Wednesday, October 30, 2024
HomeLaporan KhususLAPORAN KHUSUS: Babak baru perundingan gencatan senjata penjajah Israel dengan Hamas

LAPORAN KHUSUS: Babak baru perundingan gencatan senjata penjajah Israel dengan Hamas

Upaya kesepakatan pembebasan sandera dan gencatan senjata antara penjajah Israel dan Hamas memasuki babak baru yang terjadi di tengah bertambahnya para personel Israel yang tumbang dan desakan demonstran agar Netanyahu meneken gencatan senjata dengan Hamas.

Sebuah proposal baru telah disampaikan kepada mediator. Hamas mengonfirmasi bahwa mereka menerima dan sedang mempelajari berbagai draf yang mungkin mengarah pada penghentian pertempuran di Gaza.

Menurut media Israel Ynet, Kepala Mossad David Barnea menyampaikan proposal kepada pihak Qatar untuk pembebasan 11-14 sandera dari Gaza sebagai imbalan atas sejumlah tahanan keamanan Palestina dari Israel dan gencatan senjata selama sebulan di wilayah Palestina tersebut.

Laporan itu menyatakan bahwa sandera yang akan dibebaskan termasuk seluruh wanita dan anak-anak yang masih ditahan oleh kelompok tersebut.

Meski Ynet mengaitkan proposal tersebut dengan tim negosiasi Israel, Channel 12 melaporkan bahwa mediator Qatar yang mempresentasikan kerangka kerja tersebut.

Laporan Channel 12 menyebutkan bahwa proposal itu mencakup pembebasan 11 sandera yang masih hidup.

Menurut laporan, kesepakatan ini tidak menuntut penarikan penuh pasukan Israel dari Jalur Gaza ataupun penghentian total pertempuran — dua poin yang selama ini menjadi ganjalan dalam negosiasi-negosiasi sebelumnya, karena Hamas menegaskan tidak akan menerima apa pun selain kedua tuntutan tersebut.

Mengutip sumber yang mengetahui perundingan ini, Ynet melaporkan bahwa untuk mendorong Hamas menerima kesepakatan yang tidak termasuk penarikan penuh pasukan Israel, penjajah diperkirakan akan berkomitmen untuk membebaskan lebih banyak tahanan keamanan Palestina dibandingkan jumlah yang biasanya mereka setujui.

Sementara jumlah pastinya belum ditentukan, media Walla melaporkan bahwa Israel akan membebaskan sekitar 100 tahanan Palestina sebagai imbalan atas 11-14 sandera.

Namun, Hamas tampaknya tetap pada tuntutan yang telah diajukan. Pejabat senior Hamas Sami Abu Zuhri mengonfirmasi bahwa pihaknya sedang mempelajari beberapa opsi, tetapi pihaknya tidak akan menerima proposal yang tidak mencakup penarikan penuh pasukan Israel dari Jalur Gaza.

“Hamas menegaskan bahwa pihaknya terbuka untuk perjanjian atau ide apa pun yang mengakhiri penderitaan rakyat kami di Gaza dan mencapai gencatan senjata permanen serta penarikan pendudukan dari seluruh Jalur Gaza,” ujarnya dalam pidato yang disiarkan di televisi pada Selasa (29/10).

Ia menambahkan setiap kesepakatan harus mengakhiri blokade terhadap Gaza, memungkinkan bantuan tanpa hambatan, mendukung rekonstruksi Gaza, serta mencapai pertukaran antara sandera Israel di Gaza dan tahanan keamanan Palestina di Israel.

Tuntutan ini sebagian besar sejalan dengan yang diajukan Hamas selama setahun terakhir.

Melanjutkan kemajuan yang dicapai di Doha dalam beberapa hari terakhir, seorang pejabat Israel mengatakan kepada Times of Israel pada Selasa bahwa akan ada putaran kedua pembicaraan sandera pekan ini di Mesir.

