujarnya, sembari mendesak Amerika Serikat untuk bertindak.
Pejabat Hamas, Sami Abu Zuhri, juga mengecam keputusan tersebut. Ia menyerukan agar Amerika Serikat dan Uni Eropa mengambil langkah nyata untuk menanggapi pembangunan permukiman ini.
“Pengumuman pembangunan 22 permukiman baru di Tepi Barat merupakan bagian dari perang yang dipimpin Netanyahu terhadap rakyat Palestina,” katanya.