Lebih dari 3.000 warga Israel menandatangani petisi yang mendesak komunitas internasional untuk “menerapkan segala sanksi yang mungkin” guna menekan Israel agar menghentikan pertumpahan darah di Gaza.
Dalam sebuah surat terbuka yang diterbitkan oleh The Guardian, para penandatangan meminta agar komunitas internasional “segera turun tangan” dan “menyelamatkan kami dari diri kami sendiri” dengan memaksa terwujudnya gencatan senjata.
Petisi ini pertama kali diterbitkan dalam bahasa Prancis oleh surat kabar Liberation dan kemudian diterjemahkan oleh The Guardian.
Para penandatangan menyerukan kepada komunitas internasional untuk menyelamatkan warga Israel dan Arab dari “jalur bunuh diri” yang sedang ditempuh Israel, dengan memberikan “tekanan nyata pada Israel” demi mencapai gencatan senjata segera, untuk masa depan kedua bangsa, baik Israel maupun Palestina, serta masyarakat di kawasan tersebut dan hak mereka untuk hidup dalam keamanan.
Langkah ini memicu kemarahan di Israel di mana beberapa anggota Knesset mendesak diterapkannya peraturan terhadap para penandatangan, serta munculnya provokasi terhadap mereka.
Petisi tersebut menyatakan bahwa pemerintah Israel “telah meninggalkan warga yang menjadi sandera (bahkan membunuh sebagian di antaranya), mengabaikan penduduk di wilayah selatan dan utara Israel, serta mengabaikan nasib dan masa depan seluruh warganya.”
Petisi ini juga menyoroti intimidasi terhadap warga Palestina di Israel, yang dinilai menghambat banyak orang untuk ikut menandatangani surat tersebut.
Para penandatangan meyakini bahwa “kurangnya tekanan internasional yang nyata, serta berlanjutnya pasokan senjata, kemitraan ekonomi dan keamanan, dan kolaborasi ilmiah dan budaya dengan Israel, membuat banyak warga Israel percaya bahwa kebijakan Israel didukung secara internasional.”
Mereka juga mengkritik “pernyataan berulang” dari para pemimpin negara yang menyatakan “rasa ngeri” atas situasi tersebut, namun “tidak diiringi tindakan nyata”.
Petisi ini diterjemahkan ke dalam sepuluh bahasa, dan ditandatangani oleh 1.000 warga Israel yang tinggal di luar negeri serta sekitar 2.000 di dalam negeri, termasuk ratusan akademisi, penulis, seniman, dan jurnalis Israel.
Beberapa keluarga sandera Israel, anggota Knesset Ofer Cassif, mantan anggota Knesset Tamar Gozansky, dan 11 rabi turut mendukung petisi tersebut.
Aktivis veteran anti-penjajahan Israel-Prancis, Yael Lerer, yang menginisiasi petisi ini, menyatakan kepada surat kabar Al-Araby Al-Jadeed bahwa ia “telah yakin selama sepuluh tahun bahwa perubahan tidak dapat datang dari dalam Israel sendiri.
Satu-satunya kemungkinan perubahan adalah dari luar, dan tanpa tekanan internasional, tidak akan ada yang berubah.”
Lerer mengatakan bahwa Israel berada pada “jalur bunuh diri” yang tidak hanya membahayakan Israel tetapi juga Palestina, negara-negara Arab, dan kawasan sekitarnya. “Inilah yang kita lihat dengan genosida di Gaza dan dengan apa yang terjadi di Lebanon,” tambahnya.
Lerer, yang telah lama terlibat dalam kampanye Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) terhadap Israel, juga menyatakan bahwa “tanpa sanksi dan tekanan dari Barat maupun negara-negara Arab, Israel akan terus melanjutkan proses ini.”
Terkait potensi pengaruh petisi ini terhadap negara-negara Barat, Lerer menambahkan bahwa “petisi ini masih dalam tahap awal,” dan sekelompok penandatangan telah mulai mengatur pertemuan di parlemen dan dengan menteri-menteri di berbagai negara, dengan tujuan menekan agar terwujudnya gencatan senjata.