Krisis kemanusiaan di Jalur Gaza kembali memperlihatkan wajah paling tragisnya. Kementerian Kesehatan di wilayah tersebut pada Kamis (29/5) mengumumkan bahwa layanan kemoterapi dan perawatan medis lanjutan bagi pasien kanker secara resmi dihentikan.
Akibatnya, lebih dari 11.000 pasien kanker kini hidup tanpa akses pengobatan yang semestinya.
Dalam pernyataan resminya yang dirilis melalui media sosial, otoritas kesehatan Gaza menegaskan bahwa penutupan Rumah Sakit Eropa di Gaza dan Pusat Kanker Gaza telah memperburuk situasi yang sudah kritis.
“Sebanyak 11.000 pasien kanker di Gaza kini tidak mendapatkan pengobatan maupun perawatan kesehatan yang layak,” tulis pernyataan tersebut.
Kondisi diperparah oleh fakta bahwa sekitar 5.000 pasien di antaranya membutuhkan rujukan mendesak ke luar negeri, baik untuk keperluan diagnosis lanjutan, kemoterapi, maupun terapi radiasi.
Namun, blokade Israel terhadap Gaza membuat perjalanan medis ini nyaris mustahil dilakukan.
Menurut data Kementerian Kesehatan, 64 persen dari total obat-obatan kanker di Gaza kini telah habis total.
Selain itu, absennya alat diagnostik dini dan fasilitas pemantauan medis menyebabkan kondisi kesehatan para pasien memburuk setiap harinya.
“Pasien kanker di Gaza terjebak dalam bencana kesehatan, sosial, psikologis, dan ekonomi yang sangat parah,” kata otoritas Kesehatan.
Ia menyerukan tekanan internasional terhadap Israel agar membuka jalur kemanusiaan, termasuk mengizinkan pasien keluar untuk berobat serta memasukkan obat-obatan yang mendesak dibutuhkan.
Kondisi ini terjadi di tengah blokade menyeluruh yang dilakukan Israel, termasuk penutupan total terhadap pengiriman bantuan, makanan, dan obat-obatan yang telah menumpuk di perbatasan sejak awal Maret 2025.
Kebijakan tersebut membuat Gaza memasuki fase kelaparan akut yang telah merenggut banyak nyawa.
Sejak dimulainya agresi pada 7 Oktober 2023, serangan Israel yang didukung penuh oleh Amerika Serikat telah menewaskan dan melukai lebih dari 177.000 warga Palestina, sebagian besar di antaranya adalah anak-anak dan perempuan. Lebih dari 11.000 orang masih dinyatakan hilang.
Gaza telah berada di bawah blokade Israel selama 18 tahun. Kini, sekitar 1,5 juta dari total 2,4 juta penduduknya kehilangan tempat tinggal akibat hancurnya infrastruktur sipil.
Krisis kemanusiaan di wilayah tersebut terus memburuk, dengan kondisi kelaparan dan kehancuran total terhadap sistem layanan publik yang sebelumnya sudah rapuh.