Wednesday, April 16, 2025
HomeBeritaKeluarga sandera desak pembebasan serentak, tekanan politik terus menguat terhadap Netanyahu

Keluarga sandera desak pembebasan serentak, tekanan politik terus menguat terhadap Netanyahu

Ketegangan politik di Israel terus meningkat menyusul desakan keras dari keluarga para tawanan yang ditahan di Gaza.

Mereka meminta agar pemerintah segera menghentikan perang dan memastikan pembebasan seluruh sandera secara bersamaan dan tanpa penundaan.

Dalam pernyataan terbaru, perwakilan keluarga para sandera memperingatkan bahwa skenario pembebasan sebagian merupakan langkah yang sangat berbahaya dan membuang waktu berharga, serta mengancam keselamatan semua tawanan yang tersisa.

“Kami menuntut solusi yang jelas, realistis, dan paling tepat: hentikan perang dan bebaskan semua sandera sekaligus, sekarang juga,” tegas pernyataan tersebut.

Kemarahan ini dipicu oleh laporan media yang menyebut Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sedang mempertimbangkan kesepakatan terbatas dengan Hamas.

Kesepakatan itu hanya mencakup pembebasan 10 dari 59 sandera, di mana hanya 24 diyakini masih hidup.

Sementara itu, lebih dari 9.500 warga Palestina saat ini ditahan di penjara-penjara Israel, di bawah kondisi yang disebut berbagai laporan hak asasi manusia sebagai penyiksaan, kelaparan, dan kelalaian medis yang menyebabkan kematian sejumlah tahanan.

Oposisi kian galak, kritik meningkat

Dari sisi politik, tekanan terhadap Netanyahu juga datang dari barisan oposisi. Mantan Menteri Pertahanan dan pemimpin partai oposisi National Unity, Benny Gantz, mendesak pemerintah segera mencapai kesepakatan menyeluruh dengan Hamas demi membebaskan seluruh sandera.

“Waktu hanya menguntungkan Hamas dan membahayakan para sandera. Israel butuh rencana yang menyeluruh, demi keamanan, moralitas, dan integritas sosial,” tulis Gantz melalui platform X.

Kritik tajam juga disampaikan oleh mantan Kepala Badan Intelijen Luar Negeri Israel (Mossad), Efraim Halevy.

Ia mempertanyakan keputusan Netanyahu menunjuk Ron Dermer—Menteri Urusan Strategis sekaligus kepala negosiator—menggantikan kepala Mossad David Barnea dan kepala Shin Bet Ronen Bar.

“Dermer tidak memiliki keahlian yang dibutuhkan dalam kasus seperti ini. Dia tidak diterima oleh pihak Israel maupun Amerika. Saya tidak mengerti kenapa Netanyahu memilihnya,” ujar Halevy dalam wawancara dengan Radio Militer Israel.

Langkah Netanyahu ini dinilai sebagai bagian dari manuver politik yang semakin mengaburkan upaya negosiasi yang sempat berhasil pada awal tahun ini.

Perundingan terhenti, perang berlanjut

Kesepakatan awal gencatan senjata dan pertukaran tawanan antara Hamas dan Israel, yang mulai berlaku sejak 19 Januari lalu, telah berakhir pada 1 Maret.

Meskipun Hamas telah mematuhi semua poin kesepakatan, Netanyahu menolak melanjutkan tahap kedua dan memilih kembali mengintensifkan serangan ke Jalur Gaza sejak 18 Maret, menyusul tekanan dari faksi ekstrem kanan dalam kabinetnya.

Juru bicara Hamas, Taher al-Nounou, menegaskan kesiapan kelompoknya untuk membebaskan semua sandera Israel dalam kerangka kesepakatan pertukaran yang serius, dengan syarat utama: gencatan senjata total dan penarikan pasukan Israel dari Gaza.

Delegasi Hamas yang dipimpin oleh Khalil al-Hayya saat ini berada di Kairo dan telah menggelar serangkaian pertemuan dengan pejabat Mesir dan Qatar yang menjadi mediator utama dalam upaya perundingan gencatan senjata dan penyelesaian perang.

Akankah gejolak domestik menumbangkan Netanyahu?

Menurut analis urusan Israel, Shadi al-Sharafa, gelombang protes yang semakin meluas memiliki dampak signifikan terhadap stabilitas politik Israel.

Ia menyebut aksi-aksi ini sebagai “ancaman internal” yang mengguncang pemerintahan Netanyahu.

“Netanyahu semakin menunjukkan kebingungan, membuat keputusan yang bertentangan antara sayap kanan dan kiri, yang memperparah situasi dalam negeri,” ujarnya dalam wawancara dengan Al Jazeera.

Al-Sharafa menambahkan bahwa kekuatan protes rakyat telah terbukti bahkan sebelum perang Gaza pecah.

Ia mengingatkan kembali peristiwa Maret 2023 saat Netanyahu terpaksa membatalkan pemecatan Menteri Pertahanan Yoav Gallant karena tekanan publik terkait reformasi hukum yang kontroversial.

“Jika protes ini melibatkan serikat pekerja, maka dampaknya akan lebih besar lagi—bisa menghentikan perekonomian secara total dan memaksa pemerintah memilih antara tunduk atau bentrok langsung,” katanya.

Al-Sharafa juga menilai bahwa krisis saat ini mencerminkan keretakan struktural di masyarakat Israel.

“Ini bukan sekadar soal pembebasan sandera, tapi tentang cara Netanyahu menjalankan negara. Banyak yang melihatnya sedang menggiring Israel ke arah otoritarianisme,” tandasnya.

Ia mencatat bahwa gejala otoritarianisme Netanyahu terlihat dalam cara ia mengontrol lembaga-lembaga penting negara: dari pengadilan, kepolisian, hingga dinas intelijen dan militer.

Dengan krisis sandera yang belum terselesaikan, gencatan senjata yang tak kunjung terwujud, dan gejolak sosial yang terus membesar, pemerintahan Netanyahu kini berada di titik paling rapuh.

Tekanan dari dalam dan luar negeri terus menguat—membuka peluang, namun sekaligus ancaman besar bagi masa depan politik Israel.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular