Ahmad Badreddin Hassoun, mantan Mufti Besar Suriah yang tidak terlihat sejak kejatuhan rezim, baru-baru ini ditemukan di Provinsi Aleppo. Hal ini memicu seruan agar ulama tersebut ditahan karena dugaan keterkaitannya dengan Bashar Al-Assad, lansir The New Arab.
Hassoun menjabat sebagai Mufti Besar rezim Suriah sejak 2005 hingga posisi tersebut dihapus pada 2021, memaksanya untuk pensiun.
Selama masa jabatannya, ia menjadi tokoh kontroversial karena berbagai pernyataan yang mendukung rezim Assad dan membenarkan penahanan sekitar 120.000 lawan politik—sebagian besar dari mereka tewas di penjara—serta bertanggung jawab atas sebagian besar korban tewas dalam perang Suriah yang mencapai 500.000 jiwa.
Setelah pensiun dari kehidupan publik pada 2021 ketika posisinya dihapus, sebuah video yang menunjukkan keberadaan Hassoun di Kota Aleppo muncul minggu ini. Ini adalah pertama kalinya ia terlihat setelah kejatuhan rezim Assad pada 8 Desember.
Dalam video yang viral pada Senin lalu, Hassoun terlihat duduk di kursi penumpang sebuah mobil di Aleppo sebelum kembali ke rumahnya.
Setelah video tersebut beredar luas, sekelompok massa menggelar protes di depan rumahnya dan dilaporkan menerobos masuk ke dalam bangunan di Distrik Al-Furqan, Aleppo, menyerukan agar Hassoun ditahan.
Video lainnya menunjukkan Hassoun diinterogasi oleh kerumunan, di mana ia mengklaim telah ditahan tiga kali oleh rezim Assad.
Ia juga menanggapi tuduhan dari seorang kamerawan yang menyebutnya sebagai “mufti dari rezim barrel”, merujuk pada bom-bom berat yang dijatuhkan oleh angkatan udara Suriah di kota-kota yang dikuasai oposisi.
Hassoun dilaporkan pernah ditahan dan dibebaskan oleh pasukan keamanan Suriah, namun nasibnya saat ini belum diketahui. Diperkirakan ia telah melarikan diri sebelum rumahnya digeledah oleh para pengunjuk rasa.
Meski telah lama menghindari sorotan publik, nama Hassoun kembali mencuat beberapa waktu lalu dalam sidang Komite Intelijen Senat terkait penunjukan Tulsi Gabbard sebagai Direktur Intelijen Nasional.
Dalam sidang tersebut, Gabbard ditanya mengenai hubungan yang diduga antara dirinya dengan Rusia dan rezim Suriah, termasuk kunjungan kontroversialnya ke Suriah pada 2017 untuk bertemu dengan Assad dan Hassoun.
Hassoun dikenal sebagai sosok yang dianggap sebagai “juru bicara Sunni” bagi rezim Assad, meskipun ia tidak memiliki kredensial keagamaan dan intelektual seperti Muhammad Said Ramadan al-Bouti, imam Masjid Umayyad di Damaskus yang tewas dalam serangan bom bunuh diri pada 2013.
Selama perang, ia sering mengeluarkan pernyataan yang mendukung rezim Assad dan mengecam kelompok pemberontak yang berusaha menggulingkan Bashar Al-Assad.
Hassoun juga kerap menerima delegasi asing yang dianggap mendukung rezim Assad, termasuk politisi sayap kanan Eropa, dan bahkan membenarkan pembantaian terhadap minoritas Rohingya di Myanmar.