Para perwakilan dari 5 negara yang berpartisipasi dalam Pertemuan Amman muncul di hadapan kamera pada saat Suriah sedang mengalami gejolak internal, yang menjadi tantangan terbesar bagi pemerintahan baru di Damaskus.
Dalam situasi yang penuh ketegangan ini, pertemuan para Menteri Luar Negeri, Menteri Pertahanan, serta Kepala Intelijen dari Yordania, Irak, Lebanon, Turki, dan Suriah menjadi sorotan utama.
Ibu kota Yordania, Amman, menjadi tuan rumah pertemuan keamanan tingkat tinggi pada Minggu, 10 Maret 2025.
Pertemuan itu melibatkan Menteri Pertahanan, Kepala Staf Militer, serta Kepala Intelijen dari kelima negara tersebut untuk membahas perkembangan situasi keamanan dan militer di Suriah.
Langkah pertama yang penting
Seorang pejabat tinggi Turki mengatakan kepada Al Jazeera Net mengenai pentingnya pertemuan ini.
“Untuk pertama kalinya, lima negara Muslim berkumpul untuk memerangi ISIS di Suriah. Sampai hari ini, Amerika Serikat atau negara-negara Barat yang memimpin misi ini, tetapi kenyataannya tujuan mereka bukan untuk benar-benar memberantas organisasi tersebut. Sementara kami, satu-satunya agenda dalam pertemuan ini adalah memerangi ISIS dan mendukung pemerintah Suriah dalam upaya ini,” katanya.
Pejabat tersebut juga menyatakan harapannya bahwa pertemuan ini bisa menjadi langkah awal bagi kerja sama di bidang lain.
Selain Turki dan Suriah, negara-negara lain yang berpartisipasi seperti Irak, Lebanon, dan Yordania, secara langsung terdampak oleh ketidakstabilan di Suriah, mengingat mereka berbatasan langsung dengan negara tersebut.
Karena itu, sebagaimana dinyatakan dalam komunike akhir pertemuan, kerja sama antara negara-negara ini tidak hanya sebatas memerangi ISIS.
Tetapi juga mencakup pemberantasan penyelundupan narkoba, senjata, perdagangan manusia, keamanan perbatasan, dan kejahatan terorganisir.
Menyingkirkan alasan Amerika Serikat untuk tetap di Suriah
Amerika Serikat (AS) selama ini membenarkan keberadaan militernya di Suriah serta dukungannya terhadap Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG) dengan alasan memerangi ISIS.
Bahkan setelah revolusi di Suriah berakhir, terlepas Donald Trump ingin menarik pasukan AS dari negara tersebut, Pentagon bersikeras untuk tetap tinggal.
Alasannya, bahwa YPG menjaga kamp-kamp yang menampung tahanan ISIS dan keluarga mereka, yang memerlukan dukungan Amerika.
Dalam anggaran tahun 2024, AS mengalokasikan $398 juta untuk memerangi ISIS di Irak dan Suriah. Termasuk $156 juta yang diberikan kepada YPG dengan dalih mengelola penjara dan kamp-kamp tahanan ISIS.
Selain itu, Washington telah membentuk unit bersenjata yang berafiliasi dengan YPG.
Mereka juga memasok mereka dengan ribuan truk berisi senjata, dengan dalih digunakan untuk melawan ISIS.
Sebelumnya, Turki menawarkan untuk mengerahkan dua batalion militer guna mengamankan kamp dan penjara tahanan ISIS. Tetapi tawaran ini tidak mendapat tanggapan dari pihak Amerika.
Kini, menjadi jelas bagi semua pihak bahwa alasan utama Washington untuk tetap berada di Suriah, yaitu “memerangi ISIS”, telah kehilangan validitasnya.
Karena itu, kelima negara dalam pertemuan Amman berusaha membentuk mekanisme bersama untuk menangani masalah ISIS.
Dampaknya, secara tidak langsung menghilangkan alasan AS untuk mempertahankan kehadiran militernya di kawasan ini.
Poin terpenting dalam pernyataan akhir
Poin kelima dalam pernyataan akhir yang dirilis pada Minggu, 10 Maret 2025, memicu banyak diskusi dan perdebatan.
