Tuesday, January 7, 2025
HomeBeritaJaga etika Islam, Pemimpin Suriah hindari berjabat tangan dengan Menlu Jerman

Jaga etika Islam, Pemimpin Suriah hindari berjabat tangan dengan Menlu Jerman

Pemimpin de facto Suriah, Ahmed al-Sharaa, menghindari untuk berjabat tangan dengan Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock yang dinilai upaya menjaga etika prinsip Islam untuk tidak bersentuhan dengan perempuan bukan mahram.

Baerbock dan Menlu Prancis, Jean-Noel Barrot, mengunjungi Suriah untuk mendukung pemerintahan transisi setelah jatuhnya rezim Bashar al-Assad bulan lalu, menjadikan mereka pejabat Eropa pertama yang datang ke Damaskus.

Namun, saat tiba di istana presiden di Damaskus, Al-Sharaa mengulurkan tangannya kepada Barrot, namun tidak kepada Baerbock. Sebagai gantinya, ia menaruh tangannya di dada.

Sejumlah tafsiran ketat dalam Islam melarang kontak fisik antara lawan jenis yang tidak menikah atau tidak memiliki hubungan darah dekat, lansir The New Arab.

Barrot awalnya juga menaruh tangannya di dada, namun kemudian mengulurkan tangan saat Al-Sharaa melakukannya.

Baerbock mengatakan sudah memprediksi hal ini akan terjadi.

“Ketika saya melakukan perjalanan ke sini, sudah jelas bagi saya bahwa tentunya tidak akan ada jabat tangan biasa,” kata Baerbock seperti  dikutip oleh surat kabar Jerman, Bild.

Menteri Luar Negeri Prancis, Barrot, mengatakan bahwa dia dan Baerbock telah mendapat jaminan dari pemerintah Suriah bahwa perempuan akan dilibatkan dalam transisi politik. Mereka juga menekankan bahwa hak perempuan mencerminkan kebebasan suatu masyarakat.

Perang Suriah dimulai pada Maret 2011, ketika pasukan Assad menindak protes pro-demokrasi, yang memicu perang saudara besar. Perang ini diperkirakan telah menewaskan antara 500.000 hingga satu juta orang dan membuat sekitar 6 juta warga Suriah mengungsi ke luar negeri, dengan jumlah yang sama mengungsi di dalam negara.

Al-Sharaa kini berusaha mendapatkan pengakuan internasional, sambil menghadapi tantangan besar untuk menyatukan negara yang terpecah, mengendalikan milisi, dan membangun kembali ekonomi serta infrastruktur Suriah yang rusak, yang diperkirakan membutuhkan biaya ratusan miliar dolar.

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Pengajar HI Universitas Al Azhar Indonesia, Mahasiswa PhD Hubungan Antarbangsa Universitas Sains Malaysia.
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular