Monday, November 24, 2025
HomeBeritaLaporan: Israel hadapi tsunami kesehatan mental, 2 juta orang butuh dukungan psikologis

Laporan: Israel hadapi tsunami kesehatan mental, 2 juta orang butuh dukungan psikologis

Israel tengah menghadapi apa yang disebut para ahli sebagai “tsunami kesehatan mental”, dengan sekitar dua juta warga diperkirakan membutuhkan dukungan di tengah meningkatnya kasus kecanduan dan melemahnya kohesi sosial, menurut laporan Yedioth Ahronoth.

Dalam laporan panjang yang terbit Jumat, media tersebut menyebut para profesional kesehatan mental telah mengeluarkan peringatan keras terkait lonjakan tajam jumlah warga yang mencari bantuan sejak 7 Oktober 2023. Di saat bersamaan, kekurangan tenaga dan layanan kesehatan jiwa menimbulkan kekhawatiran akan dampak yang berpotensi besar.

Pekan lalu, koalisi delapan organisasi kesehatan mental terkemuka mengajukan peringatan mendesak kepada pemerintah, menggambarkan situasi saat ini sebagai “wabah gangguan mental yang belum pernah terjadi dalam kedalaman dan cakupannya.” Mereka menyebut krisis itu “katastrofal” dan menuntut intervensi segera.

“Keadaan psikologis masyarakat Israel berada pada titik terendah yang belum pernah kami saksikan,” demikian pernyataan koalisi tersebut, yang menyoroti meningkatnya tanda-tanda depresi, kecemasan, pikiran mengganggu, serta kelelahan. Mereka juga memperingatkan soal “trauma kolektif yang mendalam dan berkepanjangan” serta menurunnya kepercayaan publik yang dapat berdampak pada generasi mendatang.

Lonjakan data kesehatan mental

Data yang dikutip Yedioth Ahronoth menunjukkan peningkatan tajam berbagai masalah kesehatan mental di seluruh negeri. Diagnosis depresi dan kecemasan pada 2024 tercatat dua kali lipat dibanding 2013, sementara kasus PTSD melonjak 70 persen setiap bulan dari Oktober 2023 hingga akhir 2024, menambah 23.600 pasien baru.

Hampir separuh warga Israel melaporkan duka berkepanjangan, panggilan ke layanan bantuan kesehatan mental meningkat enam kali lipat, penggunaan obat psikiatri dua kali lipat, dan gangguan tidur naik 19 persen selama perang. Studi Clalit Health Services dan Myers-JDC-Brookdale Institute menunjukkan bahwa separuh penyintas peristiwa 7 Oktober masih berjuang hingga kini, sementara satu dari lima warga pada populasi umum mengalami gangguan fungsi berat.

Data Kementerian Kesehatan memperlihatkan kenaikan 25 persen sesi terapi sejak 7 Oktober. Kasus psikoterapi jangka pendek melonjak 471 persen, mencapai 20.000 pada 2024 dibanding 3.500 pada 2022. Koalisi organisasi kesehatan mental mengingatkan bahwa angka tersebut hanya mencakup mereka yang menerima layanan, sementara skala krisis diyakini jauh lebih besar.

Profesor Merav Roth dari Universitas Haifa melaporkan peningkatan signifikan kasus depresi, kecemasan, kecanduan, masalah rumah tangga, serta perilaku regresif pada anak. “Satu dari empat orang kini berisiko mengalami kecanduan,” ujarnya. “Kenaikan ini mengkhawatirkan.”

Respons pemerintah dan para ahli

Ketua Asosiasi Psikiatri Israel, Dr Marina Kupchik, menegaskan perlunya investasi besar dalam rehabilitasi. “Jika kita tidak berinvestasi pada pemulihan psikologis masyarakat, kita akan membayar harga lebih tinggi dalam dua atau tiga tahun ke depan—dalam kehilangan hari kerja, stabilitas keluarga dan komunitas, serta fungsi pekerjaan.”

Kementerian Kesehatan telah meluncurkan rencana penanganan nasional, termasuk menggandakan jumlah psikolog, meningkatkan gaji, memperbaiki fasilitas perawatan psikiatri, serta memperluas layanan berbasis komunitas dan layanan rumah. Biaya program diperkirakan mencapai 1,7 miliar shekel (sekitar 517 juta dolar AS).

Namun, sejumlah klinisi senior menilai upaya tersebut belum memadai. Ketua Asosiasi Psikolog Israel Yoram Shliar mengkritik penggunaan “asisten kesehatan mental” yang hanya mendapatkan pelatihan tiga bulan, dibanding delapan tahun pendidikan bagi psikolog profesional.

Dr Ilana Lach menekankan bahwa sistem harus diperbaiki dari akar: “Anda tidak bisa menutup luka berdarah dengan perban. Sistem kesehatan mental harus dibangun ulang dari dasar.”

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Kandidat PhD bidang Hubungan Internasional Universitas Sains Malaysia. Peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terpopuler