“Mengutuk segala bentuk terorisme dan bekerja sama dalam pemberantasannya di tingkat militer, keamanan, dan ideologi. Para peserta sepakat untuk membentuk Pusat Operasi Bersama guna memastikan koordinasi dan kerja sama dalam mendukung upaya internasional saat ini untuk mengeliminasi ISIS serta mengatasi ancaman yang ditimbulkan terhadap Suriah, kawasan, dan dunia. Selain itu, pertemuan ini juga membahas penyelesaian masalah penjara yang menampung anggota ISIS,” demikian poin akhirnya.
Namun, apakah pembentukan “Pusat Operasi Bersama” berarti pengerahan pasukan militer dan pelaksanaan operasi darat?
Menurut pejabat yang berpartisipasi dalam pertemuan tersebut, hal ini bukan tujuan utama.
Tetapi jika bukan intervensi militer langsung, lalu apa bentuk bantuan yang akan diberikan kepada Suriah dalam menghadapi serangan ISIS?
Skenario yang paling mungkin adalah dukungan finansial dan logistik untuk mengelola kamp-kamp dan penjara yang menampung anggota ISIS serta keluarga mereka.
Untuk memperjelas lebih lanjut keputusan-keputusan ini, disepakati bahwa akan diadakan pertemuan lanjutan di Turki pada bulan April 2025.
Berdasarkan pemahaman awal, Pusat Operasi Bersama akan didirikan di dalam wilayah Suriah. Tetapi tetap berada di bawah kendali pemerintah Damaskus.
Selain itu, muncul gagasan untuk membentuk struktur serupa di Irak. Mengingat AS juga menggunakan dalih keberadaan ISIS untuk mempertahankan basis militernya di sana.
Namun, pemerintah Irak belum memberikan persetujuan, dan diperkirakan isu ini akan dibahas lebih lanjut dalam pertemuan mendatang.
Kecaman terhadap Israel
Pertemuan Amman juga mengeluarkan kecaman keras terhadap invasi dan pendudukan Israel di wilayah Suriah yang baru-baru ini terjadi, serta menuntut agar hal itu dihentikan segera.
“Mengutuk dan menolak segala bentuk campur tangan Israel dalam urusan internal Suriah, yang merupakan pelanggaran serius terhadap hukum internasional dan hukum kemanusiaan internasional. Tindakan ini adalah bentuk agresi terhadap kedaulatan dan integritas wilayah Suriah, serta eskalasi yang dapat memicu konflik lebih lanjut,” demikian pernyataan itu.
pernyataan ini juga menyerukan kepada komunitas internasional dan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Seruan itu untuk memastikan kepatuhan terhadap hukum internasional, menghentikan pelanggaran Israel, serta menjamin penarikan Israel dari seluruh wilayah Suriah yang diduduki.
Selain itu, diserukan penghentian serangan Israel serta kepatuhan terhadap Perjanjian Pelepasan Ketegangan tahun 1974 antara Suriah dan Israel.
Sejalan dengan pernyataan ini, AS dan Rusia menyerukan pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB untuk membahas eskalasi terbaru di wilayah pesisir Suriah.
Ketidakstabilan di Suriah telah menyebabkan lonjakan aktivitas penyelundupan narkoba dan senjata di perbatasan Yordania dan Lebanon.
Sebagian besar disebabkan lemahnya kontrol terhadap perbatasan yang sebelumnya dikuasai oleh rezim Suriah yang lama.
Bahkan, anggota keluarga Assad sendiri dikabarkan terlibat langsung dalam produksi narkoba, sehingga pemberantasan fenomena ini menjadi sangat sulit.
Dalam Pertemuan Amman, isu ini menjadi salah satu topik utama yang dibahas.
“Kerja sama dalam memerangi penyelundupan narkoba, senjata, dan kejahatan terorganisir, serta mendukung Suriah dalam memperkuat kapasitasnya dalam bidang ini,” bunyi poin ke-6 dalam pernyataan akhir tersebut.
Selain itu, disepakati pula bantuan dalam rekonstruksi Suriah serta peningkatan kerja sama perdagangan dan ekonomi antara negara-negara peserta.
Pertemuan ini dipantau secara ketat, karena dianggap sebagai upaya pertama untuk menciptakan koordinasi regional dalam memerangi ISIS.
Meski cakupan kerja sama ini masih belum sepenuhnya jelas, Turki berupaya mempercepat implementasi mekanisme yang telah disepakati.
Pertemuan kedua dijadwalkan berlangsung pada bulan April 2025 di Turki. Pertemuan akan dihadiri oleh Menteri Luar Negeri, Menteri Pertahanan, serta Kepala Intelijen dari negara-negara yang terlibat.