Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional, Sudarnoto Abdul Hakim, menyampaikan apresiasinya terhadap aksi long march ke Gaza yang dilakukan oleh masyarakat sipil dari berbagai negara.
Ia menyebut aksi ini bukan hanya bentuk solidaritas atas blokade Israel terhadap Gaza, tetapi juga perlawanan berani terhadap Israel dan sekutunya, Amerika Serikat.
“Acara long march ke Gaza yang agak beriringan dengan misi kapal kemanusiaan yang ditahan oleh Israel adalah cara masyarakat sipil dari berbagai negara untuk tidak sekedar menunjukkan keprihatinannya terhadap politik blokade Israel bagi bantuan kemanusiaan untuk warga Gaza, akan tetapi juga sekaligus perlawanan berani kepada Israel dan sekutu utamanya yaitu Amerika,” ujar Sudarnoto dalam pernyataannya, Senin (16/6).
Menurut Sudarnoto, blokade yang dilakukan Israel merupakan tindakan tidak beradab yang menyebabkan penderitaan luar biasa bagi warga sipil Palestina.
“Blokade ini tindakan tidak beradab Israel karena telah mengorbankan, membunuh dan menghancurkan warga sipil secara keseluruhan untuk kemudian menguasai seluruh wilayah Palestina,” lanjutnya.
Ia menyatakan dukungannya terhadap para peserta long march yang telah menunjukkan keberanian dan keteguhan untuk mencoba membuka blokade tersebut.
“Saya sangat mengapresiasi kepada seluruh peserta long march yang telah dengan teguh dan berani berusaha membuka blokade Israel ini. Untuk itu, semua pihak yang berpandangan Israel adalah penghancur kemanusiaan dan perusak kedaulatan seharusnya memberikan dukungan terhadap gerakan long march ini,” tegas Sudarnoto.
Long march, katanya, memang mengandung risiko tinggi, sebagaimana pendekatan militer yang selama ini dilakukan, dan karena itu perlu mendapatkan perlindungan dan dukungan internasional.
“Long march ini pastilah berisiko tinggi, seperti juga cara-cara lain yang dilakukan terutama pendekatan militer dan karena itu, long march seharusnya memperoleh perlindungan dan dukungan. Sudah dipastikan Israel akan merasa sangat terganggu jika long march ini berhasil dilakukan,” ujarnya.
Sudarnoto juga menyoroti hambatan yang dialami para peserta long march, khususnya dari negara-negara non-Mesir, yang mendapat deportasi dari otoritas Mesir dan Libya.
“Saat ini, long march tertahan karena baik Mesir maupun Libya telah menghalangi dan bahkan telah mendeportasi sejumlah peserta long march terutama peserta non-Mesir. Ini juga yang dialami oleh delegasi kapal kemanusiaan beberapa hari yang lalu,” katanya.
Meski memahami bahwa otoritas Mesir dan Libya memiliki wewenang atas wilayah mereka, Sudarnoto mengimbau agar kedua negara mempertimbangkan krisis kemanusiaan di Gaza.
“Sudah barang tentu penghentian dan deportasi ini menjadi otoritas dua negara Mesir dan Libya. Peserta long march harus mengikuti peraturan yang berlaku di dua negara sepanjang berada di wilayah Mesir dan Libya. Akan tetapi, hemat saya, mengingat kedaruratan atas krisis kemanusiaan yang terjadi di Gaza sebaiknya baik Mesir maupun Libya memberikan pelayanan dan sekaligus kemudahan agar long march ini bisa diberlangsungkan,” ujarnya.
Ia menambahkan, besar kemungkinan Israel memiliki kepentingan untuk menekan kedua negara agar menghentikan aksi ini.
“Feeling saya Israel berkepentingan sekali untuk mempengaruhi atau bahkan menekan Mesir dan Libya agar menghentikan long march,” tambahnya.
Dalam kesempatan tersebut, Sudarnoto mengusulkan agar Indonesia mengambil peran aktif sebagai mediator dan pendorong pembukaan blokade Israel.
“Langkah yang bagus jika Indonesia bisa menjadi negara yang memediasi dan sekaligus mendorong agar blokade Israel dibuka segera. Dan kesempatan untuk melakukan langkah ini sudah terbuka yaitu long march ke Gaza ini,” pungkasnya.