Seorang mantan tahanan di penjara Sednaya Suriah meminta agar dokumen penting disimpan untuk memastikan pertanggungjawaban atas kejahatan-kejahatan yang dilakukan selama rezim Bashar al-Assad.
Catatan tersebut hilang setelah Bashar al-Assad melarikan diri ke Rusia, mengakhiri kekuasaan keluarganya yang sudah 51 tahun. Catatan ini penting untuk mengungkap kekejaman dan meminta pertanggungjawaban pelakunya.
Riyad Avlar, mantan tahanan yang selamat setelah 21 tahun di penjara, termasuk 15 tahun hilang paksa, mengatakan bahwa dokumen-dokumen tersebut mengungkap kondisi penahanan dan nasib orang hilang. Avlar dipenjara setelah mengirim surat kepada keluarganya yang mengungkap pelanggaran hak asasi manusia.
Avlar menjelaskan bahwa sebelum 2011, penyiksaan sudah terjadi di Sednaya, namun semakin buruk setelah pemberontakan Suriah. Setelah 2011, pembunuhan tanpa pengadilan semakin sering terjadi.
Avlar juga mengingat bahwa ada harapan ketika melihat orang Suriah membuka pintu penjara selama revolusi. Dia akhirnya dibebaskan pada 2016.
Dia menekankan pentingnya mendokumentasikan pergerakan tahanan dan catatan terkait, karena itu sangat penting untuk mengetahui apakah tahanan dipindahkan, dirawat, atau dibunuh. Kehilangan catatan ini menghalangi proses pertanggungjawaban.
Avlar dan kelompok yang ia dirikan telah mendokumentasikan struktur dan kondisi penjara Sednaya, serta memperkirakan bahwa antara 2011 dan 2020, sekitar 37.000 orang ditahan, dengan hanya sekitar 7.000 yang selamat.
Penjara Sednaya dikenal dengan penyiksaan dan eksekusi massal. Laporan menunjukkan bahwa antara 2011 dan 2015, hampir 50 orang dihukum gantung setiap minggu. Amnesty International menyebut tindakan ini sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.
Bashar al-Assad melarikan diri ke Rusia setelah pemberontak menguasai Damaskus, mengakhiri kekuasaan Partai Baath yang telah berkuasa sejak 1963.