Wednesday, October 22, 2025
HomeBeritaKisah para tahanan Gaza yang disiksa, kelaparan, dan dibiarkan tanpa perawatan

Kisah para tahanan Gaza yang disiksa, kelaparan, dan dibiarkan tanpa perawatan

Pengalaman pahit yang dialami para tahanan Palestina yang baru dibebaskan dari penjara Israel meninggalkan luka mendalam, baik secara fisik maupun psikologis.

Banyak di antara mereka kehilangan pendengaran atau penglihatan, menderita penyakit kulit kronis, atau mengalami gangguan kejiwaan akibat penyiksaan dan kelaparan yang mereka alami selama masa penahanan.

Sebagian dari mereka kini tampak berbaris di depan pusat-pusat kesehatan di Jalur Gaza yang luluh lantak akibat perang, berharap mendapatkan pengobatan.

Namun, dengan sistem kesehatan yang hampir runtuh, harapan itu kerap berakhir dalam kekecewaan.

Penyiksaan dan penelantaran

Salah seorang mantan tahanan, yang menyebut dirinya Abu Marwan, menolak tampil di depan kamera karena ancaman yang diterimanya dari pasukan Israel agar tidak berbicara tentang apa yang dialaminya di dalam penjara.

“Saya sudah dua tahun menderita penyakit kulit scabies, tapi tidak pernah diberi perhatian atau perawatan medis,” kepada Al Jazeera dengan suara lemah dan serak karena sakit.

Lebih dari itu, kata Abu Marwan, para sipir justru memperparah penderitaannya.

“Mereka sengaja menempatkan saya di ruangan yang penuh dengan infeksi menular, dan melarang saya menerima obat dengan benar. Akibatnya, penyakit saya semakin parah hingga sekarang,” imbuhnya.

Sesudah pembebasannya, Abu Marwan sempat mendatangi Rumah Sakit Nasser di Khan Younis untuk berobat.

Namun, minimnya tenaga medis dan membludaknya pasien membuat ia tak sempat mendapat perawatan.

Kisah serupa datang dari Shadi Abu Saido, seorang jurnalis yang turut dibebaskan dalam pertukaran tahanan terakhir.

Ia ditangkap di Rumah Sakit Al-Shifa, Gaza, pada 18 Maret 2024, ketika sedang meliput situasi perang.

Menurut Abu Saido, penyiksaan dan penelantaran medis dilakukan secara sistematis.

“Kami tidak hanya ditahan, tapi diculik. Tidak ada hak kemanusiaan sedikit pun. Kami dipaksa menahan lapar dan haus, tidak diberi obat, dan banyak yang diperkosa,” ujarnya dengan nada getir.

Ia menambahkan, bahkan obat penghilang rasa sakit hanya bisa didapat setelah penghinaan dan perlakuan kasar dari penjaga penjara.

Luka yang tak kunjung sembuh

Direktur Jenderal Rumah Sakit di Gaza, Mohammed Zaqout, mengonfirmasi bahwa banyak tahanan dibebaskan dalam kondisi sangat memprihatinkan.

“Mereka mengalami penyiksaan brutal, terutama dalam empat hari terakhir sebelum pembebasan. Mereka dilarang makan, minum, bahkan mendapatkan pelayanan medis,” katanya.

Tim medis Gaza menemukan sebagian besar mantan tahanan menderita kelelahan ekstrem, kekurangan gizi, dan trauma berat.

“Beberapa di antaranya langsung kami bawa ke unit perawatan intensif begitu tiba,” ujarnya.

Menurut Zaqout, efek penyiksaan itu akan membekas lama.

“Banyak dari mereka yang kehilangan anggota tubuh bukan karena luka perang, tapi akibat kelalaian medis selama di penjara. Mereka keluar, tapi tidak benar-benar bebas—karena penderitaan itu masih hidup di tubuh dan ingatan mereka,” tuturnya.

Dengan kondisi sistem kesehatan Gaza yang nyaris lumpuh dan tekanan hidup yang tak berkesudahan, para mantan tahanan kini menghadapi babak baru dari perjuangan panjang mereka: bertahan hidup setelah keluar dari neraka penjara.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terpopuler