Gaza kembali dirundung duka. Di tengah pemboman tanpa henti yang dilakukan Israel sejak 7 Oktober 2023, lebih dari 225 jurnalis Palestina telah gugur.
Data tersebut menurut keterangan Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, dr. Munir Al-Barsh.
Angka ini menjadi cerminan paling nyata dari upaya sistematis pendudukan Israel untuk membungkam kebenaran dan mengendalikan narasi global.
Dalam wawancara dengan Al Jazeera, dr. Al-Barsh menegaskan bahwa Israel secara sadar melarang jurnalis asing masuk ke Gaza.
Tujuannya, guna mencegah publik internasional menyaksikan kenyataan brutal di lapangan.
“Tapi mereka lupa bahwa di Gaza tumbuh generasi jurnalis yang sangat berani, yang menunjukkan kebenaran dengan penuh ketekunan dan martabat,” ujarnya.
Al-Barsh memberikan penghormatan khusus kepada para jurnalis yang gugur saat meliput di halaman rumah sakit Al-Ahli (Baptist Hospital), yakni Suleiman, Ismail, dan Samir—yang disebutnya sebagai di antara putra terbaik dunia pers.
Pada Kamis (5/6), sedikitnya 38 warga Palestina tewas dalam serangan udara di berbagai wilayah Gaza sejak fajar, menurut laporan dari rumah sakit Nasser, Al-Ahli, dan Al-Shifa.
Direktur Rumah Sakit Al-Ahli, dr. Fadel Naeem, mengungkapkan bahwa rumah sakitnya kembali menjadi sasaran langsung pasukan Israel, menyebabkan 4 kematian dan sejumlah luka-luka.
“Ini adalah kali kedelapan rumah sakit kami menjadi target sejak awal perang,” katanya.
Ia juga menunjukkan bahwa serangan itu berlangsung ketika para jurnalis sedang melakukan peliputan.
Koresponden Al Jazeera, Anas Al-Sharif, membenarkan bahwa drone Israel memang sengaja membidik para wartawan.
Tingkat pembunuhan
Dalam penjelasan lebih lanjut, dr. Al-Barsh membeberkan statistik mengerikan: lebih dari 54.677 warga Palestina gugur dan 123.000 lainnya luka-luka sejak awal agresi. Rata-rata, 89 orang tewas setiap hari, termasuk 27 anak-anak dan 15 perempuan.
“Israel telah membunuh lebih dari 16.300 anak, 8.880 perempuan, dan 4.050 lansia,” sebutnya.
Ia menyebut angka-angka ini sebagai bukti nyata dari pola pembantaian sistematis terhadap warga sipil.
Sistem kesehatan
Al-Barsh juga menyinggung kehancuran infrastruktur kesehatan yang sangat parah. Dari 38 rumah sakit di Jalur Gaza, hanya 17 yang masih beroperasi sebagian.
Wilayah utara Gaza, katanya, kini sepenuhnya kehilangan layanan kesehatan.
“Israel menjadikan sistem kesehatan sebagai target militer,” jelasnya.
Ia juga menggambarkan bagaimana buldoser dan pasukan Israel menghancurkan generator, tangki bahan bakar, dan gudang obat-obatan.
Ia mengutip contoh konkret, seperti penghancuran total Pusat Dialisis Noura Al-Kaabi dan rusaknya fasilitas eksternal Rumah Sakit Indonesia.
Serangan terbaru juga menimpa Rumah Sakit Al-Shifa dan sehari sebelumnya Rumah Sakit Syuhada Al-Aqsha.
Ini disebut sebagai bagian dari rencana sistematis untuk memusnahkan infrastruktur medis Palestina.
Kendati dikepung kehancuran dan kematian, Gaza tak menyerah.
“Hari ini Gaza mengantar para syuhadanya dengan takbir Idul Adha. Di bawah puing-puing, rakyat kami tetap merayakan lebaran dengan sabar, teguh, dan bermartabat,” kata Al-Barsh.