Pada saat yang sama ketika delegasi Israel melanjutkan pembicaraan, mediator Qatar diperkirakan akan bertemu dengan para pemimpin Hamas di Doha untuk membahas apakah mereka bersedia kembali ke meja perundingan, lapor Ynet.

Selain tawaran gencatan senjata selama sebulan sebagai imbalan untuk pembebasan 11-14 sandera, Hamas juga akan diberi penjelasan tentang dua kemungkinan kesepakatan parsial lainnya.

Kesepakatan pertama merupakan tawaran mediator Mesir untuk gencatan senjata dua hari guna menukar empat sandera Israel dengan sejumlah tahanan Palestina.

Proposal Mesir ini juga akan mencakup 10 hari negosiasi setelah pembebasan empat sandera tersebut.

Proposal kedua, yang diharapkan akan disampaikan Qatar kepada pimpinan Hamas, disusun oleh Rusia dan mencakup pembebasan dua sandera berkewarganegaraan Rusia, Alexander (Sasha) Trufanov dan Maxim Herkin.

Anggota biro politik Hamas, Moussa Abu Marzouk, sebelumnya mengatakan kepada kantor berita Rusia RIA bahwa kedua sandera tersebut adalah “prioritas,” tetapi hanya sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata dan sebagai pertukaran untuk tahanan Palestina.

Terlepas dari laporan kemajuan dalam negosiasi, situs berita Axios melaporkan bahwa AS tidak mengharapkan terobosan dalam perundingan sebelum pemilihan presiden AS pada 5 November.

Meski begitu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar menyatakan pada Selasa bahwa Qatar akan bekerja pada kesepakatan gencatan senjata bersama dengan pemerintahan Presiden AS Joe Biden “hingga menit terakhir” sebelum pemilihan.

“Kami tidak melihat hasil negatif dari pemilu terhadap proses mediasi itu sendiri. Kami percaya bahwa kami berurusan dengan institusi, dan di negara seperti Amerika Serikat, institusi tersebut berkomitmen untuk menemukan resolusi bagi krisis ini,” kata juru bicara Majed Al-Ansari dalam konferensi pers.

Diperkirakan 97 dari 251 sandera yang diculik oleh Hamas pada 7 Oktober masih berada di Gaza, termasuk jasad dari sedikitnya 34 orang yang telah dipastikan tewas oleh Israel.

Hamas melepaskan 105 warga sipil selama gencatan senjata sepekan pada akhir November, dan empat sandera dilepaskan sebelumnya.

Delapan sandera berhasil diselamatkan hidup-hidup oleh pasukan, dan jasad 37 sandera telah ditemukan, termasuk tiga yang tewas akibat kesalahan militer saat mencoba melarikan diri dari para penyandera.

Hamas juga menahan dua warga Israel yang memasuki Jalur Gaza pada 2014 dan 2015, serta jasad dua tentara penjajah yang gugur pada tahun 2014.

Anggota tim negosiasi penjajah Israel mundur

Seorang anggota senior tim negosiasi Israel secara resmi mengundurkan diri pada Senin di tengah mandeknya perundingan yang bertujuan mencapai kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan dengan Hamas di Gaza, demikian disampaikan oleh lembaga penyiaran publik Israel, KAN.

Brigjen Oren Setter dan Mayjen (Purn.) Nitzan Alon, yang memimpin tim negosiasi militer Israel, tiba-tiba memutuskan untuk mengundurkan diri.

Direktur Mossad, David Barnea, kembali ke Israel pada Senin usai mengadakan pembicaraan di Doha, Qatar. KAN melaporkan bahwa sumber menyebut jika ada prospek terobosan, “pengunduran diri dramatis ini kemungkinan tidak akan terjadi.”

Israel mengonfirmasi kembalinya Barnea dari Qatar setelah berdiskusi terkait “kerangka kerja terpadu baru yang menggabungkan usulan-usulan sebelumnya, serta mempertimbangkan isu utama dan perkembangan terbaru di kawasan,” menurut pernyataan dari kantor  Netanyahu.

Selama kunjungan tersebut, Barnea bertemu dengan Perdana Menteri Qatar Mohammed bin Abdulrahman Al Thani serta Direktur CIA Amerika Serikat William Burns.

Upaya mediasi yang dipimpin oleh Amerika Serikat, Mesir, dan Qatar sejauh ini belum berhasil mencapai gencatan senjata di Gaza. Namun, pihak Washington menyatakan bahwa pembunuhan pemimpin Hamas Yahya Sinwar oleh Israel pada 18 Oktober mungkin dapat memicu kemajuan dalam pembicaraan.

Sementara itu, Hamas menegaskan bahwa konflik hanya akan berakhir apabila Israel menghentikan operasi militernya di wilayah tersebut, yang dilaporkan telah menyebabkan lebih dari 43.000 korban jiwa sejak Oktober lalu, sebagian besar di antaranya perempuan dan anak-anak Palestina.

Tentara penjajah berguguran

Empat tentara Israel kemnbali tewas dan seorang perwira terluka parah dalam pertempuran di Jalur Gaza utara, demikian diumumkan oleh penjajah pada Selasa (29/10).

Israel mengidentifikasi para prajurit yang tewas antara lain Kapten Yehonatan Joni Keren, 22, dari Moledet; Sersan Kepala Nisim Meytal, 20, dari Hadera; Sersan Kepala Aviv Gilboa, 21, dari Neve Tzuf; dan Sersan Kepala Naor Haimov, 22, dari Rosh Ha’ayin.

Mereka semua bertugas di Unit Multidomain elit, atau dikenal sebagai “Unit Hantu,” dan gugur dalam pertempuran di area Jabalia, yang menjadi fokus serangan Israel di Gaza utara.

Kemudian pada hari Selasa, penjajah menyampaikan kepada keluarga empat tentara tersebut hasil penyelidikan awal atas insiden yang menewaskan mereka.

Insiden ini terjadi pada dini hari saat pasukan unit elit memasuki sebuah bangunan di Jabalia untuk dijadikan basis dalam operasi militer di wilayah tersebut.

Di salah satu lantai atas bangunan itu, sebuah alat peledak meledak, yang langsung menewaskan empat tentara di tempat dan melukai tiga lainnya, termasuk satu orang yang mengalami luka serius.

Jumlah korban di pihak Israel dalam operasi darat melawan Hamas di Gaza serta dalam operasi militer di sepanjang perbatasan dengan wilayah tersebut kini mencapai 367 orang.

Namun banyak kalangan menilai jumlah itu lebih tinggi dari rilis yang disampaikan penjajah.

Mantan Perdana Menteri Israel sekaligus pemimpin oposisi Yair Lapid, memperingatkan bahwa jumlah korban militer akan terus meningkat di tengah serangan mematikan Israel di Jalur Gaza dan Lebanon.

“Sebanyak 11 ribu tentara terluka dan 890 lainnya tewas sejak 7 Oktober 2023,” kata Lapid dalam wawancara dengan Channel 12 Israel yang disiarkan Senin malam.

Data militer yang dirilis oleh angkatan bersenjata menunjukkan bahwa 772 tentara telah tewas dan sekitar 5.100 lainnya terluka sejak konflik Gaza pecah tahun lalu.

Lapid menekankan bahwa militer Israel menyembunyikan jumlah korban yang sebenarnya dalam perang Gaza dan Lebanon.

“Ada batasan seberapa banyak kita menerima fakta alternatif,” ujar Lapid.

Ia memperingatkan bahwa jumlah korban tewas dan terluka akan terus meningkat jika pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu “tidak mengambil tindakan.”

 

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Pengajar HI Universitas Al Azhar Indonesia, Mahasiswa PhD Hubungan Antarbangsa Universitas Sains Malaysia.
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular