Monday, October 27, 2025
HomeBeritaLembaga bentukan Israel-AS ingin kembali berperan di wilayah Gaza

Lembaga bentukan Israel-AS ingin kembali berperan di wilayah Gaza

Sebuah laporan Financial Times mengungkapkan bahwa Gaza Humanitarian Foundation organisasi yang mendapat dukungan Amerika Serikat (AS), tengah berupaya merancang peran baru di Gaza pascaperang.

Langkah itu muncul setelah seluruh operasinya dihentikan dan kontroversi tentang metode penyaluran bantuan semakin mencuat.

Dalam laporan yang ditulis oleh Neri Zilber dan Heba Saleh, disebutkan bahwa lembaga tersebut menghadapi gelombang kritik internasional karena menerapkan pendekatan bergaya militer dalam mendistribusikan bantuan.

Ratusan warga Palestina dilaporkan tewas akibat tembakan pasukan Israel ketika berupaya mencapai lokasi distribusi yang dijaga ketat.

Menurut kedua jurnalis itu, lembaga tersebut menghentikan operasi penyaluran pangan sejak dimulainya gencatan senjata yang masih rapuh, dan tidak lagi menjadi bagian dari jaringan bantuan kemanusiaan yang kini dikoordinasikan oleh PBB dan Bulan Sabit Merah.

Peran di bawah payung PBB

Dalam kesepakatan terbaru, bantuan kemanusiaan hanya boleh disalurkan melalui PBB, Bulan Sabit Merah, atau lembaga internasional lain yang tidak memiliki keterkaitan langsung dengan Israel maupun Hamas.

Namun, laporan Financial Times mengungkapkan bahwa lembaga itu saat ini sedang melakukan pembicaraan intensif dengan sejumlah perwira tinggi militer AS serta pejabat di Pusat Koordinasi Sipil dan Militer.

Sebuah badan multinasional yang dibentuk pemerintahan Presiden Donald Trump di Israel selatan untuk mengawasi upaya stabilisasi Gaza setelah perang.

Dua sumber yang mengetahui isi pembicaraan itu menyebutkan bahwa Michael Eisenberg, seorang pengusaha berdarah Israel-Amerika yang ikut merancang pendirian lembaga tersebut awal tahun ini, turut terlibat dalam pertemuan tersebut.

Kanal berita Israel Channel 12 melaporkan bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu berencana menunjuk Eisenberg sebagai utusannya di pusat koordinasi itu guna mendukung upaya stabilisasi Gaza. Baik Eisenberg maupun kantor Netanyahu menolak berkomentar atas laporan tersebut.

Rencana baru di tengah krisis

Masih menurut laporan Financial Times, beberapa ide yang sedang dibahas mencakup pembukaan kembali pusat distribusi pangan di wilayah yang masih berada di bawah kendali militer Israel, pendirian fasilitas logistik untuk mendukung rekonstruksi Gaza, hingga penyaluran bantuan kepada lembaga-lembaga nonpemerintah lain.

Namun, seluruh gagasan itu bergulir di tengah krisis keuangan serius yang melanda lembaga tersebut.

Dana yang tersisa hanya cukup untuk menopang kegiatan hingga akhir November atau awal Desember mendatang.

Meski demikian, lembaga itu menyatakan bahwa penghentian operasinya bersifat “sementara”.

Dalam pernyataannya, disebutkan bahwa peran lembaga kemungkinan akan berkembang sesuai dengan kebutuhan di lapangan.

Sorotan dan penolakan internasional

Sejak memulai operasinya pada Mei lalu, Lembaga Kemanusiaan Gaza sudah menuai kritik tajam dan memicu perdebatan luas terkait ketertutupan sumber pendanaannya serta penggunaan perusahaan keamanan swasta untuk menjaga pusat distribusi bantuan.

Salah satu pendukung utama lembaga itu adalah Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich, yang menilai kehadirannya dapat “memutus dominasi Hamas terhadap aliran bantuan” sekaligus “mengurangi peran PBB”.

Smotrich bahkan menyatakan telah mengalokasikan dana khusus bagi lembaga tersebut.

Namun, PBB dan sebagian besar organisasi kemanusiaan internasional menolak bekerja sama dengan lembaga itu.

Mereka menuduhnya menggunakan bantuan sebagai alat tekanan untuk mendorong warga Palestina berpindah ke selatan Gaza—sebuah kebijakan yang sebelumnya diusung oleh sejumlah pejabat Israel.

Data otoritas kesehatan Gaza menunjukkan bahwa sekitar seribu warga Palestina tewas akibat tembakan tentara Israel saat berusaha mencapai titik distribusi lembaga tersebut.

Meski demikian, lembaga itu tetap bersikeras bahwa “permintaan atas bantuan mereka tetap tinggi”, meskipun arus bantuan dari lembaga-lembaga resmi internasional telah meningkat sejak dimulainya gencatan senjata.

Dua sumber yang dikutip Financial Times menambahkan bahwa salah satu ide yang tengah dipertimbangkan adalah menghidupkan kembali operasi lembaga di wilayah di balik “garis kuning”.

Zona yang mencakup hampir separuh luas Jalur Gaza dan masih berada di bawah kendali militer Israel.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terpopuler